Awie Trans

Rabu, 22 Desember 2010

Konsep Keperawatan Keluarga

A. Unit Keluarga menjadi Fokus Sentral dari Perawatan
Salah satu aspek terpenting dari perawatan adalah penekanannya pada unit keluarga. Keluarga, bersama dengan individu, kelompok dan komunitas adalah klien atau resipien keperawatan. Secara empiris, kami menyadari bahwa kesehatan para anggota keluarga dan kualitas kesehatan keluarga, mempunyai hubungan yang sangat erat.

Unit dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya kehidupan individu tersebut. Keluarga memiliki pengaruh yang penting sekali terhadap pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga diri. Prioritas tertinggi keluarga biasanya adalah kesejahteraan anggota keluarganya.

Minuchin (1977), seorang ahli terapi keluarga ternama, membuat ringkasan dengan begitu indah tentang peran ganda yang dimainkan oleh keluarga:
Keluarga merupakan matriks dari perasaan beridentitas dari anggota-anggotanya, merasa memiliki dan berbeda. Tugas utamanya adalah memelihara pertumbuhan psikososial anggota-anggotanya dan kesejahteraan selama hidupnya secara umum…. Keluarga juga membentuk unit sosial yang paling kecil yang mentransmisikan tuntutan-tuntutan dan nilai-nilai dari suatu masyarakat dan dengan demikian melestarikannya. Keluarga harus beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sementara keluarga juga membantu perkembangan dan pertumbuhan anggota sementara itu semua tetap menjaga kontinuitas secara cukup untuk memenuhi fungsinya sebagai kelompok referensi dari individu (Friedman, 1998)

Beberapa alasan mengapa unit keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan :
1. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan keluarganya, bahwa peran dari keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga fase rehabilitasi. Mengkaji/menilai dan memberikan perawatan kesehatan merupakan hal yang penting dalam membantu setiap anggota kelompok untuk mencapai suatu keadaan sehat (wellness) hingga tingkat optimum.
2. Melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada peningkatan perawatan diri (self-care), pendidikan kesehatan dan konseling keluarga serta upaya-upaya yang berarti yang dapat mengurangi risiko yang diciptakan oleh pola hidup dan bahaya dari lingkungan. Tujuannya adalah mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
3. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan ke dalam perencanaan tindakan bagi individu-individu (Friedman, 1998).

B. Definisi-definisi Keluarga
Definisi keluarga sangat bermacam-macam tergantung dari dimensi (sudut pandang) mana seseorang membuat definisi, perbedaan ini dapat terjadi karena dilihat dari dimensi sosial, interaksional, formalitas, tradisional atau yang lainnya.

Definisi yang berorientasi pada formalitas atau legalitas “Keluarga berkumpulnya dua orang atau lebih dan saling berinteraksi yang ada suatu ikatan perkawinan ataupun adopsi”.
Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :
a. Reisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.
b. Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain.
c. Gillis (1983)
Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana unit individu.
d. Duvall
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
e. Bailon dan Maglaya
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
f. Johnson’s (1992)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.
g. Lancester dan Stanhope (1992)
Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.
h. Jonasik and Green (1992)
Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat (keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).
i. Bentler et. Al (1989)
Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
j. National Center for Statistic (1990)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah.


k. Spradley dan Allender (1996)
Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
l. BKKBN (1992)
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.

m. Burgess dkk. (1963)membuat definisi yang berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas :
1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga sebagai rumah mereka.
3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki dan perempuan, saudara dan saudari.
4. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 1998).
n. Whall (1986) dalam analisis konsep tentang keluarga sebagai unit yang perlu dirawat, ia mendefinisikan keluarga sebagai kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan anggotanya yang terdiri dari dua individu atau lebih yang asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tapi yang berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga.
o. Family Service America (1984) mendefinisikan keluarga dalam suatu cara yang komprehensif, yaitu sebagai ”dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan keintiman”.

Dalam menyatukan kedua gagasan sentra dari definisi-definisi diatas, keluarga menunjuk kepada dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Hariyanto, 2005).

Taylor, 1979 memberikan pengertian secara sederhana keluarga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, The family is comprised of a network of a continually evolving interpersonal unions (structure). It is linked of bonds of closeness, security, identity, support and sharing (bonding), and is demarcated by genetic heritage, legal sanction, and interpersonal alliance (boundaries). The family is perpetuated to fill individual biologic, economic, psychologic and social needs (function).

Definisi-definisi tambahan tentang keluarga berikut ini mengkonotasikan tipe-tipe keluarga secara umum yang dikemukakan untuk mempermudah pemahaman terhadap literatur tentang keluarga:
· Keluarga inti (konjugal) yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami, istri dan anak-anak kandung mereka, anak adopsi atau keduanya.
· Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan.
· Keluarga besar yaitu keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan (oleh darah), yang paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yaitu salah satu teman keluarga inti. Berikut ini termasuk sanak keluarga, kakek/nenek, tante, paman dan sepupu (Hariyanto, 2005).


ü Tipe-tipe keluarga
ü Struktur dan fungsi keluarga
ü Tumbuh kembang keluarga
ü Tugas perkembangan keluarga
ü Keperawatan kesehatan keluarga
ü Tugas kesehatan keluarga
ü Peran perawat keluarga

Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Dalam keperawatan, keluarga merupakan salah satu sasaran asuhan keperawatan. Keluarga memegang peranan penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit pada anggota keluarganya. Nilai yang dianut keluarga dan latar belakang etnik/kultur yang berasal dari nenek moyang akan mempengaruhi interpretasi keluarga terhadap suatu penyakit. Masalah kesehatan dan adanya krisis perkembangan dalam suatu keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain karena keluarga merupakan satu kesatuan (unit).


Istilah-istilah dalam keluarga:
· Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
· Keluarga Berencana
Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
· Kualitas keluarga
Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
· Kemandirian keluarga
Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab.
· Ketahanan Keluarga
Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
· NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)
Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan keluarga sejahtera terdiri dari:
· Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB
· Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
· Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi
· Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat
· Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Dari beberapa pengertian tentang keluarga, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
· Terdiri dari dua orang atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi
· Biasanya anggota keluarga tinggal bersama atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain
· Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri
· Mempunyai tujuan (menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota)

Ciri-ciri keluarga menurut Stanhope dan Lancaster (1995):
· Diikat dalam suatu tali perkawinan
· Ada hubungan darah
· Ada ikata batin
· Ada tanggung jawab masing-masing anggota
· Ada pengambilan keputusan
· Kerjasama diantara anggota keluarga
· Komunikasi interaksi antar anggota keluarga
· Tinggal dalam satu rumah

2. Tipe/Bentuk Keluarga
Keluarga merupakan salah satu bagian dari bidang garap dunia keperawatan, oleh karena itu supaya perawat bisa memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, perawat harus memahami tipe keluarga yang ada..
A. Tradisional
· The Nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak
· The dyadic family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
· Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.
· The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
· The extended family
Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan
· The single parent family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan)
· Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”
· Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
· Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)
· Blended family
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
· The single adult living alone/single adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)

B. Non-Tradisional
· The unmarried teenage mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah
· The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri
· Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
· The nonmarital heterosexsual cohabiting family
Keluarga yan hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
· Gay and lesbian families
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana ”marital pathners”
· Cohabitating couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa alasan tertentu
· Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak.
· Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
· Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
· Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
· Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
3. Struktur dan Fungsi Keluarga
A. Struktur Keluarga
Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada dapat bersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu, dll yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang berbeda. Pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga. Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur keluarga yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak fungsi keluarga.

Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:
a. Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)
b. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi
c. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka mendorong kejujuran dan kebenaran (honesty and authenticity)
d. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan
e. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)
f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)
g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
h. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)




Menurut Friedman (1988) struktur keluarga terdiri atas:
a.Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti : sender, chanel-media, massage, environtment dan reciever.
Komunikasi dalam keluarga yang berfungsi adalah:
1). Karakteristik pengirim yang berfungsi
· Yakin ketika menyampaikan pendapat
· Jelas dan berkualitas
· Meminta feedback
· Menerima feedback
2). Pengirim yang tidak berfungsi
· Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan dasar/data yang obyektif)
· Ekspresi yang tidak jelas (contoh: marah yang tidak diikuti ekspresi wajahnya)
· Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang memutuskan/menyatakan sesuatu yang tidak didasari pertimbangan yang matang. Contoh ucapan salah benar, baik/buruk, normal/tidak normal, misal: ”kamu ini kurang ajar...”, ”kamu wajib...”
· Tidak mampu mengemukakan kebutuhan
· Komunikasi yang tidak sesuai


3). Karakteristik penerima yang berfungsi
· Mendengar
· Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengalaman)
· Memvalidasi
4). Penerima yang tidak berfungsi
· Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar
· Diskualifikasi, contoh : ”iya..... namun....”
· Offensive (menyerang bersifat negatif)
· Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi)
· Kurang memvalidasi
5). Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi
· Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih, gembira
· Komunikasi terbuka dan jujur
· Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga
· Konflik keluarga dan penyelesaiannya
6). Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi
· Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu)
· Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi
· Kurang empati
· Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri
· Tidak mampu memfokuskan pada satu isu
· Komunikasi tertutup
· Bersifat negatif
· Mengembangkan gosip
b. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau anak.


Perilaku peran
Peranan ayah : pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala keluarga, sebaagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Peranan ibu : mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-naknya, pelindung dan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, serta bisa berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
Peranan anak : melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual

c. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif.
Tipe struktur kekuatan:
· Legitimate power/authority (hak untuk mengontrol, seperti orang tua terhadap anak)
· Referent power (seseorang yang ditiru)
· Resource or expert power (pendapat ahli)
· Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima)
· Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya)
· Informational power (pengaruh yang dilalui melalui proses persuasi)
· Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual)
Hasil dari kekuatan tersebut yang akan mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga seperti::
· Konsensus
· Tawar menawar atau akomodasi
· Kompromi atau de facto
· Paksaan
d. Nilai-nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.

B. Fungsi Keluarga
Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal
Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan perilaku yang menyimpang
Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.
Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:
· Fungsi afektif dan koping
Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
· Fungsi sosialisasi
Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.
· Fungsi reproduksi
Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.
· Fungsi ekonomi
Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat
· Fungsi fisik
Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

Fungsi keluarga menurut Allender (1998):
· Affection
1). Menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan
2). Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual
3). Menambah anggota baru
· Security and acceptance
1). Mempertahankan kebutuhan fisik
2). Menerima individu sebagai anggota
· Identity and satisfaction
1). Mempertahankan motivasi
2). Mengembangkan peran dan self image
3). Mengidentifikasi tingkat sosial dan kepuasan aktivitas
· Affiliation and companionship
1). Mengembangkan pola komunikasi
2). Mempertahankan hubungan yang harmonis
· Socialization
1). Mengenal kultur (nilai dan perilaku)
2). Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal
3). Melepas anggota
· Controls
1). Mempertahankan kontrol sosial
2). Adanya pembagian kerja
3). Penempatan dan menggunakan sumber daya yang ada

Fungsi keluarga menurut BKKBN (1992):
· Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
· Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
· Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga
· Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman
· Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga
· Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
· Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang
· Fungsi pembinaan lingkungan
Fungsi keluarga dengan usila:
Fungsi keluarga harus dimodifikasi untuk mengetahui kebutuhan yang spesifik pada usila dan memfokuskan pada:
· Memperhatikan kebutuhan fisik secara penuh
· Memberikan kenyamanan dan support
· Mempertahankan hubungan dengan keluarga dan masyarakat
· Menanamkan perasaan pengertian hidup
· Manajemen krisis

Selasa, 14 Desember 2010

MENYESUAIKAN DIRI DENGAN PERUBAHAN PSIKOLOGI DAN SOSIAL PADA USIA LANJUT

I.PENDAHULUAN

Keberhasilan Pembangunan khususnyadi bidang kesehatan menumbulkan jumlah penduduk yang meninggal dalam usia muda menurun drastis dan harapan hidup rata-rata semakin panjang.Ini berarti bahwa dalam kangka panjang jumlah golongan penduduk dalam usia lanjut semakin besar.Data di biro statistik menunjukkan bahwa sensus penduduk th 1995 terdapat 12,7 juta orang yang berusia 60 tahun keatas.Hal ini dapat menimbulkan masalah baru apabila tidak kita perhatikan sejak dini.Karena pada kenyataannya sering kita jumpai orang yang merasa takut dalam menghadapi usia lanjut.Mereka takut dengan adanya perubahan fisik,badannya tidak menarik seperti pada saat masih muda,rambutnya mulai banyak uban ,kulitnya mulai banyak keriput.timbulnya menopause,takut menghadapi pensiun,merasa tidak ada peranan penting lagi,merasa tidak dapat berkarier lagi,merasa tersaingi dengan yang mida dan sebagainya.

Ketakutan dalam menghadapi usia lanjut ini dapat menimbulkan mereka mempunyai harga diri yang rendah,sulit tidur,tidak nafsu makan,tidak bergairah dalam bekerja,dan bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan jiwa.Sebetulnya keadaan ini tidak perlu terjadi apabila ada persiapan dalam menghadapi usia lanjut dan mereka berani dalam menghadapi tantangan atau bahaya pada usia ini ,dengan demikian maka kesempatan manis bagi pertumbuhan dan pengembangan diri tidak hilang,mereka mempunyai kesempatan yang besar untuk pematangan diri,untuk mencapai tingkat perkembangan diri sebagai manusia secara penuh,serta dapat menikmati usia lanjut dengan bahagia dan sejahtera.

II .PROSES MENJADI LANJUT USIA

Proses menjadi lanjut usia atau menjadi tua menghadapkan orang pada salah satu tugas yang paling sulit dalam perkembangan hidup manusia.Menurut kodratnya,manusia menolak pelepasan mahkota hidupnya di dalam proses menjadi tua.

Pada mulanya mereka melawan kenyataan yang tidak terelakkan bahwa mereka menjadi tua dan akhirnya dengan hati sakit mereka hanya bisa menerima.Pada saat ini lepaslah segala ambisinya,mereka menjadi kesal dan kehilangan semangat hidup.Bagi mereka pada usia itu hidup praktis berhenti,meskipun mereka masih mondar-mandir sebagai warga masyarakat yang gelisah tanpa tujuan .Dengan keadaan itu yang bersangkutan tiadak mengerti bahwa proses untuk menjadi tua memberikan kesempatan yang besar untuk pematangan diri,untuk mencapai tingkat perkembangan diri sebagai manusia secara penuh.

Ada beberapa tingkatan umur yang berbeda-beda,dari kanak-kanaj,remaja dan tingkat dewasa.Kita juga tahu bagaimana penting dan sulitnya menghadapi masa peralihan dengan tepat,dari tingkat kanak-kanank ke remaja,dan kemudian ke tingkat dewasa.Namin hal ini tidak selalu kita sadari.Demikianpun kebanyakan orang tidak menyadari bahwa peralihan dari usia tengah baya yang aktif ke tingkat usia lanjut juga membawa krisis yang berat.Pembicaraan mengenai hal ini tidak banyak kita dengar ,karena kebanyakan orang tidak mau mengakui,baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain,bahwa setiap orang merasa perlu tetap muda,atau sekurang-kurangnya berusaha tetap tampil muda.Akan tetapi penipuan diri yang kosong ini tidak dapat mengubah kenyataan ,bahwa siapapun secara pelan-pelan menjadi usia lanjut.Orientasi pada budaya muda itu dapat mempersulit orang dalam proses menjadi usia lanjut dengan rasa bahagia,sebab mereka hanya mendapat sedikit pengertian dan bantuan dari masyarakat dalam menghadapi krisis masa transisi.

Kenyataan tidak dapat kita ingkari,siapapun dari kita ini kalau tidak didahlui mati,tentu akan berhadapan dengan krisis usia lanjut.Semua wanita lambat atau cepat akan menyadari bahwa pesonanya akan memudar.Mereka akan sadar bahwa daya tarik tubuhnya semakin berkurang.Orang dapat tetap memuji kecakapannya,sukses dalam profesi,dan nama baiknya,tetapi itu semua baginya tidak lebih dari pensiun di hari tua.Sakit badan tertentu membuat mereka merasakan gangguan kekuatannya dan pemikirannya.Wanita yang telah menjadi usia lanjut akan menjadi cepat marah,mudah tersinggung dan gelisah,tenaganya semakin merosot,semakin lemah.Pagi hari kehilangan daya tariknya,siang hari menjemukan,sore dan malam hari terasa berlangsung panjang dalam sunyi sepi.

Ketika orang mencapai usia lanjut ,ia mengalami kesusahan siang dan malam,sekonyong-konyong apa saja menjadi persoalan misalnya kehidupan profesionalny,hubungan dengan bawahannya dan kehidupan seksualnya.Keluarganya menjadi lebih kecil,karena anak –anak menjadi lebih dewasa dan meninggalkan lingkungan keluarga.Seringkali dirasakan bahwa efisiensi kerjanya merosot dam kreativitasnya menurun.Kebanyakan orang pada umur ini mulai kehilangan kepercayaan diri dan rasa amannya.Apapun yang terjadi membuat dirinya kebingungan.

Sementara itu ia dapat merasa bangga atas keberhasilan generasi baru,sejauh ikut menentukan keberhasilan itu dan dapat menikmati sukses pertamanya.Namun apabila tgenerasi baru ini lambat laun mengambil oper tugasnya,maka ia mulai merasakan bahwa rasa pedih dan cemburu mulai merayapi dirinya yang semula berela hati.Inilah tanda lahiriah pertama mulai berkembangnya krisis orang menua.Adapun secara batiniah,rasa dingin semakin dalam timbul dalam dirinya dan timbul pertanyaan:”hidup terus berlangsung,mungkinkah pada sutu hari aku tidak diperlukan lagi”.Dan pada kesempatan ini dapat muncul gagasan,bahwa ia dapat terhempas dari kehidupan ini.

III.PERUBAHAN PSIKOLOGI DAN SOSIAL PADA USIA LANJUT

Menjadi tua tidak berarti mundur secara psikologis.Dya ingat memang berkurang,sebab orang lebih memperhatikan hal-hal penting,sedangkan yang kurang penting tidakdiingat .Di luar negeri pernah diadakan percobaan mendirikan universitas yang menerima mahasiswa yang sudah berusia lanjut.Ternyat banyak orang yang berusia lanjut yang berhasil.Semangat belajar mereka lebih besar daripada orang-orang muda.Hal ini disebabkan mereka mempunyai pengalaman hidup yang lebih lebih banyak dibandingkan dengan yang muda.

Beberapa masalah sosial dan psikologi yang dihadapi pada usia lanjut antaralain:

1 . Pensiun

Idealnya ,masa pensiun merupakan wktu untuk menikmati hal lain dalam hidup ini,menjadi santai,melaksanakan cita-cita berkelana,aktif dalam bidang sosial dan filsafat.Tetapi kadang-kadang dalam kenyataannya pensiun sering diartikan sebagai ”kehilangan” pekerjaan,penghasilan,kedudukan ,jabatan,peran sosial,dan juga harga diri.

2 . Fungsi Mental

Pada umumnya terjadi penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.Fungsi kognitif meliputi prises belajar,pemahaman,pengertian ,tindakan dan lain-lain menurun,sehingga perilaku cenderung lebih lambat.Usia senja yang menderita demensia,perubahan dan penurunan fungsi kognitif akan lebih jelas dan progresif.

Fungsi psikomotor yang meliputi dorongan kehendak/bertindak pada umumnya mulai melambat sehingga reaksi dan koordinasinya juga menjadi lambat.Sedangkan hal yang positif yaitu dihormati ,dituakan,disegani,lebih bijaksana,lebih hati-hati dalam tindakan,tempat meminta nasehat.Secara garis besar ada 5 tipe kepribadian pada usia senja:

a. Tipe Konstruktif :Orang yang sejak muda dapat menerima fakta dan kehidupan,menjadi tua diterima dengan santai.Mereka memiliki sifat yang toleran dan fleksibel,sehingga lentur dalam menerima kenyataan misalnya pensiyn,kehilangan pasangan dan sebagainya,mereka nrimo tetapi bukan pasrah.

b. Tipe Dependen: Sifat pasif tak berambisi ,optimistik tak dilaksanakan perkawinan terlambat,didominasi oleh istri.Pada usia senja senang karena pensiun dan santai,banyak makan dan menikmati hari libur.Tetepi bila mereka kehilangan pasangan hidupnya merasa kehilangan tempat bergantung yang merupakan masalah besar ,sehingga tidak jarang mereka terus menerus sakit-sakitan dan akhirnya menyusul pasangannya lebih cepat.

c. Tipe Independen (mandiri):Pada masamudanya merupakan orang yang aktif dalam pergaulan sosial,reaksi penyesuaian diri cukup baik dan cenderung menolak tawaran / bantuan orang lain.Keadaan tersebut cenderung dipertahankan sampai usia senja sehingga cemas menghadapi masa tua,misalnya cenderung menunda masa pensiun atau tetap bertahan aktif dalam profesi atau pekerjaannya dan tidak tampak menikmati masa tuanya.

d. Tipe Bermusuhan : Orang yang cenderung menyalahkan orang lain untuk kesalahannya,sering mengeluh,agresif,curiga,riwayat pekerjaan tidak tetap,tidak dapat melihat segi positif pada usia lanjut,takut akan kematian,iri terhadap orang muda.Sering menunjukkan perilaku yang seoalah-olah mencari ketenangan sebagai gambaran yang menggambarkan dirinya tidak tenang.

e. Tipe Benci diri : Orang yang kritis terhadao dirinya ,tidak berambisi dalam pekerjaan.Perkawinan kurang bahagia karena banyak menyesali diri,anak serta pasangan hidupnya,seolah-olah masa lalu yang seharusnya diisi dengan segala keinginan sudah lewat,akhirnya pasrah tetapi tidak ”nrimo”.Hal ini menyebabkan gairah hidup menurun ditambah kenyataan kondisi sosial ekonomi yang menurun ,sehingga banyak mengalami krisis.Tkut akan kematian.

3 . Kehilangan pasangan

Kematian pasangannya merupakan stress psikososial yang sangat berat.

4 . Fungsi Seksual

Sering menurun karena penyakit fisik seperti jantung koroner,diabetes melitus,artritis.Akibatnya harus makan obat anti hipertensi,anti diabetika,steroida,obat penenang.Sebagian usia senja harus menjalani pembedahan seperti prostatektomi.Menderita vagintis dan malnutrisi.

5 . Menemukan Kebahagiaan

Bentuk-bentuk pernyataan kebahagiaan dan kegembiraan yang khas pada masa muda ,tidak lagi mempunyai daya tarik pada masa usia senja.Ada beberapa kegiatan menarik yang tidak bisa dilaksanakan,misalnya kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik misalnya olah raga atau perjalanan jauh

Kebahagiaan di masa lampau sewaktu masih muda,kini bagi kebanyakan usia senja hal-hal tersebut hanya menjadi kenangan.Bagi usia senja,tidaklah menguntungkan untuk bermimpi diluar jangkauannya.Dalam hidup ini tahap demi tahap orang harus mengembangkan minat pada hal-halyang memberikan kegembiraan apabila mau menjadi orang sepenuhnya.

Setiap orang harus menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan kebahagiaan di masa tuanya.Bagi sementara orang bisa terjadi,cuculah yang menjadi sumber kesenangan dan kepuasan.Orang lain mengembangkan perhatiannya di bidang seni,musik dan buku-buku.

7 . Kematangan Iman

Setelah seseorang. Memasuki usia tua ,banyak terjadi persoalan-persoalan mengenai kesehatan ,dorongan seksual,jaminan ekonomi.Hal-hal seperti ini nampak tidak stabil lagi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.Maka tidaklah mengherankan apabila timbul kebimbangan iman.Orang akan mempunyai problema yang berat,apabila imannya tidak berkembang matang.

Pada usia senja,iman kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu diperdalam dan dimatangkan,agar persoalan-persoalan yang dihadapi tidak menjadi terlalu berat.

8 . Menemukan Makna Hidup.

Salah satu persoalan pokok orang usia senja ialah pemikiran yang menakutkan bahwa mungkin dirinya sudah tidak berarti lagi.Dia merasa dirinya sudah tidak diperlukan lagi ditempat kerjanya,dalam keluarga dan masyarakat.Banyak orang usia senja yang menderita neurosis dan bermacam-macam ketidakseimbangan mental kaena kekosongan dan tidak adanya tujuan hidup di masa senja.

Pada usia senja,seseorang harus dapat menemukan kembali makna hidupnya.Menemukan kembali makna hidup pada masa senja tergantung pada kesehatan,kemampuan dan situasi konkrit kehodupan pribadi yang bersangkutan.

Bagi beberapa orang,merawat cucu-cucunya dapat menghilangkan rasa takut dan dapat mengembalikan kesadarn baru akan tujuan hidup dan kegembiraan di usia senja.Banyak orang usia senja merasa lebih muda lagi ketika diminta memberi nasihat . Perasaan berguna dan diperlukan,dapat mengembalikan kepercayaan kepada diri sendiri yang sudah menipis dan memberikan makna hidup baru dan tujuan hidupnya.

9 . Membina Perkawinan Menjadi Satu Kesatuan Yang Baru

Bagi pasnagn suami istri, saat suami pensiun dapat merusak hubungan mereka,tetapi juga dapat menjadi awal hidup bersama yang sempurna.Pada waktu pensiun,istri takut apabila suami mencampuri urusan tumah tangga.Dengan ikut campurnya suami dalam urusan rumah tangga,sering menimbulkan pertengkaran.

Akan tetapi perkawinan dapat juga mengalami perubahan yang sebaliknya.Pada masa suami pensiun hubungan suami istri dapatmenjadi intim.Untuk membina perkawinan menjadi satu kesatuan diperlukan komunikasi ,hubungan yang mendalam antara suami dan istri.

