PEMBERITAAN mengenai formalin demikian gencar akhir-akhir ini. Padahal, penggunaan formalin pada makanan bukan hal baru dan sudah lama. Sebenarnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999 melarang penggunaan bahan kimia formalin untuk makanan.
Baru-baru ini, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) Jakarta membuktikan aneka ragam ikan, mie, tahu dan kwetiau mengandung formalin.
Bagi kebanyakan orang, formalin adalah bahan yang lazim digunakan untuk pengawet mayat. Formalin mempunyai sifat khas dibanding disinfektan lain, sehingga lebih dipilih untuk mengawetkan mayat.
Formalin berasal dari larutan formaldehida dalam air dan pelarut lain, umumnya metanol yang berfungsi sebagai stabilisator, mempunyai cara yang unik dalam sifatnya sebagai disinfektan. Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan.
Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila disinfektan lainnya, seperti tetracycline, amikacin, baytril, mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya.
Berbagai Produk
Keberadaan formaldehida sendiri ada dalam berbagai macam produk. Formaldehida juga ditemukan pada asap rokok dan udara yang tercemar asap kendaraan bermotor. Selain itu bisa didapat juga pada produk-produk termasuk antiseptik, obat, cairan pencuci piring, pelembut cucian, perawatan sepatu, pembersih karpet, dan bahan adhesif. Formaldehida juga ada dalam kayu lapis terutama bila masih baru. Kadar formaldehida akan turun seiring berjalannya waktu.
Jika seseorang membeli furnitur baru, sebaiknya selalu membuka jendela untuk menurunkan kadar formaldehida dalam ruangan.
Formaldehida secara natural sudah ada dalam bahan makanan mentah dalam kisaran 1 mg per kg hingga 90 mg per kg. Selain dikenal sebagai formalin, nama dagang formaldehida sendiri sangat beragam, di antaranya ivalon, quaternium-15, lysoform, formalith, BVF, metylene oxide, morbicid, formol, superlsoform dan lain-lain. Quaternium-15 ditemukan di hampir semua jenis produk perawatan.
Dan jangan heran bila formalin merupakan bahan yang biasa dipakai antara lain dalam sampo bayi, deodoran, parfum, cat rambut, cairan penyegar mulut, pasta gigi.
Sekarang, sejauh mana kadar toleransi pemakaian bahan kimia untuk berbagai produk, terutama produk kebutuhan rumah tangga?
Suatu bahan kimia dikatakan beracun bila berada di atas ambang batas yang diperbolehkan. American Conference of Governmental and Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan ambang batas (Threshold Limit Value/TLV) untuk formaldehida adalah 0,4 ppm. Sementara National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) merekomendasikan paparan limit untuk para pekerja adalah 0,016 ppm selama periode 8 jam, sedangkan untuk 15 menit 0,1 ppm.
Dalam International Programme on Chemical Safety (IPCS) disebutkan bahwa batas toleransi formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg.
Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari.
Hampir semua jaringan di tubuh mempunyai kemampuan untuk memecah dan memetabolisme formaldehida. Salah satunya membentuk asam format dan dikeluarkan melalui urine. Formaldehida dapat dikeluarkan sebagai CO2 dari dalam tubuh. Tubuh juga diperkirakan bisa memetabolisme formaldehida bereaksi dengan DNA atau protein untuk membentuk molekul yang lebih besar sebagai bahan tambahan DNA atau protein tubuh.
Formaldehida tidak disimpan dalam jaringan lemak. NIOSH menyatakan formaldehida berbahaya bagi kesehatan pada kadar 20 ppm. Sedangkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS), formaldehida dicurigai bersifat kanker.
Ambang Batas
Bila melihat ambang batas toleransi, ikan asin sotong yang diteliti Balai Besar POM, sebelum dicuci mempunyai kandungan formalin 6,77 ppm. Setelah dicuci tinggal 5,62 ppm atau 5,62 mg formalin dalam setiap 1 kg ikan asin sotong. Berdasarkan data tersebut, tubuh kemungkinan masih bisa menoleransi kandungan formaldehida bila dalam satu hari kita makan ikan asin dalam jumlah sekitar 2,5 kg. Dengan catatan, asupan formalin hanya dari ikan asin.
Berdasarkan informasi ini, sebaiknya dibuat nilai ambang batas yang jelas, dan menjelaskan ke masyarakat mengenai kandungan formalin yang berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu, diperlukan cara mendidik produsen atau pedagang mengenai tingkat bahaya dan risiko yang dihadapi. Dengan demikian masyarakat tidak panik dan menolak semua bahan yang diperkirakan mengandung formalin.
Sebab formalin secara alamiah sudah ada di alam. Dan formalin menjadi berbahaya tidak saja ketika bercampur makanan, tetapi juga dalam udara dan masuk melalui pernapasan maupun kulit. (A-22)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar