Awie Trans

Sabtu, 20 Desember 2008

Mengenal Formalin Jumat, 30 Desember 2005

Dkirim oleh ruslan muchtar


PEMBERITAAN mengenai formalin demikian gencar akhir-akhir ini. Padahal, penggunaan formalin pada makanan bukan hal baru dan sudah lama. Sebenarnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999 melarang penggunaan bahan kimia formalin untuk makanan.

Baru-baru ini, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) Jakarta membuktikan aneka ragam ikan, mie, tahu dan kwetiau mengandung formalin.

Bagi kebanyakan orang, formalin adalah bahan yang lazim digunakan untuk pengawet mayat. Formalin mempunyai sifat khas dibanding disinfektan lain, sehingga lebih dipilih untuk mengawetkan mayat.

Formalin berasal dari larutan formaldehida dalam air dan pelarut lain, umumnya metanol yang berfungsi sebagai stabilisator, mempunyai cara yang unik dalam sifatnya sebagai disinfektan. Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan.

Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila disinfektan lainnya, seperti tetracycline, amikacin, baytril, mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya.


Berbagai Produk

Keberadaan formaldehida sendiri ada dalam berbagai macam produk. Formaldehida juga ditemukan pada asap rokok dan udara yang tercemar asap kendaraan bermotor. Selain itu bisa didapat juga pada produk-produk termasuk antiseptik, obat, cairan pencuci piring, pelembut cucian, perawatan sepatu, pembersih karpet, dan bahan adhesif. Formaldehida juga ada dalam kayu lapis terutama bila masih baru. Kadar formaldehida akan turun seiring berjalannya waktu.

Jika seseorang membeli furnitur baru, sebaiknya selalu membuka jendela untuk menurunkan kadar formaldehida dalam ruangan.

Formaldehida secara natural sudah ada dalam bahan makanan mentah dalam kisaran 1 mg per kg hingga 90 mg per kg. Selain dikenal sebagai formalin, nama dagang formaldehida sendiri sangat beragam, di antaranya ivalon, quaternium-15, lysoform, formalith, BVF, metylene oxide, morbicid, formol, superlsoform dan lain-lain. Quaternium-15 ditemukan di hampir semua jenis produk perawatan.

Dan jangan heran bila formalin merupakan bahan yang biasa dipakai antara lain dalam sampo bayi, deodoran, parfum, cat rambut, cairan penyegar mulut, pasta gigi.

Sekarang, sejauh mana kadar toleransi pemakaian bahan kimia untuk berbagai produk, terutama produk kebutuhan rumah tangga?

Suatu bahan kimia dikatakan beracun bila berada di atas ambang batas yang diperbolehkan. American Conference of Governmental and Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan ambang batas (Threshold Limit Value/TLV) untuk formaldehida adalah 0,4 ppm. Sementara National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) merekomendasikan paparan limit untuk para pekerja adalah 0,016 ppm selama periode 8 jam, sedangkan untuk 15 menit 0,1 ppm.

Dalam International Programme on Chemical Safety (IPCS) disebutkan bahwa batas toleransi formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg.

Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari.

Hampir semua jaringan di tubuh mempunyai kemampuan untuk memecah dan memetabolisme formaldehida. Salah satunya membentuk asam format dan dikeluarkan melalui urine. Formaldehida dapat dikeluarkan sebagai CO2 dari dalam tubuh. Tubuh juga diperkirakan bisa memetabolisme formaldehida bereaksi dengan DNA atau protein untuk membentuk molekul yang lebih besar sebagai bahan tambahan DNA atau protein tubuh.

Formaldehida tidak disimpan dalam jaringan lemak. NIOSH menyatakan formaldehida berbahaya bagi kesehatan pada kadar 20 ppm. Sedangkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS), formaldehida dicurigai bersifat kanker.


Ambang Batas

Bila melihat ambang batas toleransi, ikan asin sotong yang diteliti Balai Besar POM, sebelum dicuci mempunyai kandungan formalin 6,77 ppm. Setelah dicuci tinggal 5,62 ppm atau 5,62 mg formalin dalam setiap 1 kg ikan asin sotong. Berdasarkan data tersebut, tubuh kemungkinan masih bisa menoleransi kandungan formaldehida bila dalam satu hari kita makan ikan asin dalam jumlah sekitar 2,5 kg. Dengan catatan, asupan formalin hanya dari ikan asin.

Berdasarkan informasi ini, sebaiknya dibuat nilai ambang batas yang jelas, dan menjelaskan ke masyarakat mengenai kandungan formalin yang berbahaya bagi kesehatan.

Selain itu, diperlukan cara mendidik produsen atau pedagang mengenai tingkat bahaya dan risiko yang dihadapi. Dengan demikian masyarakat tidak panik dan menolak semua bahan yang diperkirakan mengandung formalin.

Sebab formalin secara alamiah sudah ada di alam. Dan formalin menjadi berbahaya tidak saja ketika bercampur makanan, tetapi juga dalam udara dan masuk melalui pernapasan maupun kulit. (A-22)

Mewaspadai Virus Hepatitis C

Materi dikirim oleh sahabat. (ruslan muchtar )


Di antara tujuh jenis virus hepatitis, virus hepatitis C (VHC) adalah salah satunya yang wajib Anda waspadai. Virus yang menyebabkan infeksi pada hati (lever) ini secara genetik amat variatif, dan paling sering menyebabkan gejala sisa berupa hepatitis kronik, sirosis hati (kekerasan hati), dan kanker hati primer.

Dibandingkan dengan hepatitis B, VHC lebih ganas dan lebih sering menyebabkan penyakit hati menahun. Replikasi (pertumbuhan) virus ini juga sangat cepat hingga bisa mencapai 10 triliun sehari.

Selain virus hepatitis B dan C, terdapat lima virus hepatitis lainnya yakni hepatitis A, D, E, G, dan TT. Perbedaan antara virus hepatitis ini terletak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

Hal penting yang perlu Anda catat, infeksi VHC bisa menular, yakni melalui darah. Adapun jalan utama penularannya adalah melalui transfusi darah atau produk darah yang belum di-skrining, pemakaian berulang jarum suntik (seperti kerap dilakukan oleh para pecandu narkoba suntik) atau alat medis lainnya yang tidak steril, dan tindik (telinga, hidung, bagian tubuh lain) dengan peralatan yang tidak steril. Data menunjukkan, sekitar 90 persen penderita hepatitis C di negara-negara maju adalah para pengguna atau mantan pengguna narkoba suntik, dan mereka yang pernah menerima transfusi darah atau produk darah yang tidak di-skrining.

Infeksi hepatitis C disebut juga sebagai infeksi terselubung. Ini karena infeksi dini VHC bisa jadi tidak bergejala atau bergejala ringan dan tidak khas sehingga umumnya terlewatkan dari pengamatan si penderita. Alhasil, ia pun tak berusaha mencari pengobatan ke dokter.

Di Indonesia, diperkirakan 90 persen penderita tidak sadar bahwa mereka terinfeksi. Banyaknya orang yang tidak terdiagnosis ini, tentu memiliki dampak serius karena mereka bisa bertindak sebagai carrier (pembawa virus) dan menularkan virus itu ke orang lain tanpa sadar.

Sebagian besar orang yang terinfeksi, pada awalnya merasa sehat dan tidak menunjukkan gejala. Barulah, dalam tempo 10 - 20 tahun kemudian, gejala serius seperti penyakit kuning mulai muncul. Bahkan sejumlah pasien mengalami gejala yang progresif sehingga cangkok hati menjadi satu-satunya pilihan untuk menolong penderita.

Penyebab kematian
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, sekitar tiga persen atau 170 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini. Penderita hepatitis C, menurut WHO, akan terus bertambah seiring laju pertambahan infeksi baru yang mencapai 3-4 juta setiap tahun. Tak pelak, hepatitis C pun kini masuk dalam kelompok 10 besar penyebab kematian umat manusia.

Bagaimana di Indonesia? Prof dr LA Lesmana PhD SpPD-KGEH FACP FACG mengatakan, angka kejadian hepatitis C di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun bila memakai acuan angka kejadian rata-rata dunia yakni tiga persen, lalu dikalikan dengan sekitar 220 juta penduduk Indonesia maka akan diperoleh angka sekitar tujuh juta. Artinya, kira-kira terdapat tujuh juta penduduk Indonesia yang mengidap virus berbahaya ini. ''Prevalensi penyakit hepatitis C di negara-negara Afrika, Mediterania Timur, kawasan Pasifik Barat, dan Asia Tenggara, lebih tinggi dibandingkan dengan Eropa Barat dan Amerika Utara,'' tutur konsultan penyakit dalam-gastroenterologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta ini.

Memang, sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah penyakit ini. Walau begitu, infeksi VHC bisa disembuhkan asal diperiksa dan diobati sedini mungkin. Dalam hal ini, ada empat jenis pemeriksaan utama yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis dan memantau infeksi VHC, yaitu uji Elisa anti-VHC, VHC kualitatif, tes genotipe, dan tes kesehatan hati.

Uji VHC kualitatif dilakukan jika tes Elisa menunjukkan, seseorang telah terpapar VHC. Untuk ini, dokter akan melakukan pemeriksaan VHC-PCR (Polymerase Chain Reaction). Sementara tes genotipe dilakukan untuk menentukan jenis VHC yang menginfeksi seseorang. Hasil tes ini akan menentukan lama pengobatan yang akan diberikan dokter.

Tes kesehatan hati meliputi ALT, yaitu tes darah yang mengukur enzim alanine amino-transferase yang biasanya terdapat dalam hati. Peningkatan ALT menandakan adanya suatu infeksi di hati. Ada kalanya juga dilakukan biopsi hati (dianjurkan, tapi tidak wajib). Ini adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengangkat sedikit jaringan hati untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui tingkat kerusakan hati atau menentukan bentuk penyakit hati lainnya. Tes umum lainnya adalah tes kimiawi darah, mengukur kadar trombosit, dan waktu protrombin.

VHC, pada dasarnya, tidak menular melalui kontak biasa seperti berpelukan, bersin, batuk, atau duduk berdekatan dengan pengidap Hepatitis C. Hepatitis C juga jarang ditularkan lewat aktivitas seksual, namun ada kecenderungan bahwa mereka yang memiliki banyak pasangan seksual juga berisiko lebih tinggi terinfeksi VHC. Jadi, hati-hatilah.
(bur

Kamis, 18 Desember 2008

Tugas Keperawatan Gerontik

Buat Makalah perindividu.....
(Kasus Tidak boleh sama antara satu dengan yang lain)

a. 6 Halaman (isi) spasi 1. Ukuran kertas A4. Margin 2 2 2 2.
Terdiri dari : Kata pengantar, daftar isi, Isi (terjabarkan dalam bentuk BAB BAB)
Kata pengantar dan daftar isi serta daftar pustaka tidak dihitung sebagai isi
b. Kirim ke Email : awie_ners@yahoo.com
c. Batas waktu 31 Desember 2008
c. Cantumkan sumber bacaan (daftar pustaka) maksimal 5 tahun lalu (tahun 2003)



1. 1-12 Askep Lansia dengan Masalah Muskuloskeletas
2. 13 - 24 Askep Lansia dengan Masalah Persarafan
3. 25 - 37 Askep lansia dengan Gangguan Jiwa

Selasa, 25 November 2008

halusinasi Penglihatan Trisnawati

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang masalah
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005).
Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), dr H Syafii Ahmad MPH, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, 2007).
Menurut Prof.Dr Azrul Azwar, Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO) memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data studi World Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) disebabkan oleh masalah gangguan kesehatan jiwa yang menunjukkan dampak lebih besar dari TBC (7,2%), kanker (5,8%, jantung (4,4%, dan malaria (2,6%). (www.kbi.gemari.or.id : 11 Oktober 2001, diambil tanggal 21 November 2008).
Menurut Prof. Dr. Azrul Azwar Mph, Dirjen Bina Kesehatan masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada di masyarakat. Adapun jenis gangguan kesehatan jiwa yang banyak diderita masyarakat Indonesia antara lain psikosis, demensia, retardasi mental, mental emosional usia 4-15 tahun, mental emosional lebih dari 15 tahun dan gangguan kesehatan jiwa lainnya. (www.kbi.gemari.or.id : 11 Oktober 2005, diambil tanggal 21 November 2008).
Gangguan-gangguan tersebut menunjukkan seperti klien berbicara sendiri, mata melihat kekanan-kekiri, jalan mondar-mandir, sering tersenyum sendiri dan sering mendengar suara-suara. Sedangkan halusinasi adalah merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan. dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra yaitu persepsi palsu. (Maramis, 2005).
Berdasarkan data dari Medical Record BPRS Dadi Makassar Profinsi Sulaweai Selatan menunjukkan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 (Januari- Maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang.
Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat dibutuhkan asuhan keperawatan yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”Asuhan Keperawatan perubahan sensori halusinasi penglihatan pada klien Tn ”K” di bangsal Sawit BPRS Dadi Sulawesi Selatan Tanggal tahun 2008.
B. Tujuan Penulisan
Untuk lebih jelas apa yang ingin dicapai atau diungkapkan dalam karya tulis ini, penulis mengemukakan pokok tujuan penulisan sebagai berikut.
1) Tujuan Umum
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah memberikan gambaran nyata tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan di BPRS Dadi Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
2) Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
c. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
d. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
e. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
f. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatkan.
C. Manfaat Penulisan
Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat digunakan untuk :
1. Akademik
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi pendidikan D III keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan keperawatan dimasa yang akan datang.
2. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di RS dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya dengan kasus halusinasi penglihatan.
3. Klien dan Keluarga
Sebagai bahan masukan bagi klien dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya, juga dapat memberikan kepuasan bagi keluarga klien atas asuhan keperawatan yang diberikan.
4. Tenaga Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) bagi instansi terkait khususnya di dalam meningkatkan pelayanan perawatan pada klien dengan halusinasi penlihatan.
D. Metodologi penulisan
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut:
1) Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasus
Pelaksanaan pengambilan kasus dilakukan di bangsal sawit BPRS Dadi Makassar pada tahun 2008.
2) Teknik pengumpulan data
Penulis melakukan asuhan keperawatan secara langsung terhadap kasus halusinasi penglihatan dengan melakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Yaitu penulis membaca referensi yang mempunyai hubungan dengan konsep dan teori yang terkait dengan halusinasi penglihatan.
b. Tehnik Observasi
Penulis secara langsung melakukan pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung terhaadap perilaku klien sehari-hari.
c. Tehnik Wawancaran
Penulis melakukan tanya jawab secara langsung pada klien, keluarga, perawat, dan pihak lain yang dapat memberikan data dan informasi yang akurat.
d. Dokumentasi
Penulis mengumpulkan data dari status klien, catatan keperawatan di serta mengadakan diskusi dengan tim kesehatan untuk dianalisa sebagai data yang mendukung masalah klien.

Senin, 24 November 2008

Berapa jumlah Gangguan Jiwa?

Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa, dengan empat jenis penyakit langsung yang ditimbulkannya yaitu depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, dan skizofrenia.
Sementara Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan gangguan jiwa di seluruh dunia telah menjadi masalah serius. Pada 2001 terdapat 450 juta orang dewasa yang mengalami gangguan jiwa.
Menurut Ketua Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Irmansyah, satu dari lima orang dewasa pernah mengalami gangguan jiwa dari jenis biasa sampai yang serius.
Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk, merupakan penyakit yang sering dijumpai pada semua lapisan masyarakat. Dapat dialami oleh siapa saja, bukan hanya dimiliki oleh mereka yang hidup mapan, kata Spesialis Kesehatan Jiwa FKUI itu dalam wokhshop Upaya perlindungan terhadap penderita gangguan jiwa baru-baru ini di Jakarta.
Irmansyah menuturkan penderita gangguan jiwa di Indonesia adalah kelompok masyarakat yang rentan untuk mengalami berbagai pelanggaran HAM (ham asasi manusia) dan diperlakukan tidak adil. Pelanggaran HAM itu terjadi karena adanya stigma dan diskriminasi, pemahaman yang salah serta tidak ada atau kurang memadainya peraturan yang melindungi penderita.
Dia menyebutkan kesehatan mental merupakan suatu kesejahteraan, yaitu seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu mengatasi tekanan kehidupan normal, dapat hidup dengan produktif dan mampu untuk memberikan kontribusi pada masyarakat.
Jadi jelas kesehatan mental lebih dari sekadar terbebas dari gangguan mental, dan sangat penting bagi seseorang, keluarga dan masyarakatnya.
Sebagai penyakit, katanya, gangguan jiwa mempunyai banyak bentuk gejala. Dalam klasifikasi yang dipakai di Indonesia, Pedoman Penggolongan Gangguan jiwa terdapat lebih dari seratus penyakit. Penggolongan ini penting karena tiap jenis gangguan memiliki cara pengobatan sendiri.
Beberapa contoh gangguan jiwa yang sering, katanya, a.l. gangguan jiwa serius seperti skizofrenia, ansietas (kecemasan) dan depresi. Sebenarnya setiap jenis gangguan ada variasi yang luas dari yang ringan hingga berat. Sehingga penyebutan gangguan jiwa untuk semua jenis gangguan jiwa dapat membuat salah pengertian dan menyesatkan, ujarnya.
Gangguan jiwa serius gejalanya disebut psikosis seperti mendengar suara-suara saat tidak ada orang lain di sekitarnya, kepercayaan yang aneh atau ketakutan-ketakutan, kebingungan, perilaku yang agitatif, emosional atau berbicara ngawur.
Irmansyah menambahkan gejala-gejala psikologis bukan berarti penderita itu adalah orang yang jahat, aneh, bodoh, pemalas atau orang yang jorok.
Mereka hanyalah seorang dengan gangguan jiwa, seorang yang menderita penyakit. Begitu juga orang dengan ansietas dan depresi. Mereka bukan orang yang lemah, hilang ingatan, atau orang dengan masalah kepribadian, tapi mereka adalah orang dengan kondisi medis yang memerlukan pengobatan, katanya.
Dia menuturkan semua gangguan jiwa dapat mengganggu fungsi kehidupan seseorang, karena gejala ansietas, depresi dan psikosis kehidupan rutin, kehidupan sosial, pekerjaan serta kehidupan dalam keluarga jadi terganggu.
Karena itu, lanjutnya, seseorang dengan gangguan jiwa apapun itu, harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin kerugikan penderita, keluarga dan masyarakat.
Sayangnya, ujarnya, untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang besar di Indonesia tidak didukung oleh sumber-sumber tenaga, fasilitas maupun kebijakan kesehatan mental yang memadai.
Secara keseluruhan sumber daya yang kita miliki masih jauh dari mencukupi. Tempat tidur untuk pasien gangguan mental hanya tersedia 0,4:10.000 penduduk, begitu juga dengan tenaga profesional. Psikiater, misalnya, hanya 1:500.000 penduduk, tenaga profesional juga jauh dari mencukupi, kata Irmansyah.
Sumber: Bisnis Indonesia

Kelainan Jiwa Pada Masa Kanak-kanak

DEFINISI

KELAINAN DESINTEGRATIF PADA MASA KANAK-KANAK

Pada Kelainan Desintegratif Pada Masa Kanak-kanak (Psikosa Desintegratif, Sindroma Heller), seorang anak yang tampaknya normal, setelah berumur 3 tahun mulai berlaku seperti anak dibawah umur 3 tahun (terjadi kemunduran fungsi kecerdasan, sosial dan bahasa, yang sebelumnya normal).

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kadang ditemukan kelainan otak degeneratif.
Anak mengalami penurunan kemampuan berkomunikasi, kemunduran perilaku non-verbal dan hilangnya ketrampilan tertentu.

Gejalanya berupa:
- penurunan kemampuan bersosialisasi
- penurunan pengendalian buang air besar dan berkemih
- penurunan kemampuan berbahasa ekspresif (menyatakan perasaan) atau reseptif (menerima)
- penurunan kemampuan motorik
- kurang mau bermain
- gagal untuk menjalin hubungan dengan anak sebaya
- gangguan perilaku non-verbal
- kosa katanya berkurang
- tidak mampu memulai atau mengikuti suatu percakapan.

Tanda terpenting dari kelainan ini adalah bahwa sampai usia 2 tahun, perkembangan terjadi secara normal, tetapi kemudian terjadi penurunan kemampuan secara bertahap.
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hilangnya/berkurangnya 2 dari 3 area fungsi (fungsi kecerdasan, sosial dan bahasa).

Kelainan desintegratif pada masa kanak-kanak tidak dapat diobati maupun disembuhkan.
Prognosisnya buruk dan jika kemundurannya berat, maka anak akan selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalankan fungsinya.


SKIZOFRENIA PADA MASA KANAK-KANAK

Skizofrenia Pada Masa Kanak-kanak adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perilaku dan pemikiran yang abnormal, yang mulai timbul diantara usia 7 tahun dan awal masa remaja.

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi yang pasti bukan disebabkan oleh pola asuh yang jelek.

Skizofrenia pada masa kanak-kanak biasanya muncul pada usia 7 tahun. Anak mulai menarik diri dari pergaulan, kehilangan minatnya dalam kegiatannya sehari-hari dan mengalami perubahan dalam fikiran dan persepsi (wawasan).

Gejala-gejala lainnya adalah:
- Bloking : tiba-tiba fikirannya terputus/terhambat
- Perseverasi : mengulang respon yang sama terhadap pertanyaan yang berbeda
- Ideas of reference : suatu keyakinan bahwa kata-kata atau sikap orang lain ditujukan kepadanya
- Halusinasi : penginderaan yang tidak berdasarkan atas kenyataan obyektif (melihat, mendengar maupun merasakan sesuatu yang sesungguhnya tidak ada)

- Delusi (waham) : keyakinan yang salah, yang tidak dapat dirubah melalui penalaran atau bujukan
- Emosi tumpul : emosi yang datar; suara maupun ekspresi wajahnya tidak memberikan respon terhadap perubahan emosional (mereka tidak memberikan respon terhadap kejadian yang dalam keadaan normal bisa menyebabkan mereka tertawa atau menangis)
- Paranoid : suatu ketakutan atau kecurigaan bahwa orang lain berencana untuk mencelakakan dirinya atau bahwa orang lain mengendalikan fikirannya
- Pengendalian fikiran : suatu keyakinan bahwa orang lain atau kekuasaan seseorang mengendalikan fikirannya.

Skizofrenia tidak dapat disembuhkan, meskipun beberapa gejala bisa dikendalikan dengan obat-obatan dan psikoterapi.

Obat anti-psikosa bisa membantu memperbaiki beberapa kelainan kimia di dalam otak. Yang sering digunakan adalah tiotiksen dan haloperidol. Tetapi anak-anak lebih peka terhadap efek samping dari obat anti-psikosa, seperti tremor, gerakan yang menjadi lambat dan kejang otot; karena itu pemakaiannya harus diawasi secara ketat.

Jika gejalanya memburuk, untuk sementara waktu anak mungkin perlu dirawat di rumah sakit, sehingga dosis obat bisa disesuaikan dan dapat dilakukan pengawasan terhadap usaha untuk melukai dirinya sendiri maupun orang lain.
Beberapa anak harus tetap menjalani perawatan di rumah sakit.


DEPRESI

Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan atau kejadian menyedihkan dan tidak sebanding dengan kejadian tersebut serta tetap berlangsung untuk waktu yang cukup lama.

Depresi yang berat relatif jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi sering terjadi pada saat remaja. Depresi pada anak-anak usia sekolah bisa menimbulkan masalah.

Depresi pada anak-anak bisa dipicu oleh berbagai peristiwa atau masalah berikut:
- Kematian orang tua
- Perpindahan seorang teman
- Kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan sekolah
- Kesulitan dalam berteman
- Penyalahgunaan obat atau alkohol.

Beberapa anak bisa mengalami depresi tanpa terlebih dahulu mengalami peristiwa yang menyedihkan. Pada anak-anak tersebut, anggota keluarga yang lain sebelumnya telah mengalami depresi; karena itu penelitan menyebutkan bahwa depresi cenderung diturunkan.

Gejala-gejalanya adalah:
- Perasaan sedih
- Apati
- Menarik diri dari teman-teman dan lingkungan sosialnya
- Kegembiraannya berkurang
- Merasa ditolak dan tidak dicintai
- Gangguan tidur
- Sakit kepala
- Nyeri perut
- Kadang berperilaku lucu atau konyol
- Terus menerus menyalahkan dirinya
- Nafsu makannya berkurang
- Penurunan berat badan
- Murung
- Mempunyai fikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

Bisa diberikan obat anti-depresi, yang bekerja dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan kimia di dalam otak.
Yang paling sering diberikan adalah penghambat reuptake serotonin, seperti fluoksetin, sertralin dan paroksetin. Anti-depresi golongan trisiklik jarang digunakan pada anak-anak karena memiliki efek samping yang berarti.

Selain obat-obatan, juga dilakukan psikoterapi, baik secara perorangan maupun dalam kelompok serta terapi keluarga.


MANIA & KELAINAN MANIK-DEPRESIF

Mania adalah suatu keadaan dimana seorang anak tampak sangat gembira dan aktif, serta berfikir dan berbicara sangat cepat. Bentuk mania yang tidak terlalu berat adalah hipomania.
Manik-Depresif adalah suatu periode dari mania yang bergantian dengan depresi.

Mania dan hipomania jarang ditemukan pada anak-anak.
Manik-depresif sangat jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Beberapa anak mungkin mengalami perubahan suasana hati yang jelas, tetapi hal ini biasanya bukan merupakan pertanda dari manik-depresif.

Penyebabnya tidak diketahui.
Gejalanya serupa dengan manik-depresif pada dewasa.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

Pengobatannya rumit, biasanya terdiri dari kombinasi dari obat-obat untuk menstabilkan suasana hati (misalnya lithium, carbamazepin dan asam valproat).
Sebaiknya anak dikonsultasikan kepada ahli jiwa anak.


PERILAKU BUNUH DIRI

Perilaku Bunuh Diri terdiri dari:
# Isyarat bunuh diri : aksi bunuh diri yang tidak berakibat fatal
# Usaha bunuh diri : aksi bunuh diri yang bisa berakibat fatal tetapi tidak berhasil dilakukan
# Bunuh diri : suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa pelaku.

Perilaku bunuh diri sering ditemukan pada anak-anak yang lebih tua, terutama pada remaja.

Suatu usaha bunuh diri merupakan pertanda yang jelas dari kelainan mental, (biasanya depresi).
Perilaku bunuh diri seringkali dicetuskan oleh:
# Peristiwa kehilangan, misalnya kehilangan pacar, kehilangan lingkungan yang akrab (sekolah, tetangga, teman) karena harus berpindah tempat tinggal dan kehilangan harga diri setelah percekcokan dengan keluarga
# Penderitaan akibat kehamilan yang tidak direncanakan
# Hukuman dalam keluarga yang mempermalukan dirinya.

Motif dari bunuh diri adalah keinginan untuk memanipulasi atau menghukum orang lain dengan fikiran bahwa mereka akan merasa menyesal jika saya mati.
Kadang seorang anak melakukan bunuh diri karena meniru orang lain, misalnya meniru idolanya.

Orang tua, dokter, guru dan teman bisa mengenali anak atau remaja yang melakukan usaha bunuh diri, misalnya dari perubahan perilakunya.
Setiap isyarat bunuh diri harus ditanggapi secara serius. Pernyataan seperti "Seandainya saya tidak pernah dilahirkan ke dunia ini" atau "Saya ingin tidur dan tidak pernah terbangun lagi", bisa menunjukkan suatu keinginan yang kuat untuk melakukan bunuh diri.

Resiko tinggi melakukan bunuh diri ditemukan pada anak yang:
- Salah satu anggota keluarga, teman dekat atau teman sebayanya telah melakukan tindakan bunuh diri
- Salah satu anggota keluarganya baru saja meninggal
- Kecanduan obat
- Menderita kelainan tingkah laku.

Setiap usaha bunuh diri merupakan keadaan darurat. Jika usaha tersebut sudah dapat diatasi dan dicegah, anak bisa dirawat di rumah sakit atau tetap di rumah, tergantung kepada besarnya resiko jika anak tetap di rumah dan kapasitas keluarga untuk memberikan dukungan.
Keseriusan suatu usaha bunuh diri tergantung kepada sejumlah faktor:
- perencanaan (perencanaan yang matang menunjukkan keseriusan usaha bunuh diri)
- cara yang digunakan (pemakaian pistol lebih serius daripada overdosis obat)
- cedera yang terjadi.

Jika keluarga menunjukkan kasih sayang dan kepedulian, maka hasil dari pencegahan perilaku bunuh diri akan lebih baik.
Respon yang negatif atau tidak bersifat mendukung dari orang tua akan memperburuk keadaan.
Pada beberapa kasus, tindakan yang terbaik adalah merawat anak di rumah sakit. Anak dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, terutama jika anak mengalami depresi berat atau menderita kelainan jiwa lainnya (misalnya skizofrenia). Biasanya anak akan ditangani oleh ahli jiwa dan dokter keluarga. Pemulihan meliputi pembangunan kembali moral anak dan mengembalikan ketenangan emosi di dalam keluarga.


KECEMASAN KARENA BERPISAH

Kelainan Kecemasan Karena Berpisah adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kecemasan yang berlebihan pada seorang anak akibat jauh dari rumah atau berpisah dengan orang-orang yang dekat dengannya.

Kecemasan karena berpisah pada batas tertentu adalah normal dan terjadi hampir pada semua anak, terutama bayi dan balita.
Kelainan kecemasan karena berpisah adalah suatu kecemasan yang berlebihan yang melampaui tingkat perkembangan anak seusianya. Kelainan ini biasanya dipicu oleh kematian anggota keluarga, teman atau hewan peliharaan, maupun perpindahan tempat tinggal atau perubahan di sekolah.

Gejalanya adalah:
- kecemasan yang berlebihan ketika berpisah dari ibunya
- khawatir kehilangan ibu atau khawatir ibunya mengalami bencana
- sering tidak mau perigi ke sekolah atau tempat lain karena takut berpisah
- sering tidak mau tidur jika tidak mau ditemani oleh orang dewasa
- tidak mau ditinggal sendirian dalam suatu ruangan
- di rumah selalu mengikuti orangtuanya kemanapun pergi
- mimpi buruk
- keluhan fisik yang berulang.

Anak seringkali tidak mau pergi ke sekolah, karena itu tujuan utama dari pengobatan adalah segera mengembalikan anak ke sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan terapi suportif (terutama yang diselenggarakan oleh orang tua dan guru).
Pada kasus yang lebih berat, diberikan obat anti-cemas dan anti-depresi.
Pada kasus yang sangat berat, anak mungkin perlu menjalani perawatan di rumah sakit.


KELAINAN SOMATOFORMIS

Kelainan Somatoformis adalah sekumpulan kelainan dimana suatu masalah psikis menyebabkan terjadinya gejala fisik yang menyulitkan atau melumpuhkan.

Seorang anak dengan kelainan somatoformis bisa memiliki sejumlah gejala tanpa adanya penyebab fisik, yaitu berupa nyeri, gangguan pernafasan dan kelemahan. Anak seringkali menunjukkan gejala penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga lainnya.
Anak biasanya tidak menyadari hubungan antara gejala dengan masalah psikis yang mendasarinya.

Jenis kelainan somatoformis yang utama adalah:
# Kelainan Konversi
Anak merubah masalah psikis menjadi gejala fisik.
Contohnya lengan atau tungkainya tampak lumpuh, menjadi tuli atau buta atau berpura-pura kejang.
# Kelainan Somatisasi
Menyerupai kelainan konversi, tetapi anak menunjukkan gejala yang lebih samar.
# Hipokondriasis
Anak terobsesi oleh fungsi tubuh (misalnya denyut jantung, pencernaan dan berkeringat) dan merasa yakin bahwa dia menderita penyakit yang serius padahal sesungguhnya semua baik-baik saja.

Angka kejadian kelainan konversi dan hipokondriasis pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah sama, tetapi lebih sering ditemukan pada remaja putri daripada remaja laki-laki.
Kelainan somatisasi hampir selalu terjadi pada anak perempuan.

Sebelum menetapkan bahwa seorang anak menderita kelainan somatoformis, terlebih dahulu seorang dokter harus yakin bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala.
Biasanya tidak dilakukan pemeriksan laboratorium menyeluruh karrena dikhawatirkan anak akan semakin yakin bahwa mereka memang menderita kelainan fisik.
Jika tidak ditemukan kelainan fsik, dokter berbicara dengan anak dan anggota keluarga untuk mencoba menemukan masalah psikis yang mendasarinya atau untuk menemukan adanya masalah dalam hubungan antar anggota keluarga.

Anak mungkin akan menolak usulan untuk menemui psikoterapis karena takut konflik psikis yang disembunyikannya akan terungkap. Tetapi jika hal ini dilakukan secara bertahap dan perlahan, tanpa pemaksaan, lama-lama anak akan merubah perilakunya.
Menenangkan anak dan memberikan dukungan bisa membantu meminimalkan gejala-gejala fisik,
Jika tindakan tersebut gagal, biasanya anak dirujuk ke ahli jiwa anak-anak.

Proses Keperawatan

Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang.