V.KESIMPULAN

Masa usia lanjut merupakan masayang sulit dalam perkembangan hidup seseorang.Menurut kodratnya,manusia menolak pelepasan mahkota hidupnya di dalm proses menjadi tua.

Pada masa ini terjadi perubahan fisik,juga banyak terjadi perubahan psikologi dan sosial.Pada masa usia lanjut seseorangharus bisa menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya,mampu mengahdapai problema kesepian,mulai mendekatkan diri kepada yang kuasa,menerima masatua dengan wajar,berlatih bijaksana,mencapai keutuhan dan menemukan makna hidup.

Penyesuaian diri dengan terjadinya perubahan psikologi dan sosial pada usia lanjut,maka seseoarang akan mampu hidup sehat dan bahagia,bagi para usia lanjut yang sulit menemukan diri dengan berbagai perubahan psikologi maupun sosial,maka mereka tidak bisa menikmati usia senja dengan bahagia.

Rabu, 17 Februari 2010

ALAT KOTRASEPSI

A. Alat Kontrasepsi IUS

Prof. Dr. dr. Biran, SpOG

Hal yang berkaitan dengan kehamilan adalah mengenai perencanaan waktu hamil dan waktu tidak hamil. Prof Biran, seorang pakar obstetri dan ginekologi menjelaskan tentang pemilihan kontrasepsi jangka panjang. Kontrasepsi di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan keluarga berencana (KB).

Untuk skala dunia, sterilisasi wanita merupakan pilihan KB terbesar yaitu sebanyak 29% yang diikuti dengan IUD (Intra Uterine Device) sebanyak 21%. Sedangkan pengguna KB di Indonesia lebih menyukai jenis suntikan yaitu sebesar 35,2% atau sebanyak 9,743,550 wanita, berdasarkan survei BKKBN tahun 2006 lalu.

“KB hormon seperti sistem kafetaria, artinya banyak macamnya dan boleh memilihnya,” jelas Prof Biran. Bentuk KB hormon yang bisa dipilih, antara lain: pil, patches (koyo), injeksi, IUD hormon, cincin vagina dan implant (susuk).

Lebih lanjut, Prof Biran mengemukakan jenis kontrasepsi jangka panjang yang aman dengan brand name Mirena. Mirena merupakan IUS (intra uterine system) hormon yang akan melepaskan levonorgestrel 20 mcg tiap hari. Sekali dipasang, Mirena dapat digunakan selama 5 tahun bahkan lebih.

Sebenarnya Mirena bukan merupakan IUS hormon yang baru ditemukan melainkan penyempurnaan IUS generasi pertama. IUS generasi pertama yang disetujui oleh FDA tahun 1976 yaitu Progestasert.

IUS generasi pertama ini mengandung 38 mg of progesteron, dengan dosis pelepasan 65 µg progesteron tiap hari. Sayangnya, penggunaan Progestasert menyebabkan risiko kehamilan ektopik (hamil di luar rahim) sehingga dilarang penggunaannya sejak musim panas 2001.

Prof Biran yang berpraktek di Klinik Raden Saleh menjelaskan bahwa dengan menggunakan Mirena akan mendapatkan keuntungan penggunaan pil KB dan IUD sekaligus. Beberapa keuntungan pil atau KB oral adalah sangat efektif, mengurangi kehilangan darah akibat menstruasi, dan mengurangi penyakit radang panggul.

Keuntungan IUD adalah tidak membutuhkan motivasi untuk minum pil setiap hari, kerjanya lama, bebas estrogen dan reversibel (artinya bila dilepas akan bisa hamil kembali).

“Selain sperma, kuman penyebab penyakit kelamin juga tidak bisa masuk ke dalam rahim bila menggunakan Mirena,” tambah Prof Biran.

Mirena berfungsi mencegah pertumbuhan sel-sel endometrium (sel-sel dinding rahim), menebalkan cairan sekresi leher rahim dan menimbulkan flek darah tapi jarang menstruasi.

Prof Biran menjelaskan bahwa penggunaan Mirena dapat menyebabkan perubahan pada pola perdarahan (menstruasi). Sekitar 3 bulan sampai 6 bulan setelah pemasangan, hanya terjadi flek & darah menstruasi yang semakin berkurang. Kemudian 6 bulan setelah pemasangan akan menyebabkan terjadinya amenorrhea (tidak menstruasi).

Mirena memiliki bentuk menyerupai huruf T dengan ukuran 32 x 32 mm. IUS ini dapat dipasang di dalam rahim wanita pada saat:

  • Setelah pil KB terakhir atau selama perdarahan (menstruasi).
  • Jika sudah menggunakan IUD copper, dikeluarkan dahulu baru diganti.
  • Sekitar 4-6 minggu setelah melahirkan.
  • Keguguran, segera setelah prosedur pemindahan dilakukan.
  • Wanita usia akhir 30 tahun untuk melindungi endometrium (sel-sel uterus).

“Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan IUS ini dapat mengganggu hubungan suami istri,” ungkap Prof Biran. Hal ini disebabkan oleh adanya benang di ujung bawah IUS yang mungkin dapat mengiritasi alat kelamin suami. Untuk mengatasinya, benang tersebut bisa dipotong.