Adapun karakteristik dari proses keperawatan antara lain:

Merupakan kerangka berpikirdalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, keluarga, dan komunitas.
Bersifat teratur dan sistematis.
Bersifat saling bergantung satu dengan yang lain
Memberikan asuhan keperawatan secara individual
klien menjadi pusat dan menghargai kekuatan klien
Dapat digunakan dalam keadaan apapun
Dalam proses keperawatan terdapat empat tahapan yaitu:

•1. Pengkajian

Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan. (Mc Farland & mc Farlane, 1997)

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:

Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural, dan spiritual yagn bisa mempengaruhi status kesehatannya.
Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain. (Gordon, 1987;1994)
Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan catatan kesehatan klien.
Metode pengumpulan data meliputi :

Melakukan interview/wawancara.
Riwayat kesehatan/keperawatan
Pemeriksaan fisik
Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan kesehatan (rekam medik).
•2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.

The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992) mendefinisikan diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu yan berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.

Dalam membuat diagnosa keperawatan dibutuhkan ketrampilan klinik yang baik, mencakup proses diagnosa keperawatan dan perumusan dalam pembuatan pernyataan keperawatan.
Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan.
•3. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.

Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.

•4. Evaluasi

Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994)

Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi.

Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan.

Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat dank lien (Yura & Walsh, 1988)

Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan., termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Chase, S. (1994). Clinical Judgement by critical care nurse: An ethnographic study. In R. M. Carroll-Johnson 7 Pacquette (Eds), Classification of nursing diagnosis: Proceedingof the ninth conference, North American Nursing Diagnosis Association (pp. 367-368). Philadelphia: J.B. Lippincott.

Lunney; M. (1992). Divergent productie thinking factors and accuracy of nursing diagnoses. Research in Nursing and Health, 15(4), 303-312.

Minggu, 23 November 2008

Askep Glaukoma

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Anamnesis

Anamnesis mencakup data demografi yang meliputi :

- Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.

- Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukosa paling sedikit 5 kali dari kulit putih (deWit, 1998).

- Pekerjaan, terutama yang berisiko besar mengalami trauma mata.

Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau yang ada saat ini, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan angle-closure glaucoma), riwayat keluarga dengan glaukoma, riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), riwayat penyakit lain yang sedang diderita (diabetes melitus, arteriosklerosis, miopia tinggi).

Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan.

Pemeriksaan Fisik

- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.

- Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.

- Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang lain.

- Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.

Tanda dan gejala

Glaukoma akut primer

- Awitan gejala akut/mendadak

- Nyeri hebat di sekitar mata yang menjalar pada daerah yang dilewati saraf otak V

- Nyeri kepala/dahi

- Mual, muntah, dan ketidaknyamanan abdomen

- Melihat lingkaran berwarna di sekitar sinar dan pandangan kabur mendadak dengan penurunan persepsi cahaya.

Glaukoma kronik primer

- Bilateral

- Herediter

- TIO meninggi

- Sudut COA terbuka

- Bola mata yang tenang

- Lapang pandang mengecil dengan macam-macam skotoma yang khas

- Perjalanan penyakit progresif lambat

Glaukoma sekunder

- Peningkatan nyeri dan simptom spesifik tergantung pada penyebab penyakit okuler

Glaukoma kongenital

- Fotopobia, blefarospasme, epifora, mata besar, kornea keruh


Diagnosis dan Intervensi Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang terjadi adalah :

1. Perubahan sensori/persepsi (visual) yang berhubungan dengan kerusakan saraf akibat peningkatan TIO

Tujuan, klien akan :

· Mengidentifikasi tipe perubahan visual yang dapat terjadi saat TIO meningkat di atas level aman

· Mencari bantuan saat terjadi perubahan visual

· Mendapatkan kembali dan mempertahankan visus normal dengan pengobatan

Intervensi Keperawatan :

· Kolaborasi dalam pemberian :

­ Miotik, untuk konstriksi pupil dan kontraksi otot silier (Seperti Pilocarpin) yang dapat menyebabkan pandangan kabur selama 1-2 jam setelah penggunaan dan adaptasi pada lingkungan gelap mengalami kesulitan, karena konstriksi pupil.

­ Agens penghambat pembentuk akueos humor, seperti Timolol, dll.

­ Inhibitor karbonat anhidrase (seperti Asetazolamid) untuk mengurangi produksi akueos humor, dengan efek samping mati rasa, rasa gatal pada kaki dan tangan, mual/malaise.

­ Agens osmotik sistemik (mis. Gliserin oral) untuk klien glaukoma akut untuk mengurangi tekanan okular.

· Lakukan tindakan untuk mencegah semakin tingginya TIO, meliputi :

- Diet rendah natrium

- Pembatasan kafein

- Mencegah konstipasi

- Mencegah manuver Valsava

- Mengurangi stres

· Pantau kemampuan klien untuk melihat dengan jelas. Tanyai klien secara rutin tentang terjadinya perubahan visual.

2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan TIO

Tujuan, klien akan :

· Klien akan mengalami pengurangan nyeri.

Intervensi keperawatan :

· Pertahankan tirah baring ketat pada posisi semi-Fowler dan cegah tindakan yang dapat meningkatkan TIO (batuk, bersin, mengejan). Rasional : Tekanan pada mata meningkat jika tubuh datar dan manuver Valsava diaktifkan seperti pada aktivitas tersebut.

· Berikan lingkungan gelap dan tenang. Rasional : Stres dan sinar akan meningkatkan TIO yang dapat mencetuskan nyeri.