Menurut Prof Biran, penggunaan produk hormon memang dapat menyebabkan kanker bila dalam kadar yang tinggi dan tidak bisa dikendalikan. Namun, IUS ini mengandung hormon yang sudah digunakan dalam bentuk pil dan susuk sehingga keamanannya sudah terbukti. Efektivitas Mirena sebagai kontrasepsi dikarenakan pelepasan levonorgestrel yang terkendali setiap harinya sebanyak 20 mcg.


B. Masa Hamil dan Persalinan

Dr. Watt Wing Fong

Memulai suatu keluarga merupakan babak baru dalam kehidupan. Untuk yang baru pertama kali yang belum punya pengalaman terutama hamil tentunya akan merasa was-was. Mana mitos dan mana yang fakta?Apa yang harus dipercaya atau siapa yang harus dipercaya?

Dr. Watt Wing Fong, konsultan Obstetric & Gynecology dari Raffles Hospital menjelaskan panjang lebar mengenai informasi seputar kehamilan dan persalinan dalam seminar Pregnancy 101.

“Perubahan fisik dan psikologis dapat terjadi saat hamil,” jelas Dr. Watt. Kehamilan terdiri dari 3 tahap yang dikenal dengan trimester ke-1 (dari awal sampai minggu ke-12), trimester ke-2 (minggu ke-12 sampai minggu ke-28) dan trimester ke-3 (minggu ke-28 sampai melahirkan).

Penting untuk mengetahui apa yang terjadi pada setiap trimester tersebut dan cara mengatasinya sehingga anda bisa menjalankan kehamilan dengan baik.


Trimester 1 : 12 minggu

Pada trimester 1 terjadi yang biasa disebut morning sickness yang ditandai dengan mual, perubahan selera makan, masuk angin /bersendawa, lelah, buang air kecil terus menerus, berat badan turun, perdarahan dan rasa sakit.

Hal-hal tersebut tentu akan mengganggu kehidupan sehari-hari. Untuk mengatasi morning sickness, hindari makanan yang membuat gejalanya semakin memburuk. Sebaiknya makan sedikit tapi sering dan jika terasa mengganggu boleh minum obat anti mual/muntah.

Untuk mengatasi masuk angin/bersendawa, makanlah kentang manis atau makanan yang mengandung gas. Disamping itu, makanlah dalam porsi yang sedikit tapi sering. Sebaiknya pilihlah makanan yang mudah dicerna dan menurut Dr. Watt, dibolehkan untuk minum yang mengandung gas untuk memudahkan melepaskan gas.

Pada trimester 1 ini wanita hamil tidak perlu menghindari makanan, melainkan lakukanlah diet seimbang yang rendah garam dan rendah lemak, makanan yang berserat tinggi seperti sayuran dan buah-buahan. Pilihlah ikan atau daging putih dibandingkan daging merah. Minumlah vitamin dan mineral yang cukup terutama asam folat.

Hal yang perlu dihindari oleh wanita hamil adalah minum alkohol, merokok, makanan yang tidak dimasak atau tidak higienis.

Obat-obatan seperti obat penurun panas, obat batuk, obat mual dan muntah, obat diare umumnya aman dikonsumsi oleh wanita hamil.

Namun yang perlu dihindari adalah obat jerawat yang mengandung isotretinoin dan antibiotik tetrasiklin yang dapat mempengaruhi janin. Selain itu, hindari juga bahan kimia seperti saat facial, cat rambut, produk kecantikan/pelangsing.


Trimester ke-2 (12-28 minggu)

Pada trimester ke-2, morning sickness cenderung membaik, perut membuncit, gerakan jabang bayi mulai terasa pada minggu 20 sampai 22. Wanita hamil akan merasa kelelahan, sakit punggung dan napas pendek.

Mungkin juga mengalami tekanan darah rendah. Sama seperti pada trimester 1, buang air kecil terus menerus ditambah dengan konstipasi, kram perut dan stretch marks yang mulai muncul.

Saat kondisi lemah, hindari langsung berdiri tiba-tiba. Untuk mengatasi konstipasi yang disebabkan gerakan usus yang kurang akibat kerja dari hormon kehamilan dan diperburuk oleh zat besi, makanlah makanan yang berserat dan minum air putih..

Masalah pembengkakan kaki yang disebabkan retensi air dapat diatasi dengan mengangkat kaki dan menggunakan stoking ketat.

Dokter akan menawarkan untuk dilakukan tes sindrom Down sejak minggu ke-15 pada pasien yang risikonya rendah, dan pemeriksaan cairan ketuban (amniocentesis) sejak minggu ke-16 pada pasien risiko tinggi untuk mendeteksi kromosom yang abnormal.

Pemeriksaan ultrasound dilakukan sekitar minggu ke-20 untuk mendeteksi struktur janin yang abnormal, meskipun hasilnya tidak 100% akurat. Selain itu, dokter akan menawarkan pemeriksaan diabetes pada saat minggu ke-28 pada pasien berisiko tinggi.


Trimester ke-3 (setelah 28 minggu sampai melahirkan)

Trimester terakhir ini ditandai dengan perut yang semakin membuncit, pembengkakan ankle, varises, konstipasi, sakit pinggang, kelelahan, napas pendek, sering buang air kecil, kontraksi tanpa rasa sakit (Sindrom Braxton Hicks), guratan yang terasa gatal.

Dokter akan memantau pertumbuhan janin, tekanan darah dan keberadaan janin di trimester terakhir kehamilan ini. “Segera konsultasi ke dokter bila kontraksi terasa sakit, pecahnya air ketuban, berdarah (risiko bayi prematur), gerakan janin tidak ada atau melemah,” kata Dr. Watt.

Dokter akan melakukan ultrasound untuk mengetahui kadar air amnion, mendeteksi bayi saat distress, pemeriksaan vagina untuk menentukan pembukaan leher rahim, mendiskusikan cara melahirkan, pilihan pereda nyeri, bila memerlukan induksi sampai caesar untuk kasus tertentu.

KESEHATAN IBU DAN ANAK : PERSEPSI BUDAYA DAN DAMPAK KESEHATANNYA

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm%20linda2.pdf
LINDA T. MAAS
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan :
Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak. Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian halnya dengan angka kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini tidak menunjukkan penurunan yang berarti. SKRT 1994 menunjukkan hahwa MMR sebesar 400 – 450 per 100.000 persalinan.
Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISP A, diare dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir dengan kematian. Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
Makanan, penyakit dan kesehatan anak.
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan, namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
©2004 Digitized by USU digital library 1
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur.
Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990).
Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistem teori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat
dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit- penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-lain.
©2004 Digitized by USU digital library 2
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk angin" yang dipersepsikan sebagai "mendinginnya" badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.
Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan kuratif penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatan umum dalam masyarakat (Klienman, 1980). Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan moderen. Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu, apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen. Tindakan pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering dilakukan dalam upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai "health seeking behavior". Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke petugas kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.
Kehamilan, persalinan dan kematian ibu.
Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program Safe Motherhood yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan kesehatan wanita terutama paada masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Pacta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Pada penelitian yang dilakukan yang dilakukan di RS Hasan Sadikin, Bandung, dan 132 ibu yang meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan kehamilannya atau baru datang pertama kali pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo, 1993). Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
©2004 Digitized by USU digital library 3
dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pacta saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dari data SKRT 1986 terlihat bahwa prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia sebesar 73,7%, dan angka menurun dengan adanya program-program perbaikan gizi menjadi 33% pada tahun 1995. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak
©2004 Digitized by USU digital library 4
dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan.
lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis, . penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
lmplikasi terhadap kebijakan pembangunan KIA.
Uraian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak melalui program-program pembangunan kesehatan perlu memperhatikan aspek-aspek sosial-budaya masyarakat. Menempatkan petugas kesehatan dan membangun fasilitas kesehatan semata tidaklah cukup untuk mengatasi masalah-masalah KIA di suatu daerah. Seperti diketahui ternyata perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau merugikan kesehatan banyak sekali dipengaruhi oleh faktor sosial budaya.
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda sekali dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda disesuaikan dengan keyakinan ataupun kepercayaan-kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak
©2004 Digitized by USU digital library 5
menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan. Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Mengingat bahwa dari indikator-indikator yang ada menunjukkan derajat kesehatan ibu dan anak masih perlu diingkatkan, maka dalam upaya perbaikannya perlu pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara holistik dan integratif yang tidak hanya terbatas pada bidang kesehatan secara medis saja tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Dalam hal melakukan upaya-upaya perbaikan perlu disadari bahwa hubungan ibu dan anak sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu akan dapat secara langsung mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai dari kandungan maupun setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali menempatkan konteks reproduksi dalam program KIA sehingga diharapkan kondisi kesehatan seseorang benar-benar dapat terpelihara sesuai dengan konsep medis yang tepat sejak ia berada dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa remaja hingga dewasa.
Kepustakaan :
Central Bureau of Statistics et al 1995 Indonesia DemograQhic and health Survey
Departemen Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan Indonesia 1994, Pusat Data Kesehatan, Jakarta
Foster, George M dan Barbara G. Anderson 1986 Antropologi Kesehatan, diterjemahkan oleh Meutia F. Swasono dan Prijanti Pakan. Jakarta: UI Press
Iskandar, Meiwita B., et al 1996 Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian, Universitas Indonesia.
Kalangi, Nico S 1994 Kebudayaan dan Kesehatan, Jakarta: Megapoin.
Koentjaraningrat dan A.A Loedin 1985 llmu-ilmu sosial dalam Pembangunan Kesehatan, Jakarta: PT Gramedia.
Raharjo, Yulfita dan Lorraine Comer 1990 "Cultur Attitudes to health and sickness in public Health programs: a demand-creation approach using data from West Aceh, Indonesia",Health Transition: The Cultural. Social and Behavioral determinants of Health, volume 11. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.
Reddy, P.H. 1990 "Dietary practices during pregnancy, lactation and infaancy : Implications for Health", Health Transition : The Culture. Social and Behavioral determinants of Health, volume II. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.
Wibowo, Adik 1993 Kesehatan Ibu di Indonesia: Status "Praesens" dan Masalah yang
dihadapi di lapangan. Makalah yang dibawakan pada Seminar " Wanita dan Kesehatan", Pusat Kaajian Wanita FISIP UI, di Jakarta
©2004 Digitized by USU digital library 6

Logo LENSA Komunika