· Observasi tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap 24 jam jika klien tidak menerima agens osmotik secara intravena dan tiap 2 jam jika klien menerima agens osmotik intravena. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

· Observasi derajat nyeri mata setiap 30 menit selama fase akut. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

· Berikan obat mata yang diresepkan untuk glaukoma dan beritahu dokter jika terjadi hipotensi, haluaran urine <>

· Berikan analgesik narkotik yang diresepkan jika klien mengalami nyeri hebat dan evaluasi keefektifannya. Rasional: Mengontrol nyeri. Nyeri berat akan mencetuskan manuver Valsava dan meningkatkan TIO.

3. Ketidakpatuhan (pada program medikasi) yang berhubungan dengan efek samping pengobatan, kurangnya motivasi, kesulitan mengingat regimen terapi atau implikasi finansial.

Defisit pengetahuan (tentang proses penyakit, kondisi klinis, rencana terapi dan penatalaksanaan di rumah) berhubungan dengan kurangnya informasi dan/atau mispersepsi informasi yang didapat sebelumnya.

Tujuan, klien akan :

· Klien mengetahui penatalaksanaan penyakitnya dan mampu mengulang dan mendemostrasikan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.

Intervensi keperawatan :

· Jika gejala akut terkontrol, berikan informasi tentang kondisinya. Tekankan bahwa glaukoma memerlukan pengobatan sepanjang hidup, harus teratur dan tidak terputus. Rasional: Meningkatkan kerjasama klien. Kegagalan klien untuk mengikuti penatalaksanaan yang ditentukan dapat menyebabkan kehilangan pandangan yang progresif dan bahkan kebutaan.

· Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis jika ketidaknyamanan mata dan gejala peningkatan TIO terulang saat menggunakan obat-obatan. Ajari klien tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medis dengan segera. Rasional: Upaya tindakan perlu dilakukan untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut/komplikasi lain.

· Perubahan visus mendadak, bahkan dengan kacamata yang baru tidak dapat melihat dengan jelas.

· Meningkatnya nyeri mata :

- Kesulitan beradaptasi di ruang gelap

- Melihat lingkaran pelangi di sekitar cahaya lampu

- Menyempitnya pandangan pada satu atau kedua mata

- Peningkatan fotofobia dan lakrimasi.

· Ajarkan klien dan keluarga serta izinkan klien mempraktekkan sendiri cara pemberian tetes mata. Gunakan teknik aseptik yang baik saat meneteskan obat mata. Rasional : Meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan kesempatan untuk klien menunjukkan kompetensi dan mengajukan pertanyaan.

· Berikan informasi tentang dosis, nama, jadwal, tujuan dan efek samping yang dapat dilaporkan dari semua obat-obatan yang diresepkan di rumah. Ingatkan klien untuk memberikan tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang terkena karena pada mata yang tidak sakit obat tetes ini dapat mencetuskan serangan glaukoma tertutup dan mengancam sisa pandangan klien. Rasional: Penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.

· Ingatkan klien agar menggunakan obat-obat resep dan jangan membeli obat-obat bebas atau yang lain tanpa sepengetahuan dokter. Rasional: Penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.

· Jamin semua instruksi dan informasi tentang obat yang diresepkan telah diberikan secara tertulis. Rasional: Instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan klien.

· Identifikasi efek samping atau reaksi yang merugikan dari pengobatan: penurunan selera makan, mual/muntah, diare, kelemahan, perasaan mabuk, penurunan libido, impoten, disritmia, pingsan, gagal jantung kongestif. Rasional: Efek samping/ merugikan obat mempengaruhi dari rentang tak nyaman sampai ancaman kesehatan berat. Sekitar 50% klien akan mengalami sensitivitas atau alergi terhadap obat parasimpatik (contoh Pilokarpin) atau obat antikolinesterase. Masalah ini memerlukan evaluasi medik dan kemungkinan perubahan prgram terapi.

· Lakukan tindakan untuk mempertahankan keamanan seperti tidak berkendaraan pada malam hari serta ajari anggota keluarga bagaimana memodifikasi lingkungan klien untuk keamanan misalnya bersihkan jalan yang dilewati klien dari objek berbahaya dan reorientasikan klien ke ruangan yang ditempati (jika perlu).

· Tinjau ulang praktik umum untuk keamanan mata. Rasional: Melindungi terhadap cedera mata.

- Jika menggunakan bahan kimia sprei di luar ruangan, yakinkan lubang menghadap jauh dari wajah dan berdiri dengan punggung melawan angin jauh dari zat.

- Gunakan kacamata untuk pemajanan yang lama pada sinar matahari. Jangan pernah secara langsung melihat pada matahari untuk periode yang lama.

- Jamin sinar yang baik jika membaca.

- Dorong klien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup. Rasional : Pola hidup tenang menurunkan respons emosi terhadap stres, mencegah perubahan okuler yang mendorong iris ke depan.

- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma. Rasional: Kecenderungan herediter, dangkalnya bilik anterior, menempatkan anggota keluarga berisiko pada kondisi ini.

Diagnosis Tambahan

1. Ansietas/takut yang berhubungan dengan hilangnya pandangan aktual/potensial atau benturan penyakit kronis terhadap gaya hidup.

2. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang berhubungan dengan mual, muntah sekunder akibat peningkatan TIO

3. Risiko cedera yang berhubungan dengan penurunan pandangan perifer.

4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan berkurangnya pandangan.

5. Isolasi sosial yang berhubungan dengan penurunan pandangan perifer, takut cedera atau respons negatif lingkungan terhadap ketidakmampuan visual.

6. Berduka adaptif/maladaptif yang berhubungan dengan hilangnya visus aktual.

Evaluasi

1. Klien dapat mempertahankan visus optimal.

2. Tidak terjadi komplikasi

3. Klien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara aman

4. Klien mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang penyakit dan penatalaksanaannya.

Logo LENSA Komunika