Awie Trans

Rabu, 17 Februari 2010

ALAT KOTRASEPSI

A. Alat Kontrasepsi IUS

Prof. Dr. dr. Biran, SpOG

Hal yang berkaitan dengan kehamilan adalah mengenai perencanaan waktu hamil dan waktu tidak hamil. Prof Biran, seorang pakar obstetri dan ginekologi menjelaskan tentang pemilihan kontrasepsi jangka panjang. Kontrasepsi di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan keluarga berencana (KB).

Untuk skala dunia, sterilisasi wanita merupakan pilihan KB terbesar yaitu sebanyak 29% yang diikuti dengan IUD (Intra Uterine Device) sebanyak 21%. Sedangkan pengguna KB di Indonesia lebih menyukai jenis suntikan yaitu sebesar 35,2% atau sebanyak 9,743,550 wanita, berdasarkan survei BKKBN tahun 2006 lalu.

“KB hormon seperti sistem kafetaria, artinya banyak macamnya dan boleh memilihnya,” jelas Prof Biran. Bentuk KB hormon yang bisa dipilih, antara lain: pil, patches (koyo), injeksi, IUD hormon, cincin vagina dan implant (susuk).

Lebih lanjut, Prof Biran mengemukakan jenis kontrasepsi jangka panjang yang aman dengan brand name Mirena. Mirena merupakan IUS (intra uterine system) hormon yang akan melepaskan levonorgestrel 20 mcg tiap hari. Sekali dipasang, Mirena dapat digunakan selama 5 tahun bahkan lebih.

Sebenarnya Mirena bukan merupakan IUS hormon yang baru ditemukan melainkan penyempurnaan IUS generasi pertama. IUS generasi pertama yang disetujui oleh FDA tahun 1976 yaitu Progestasert.

IUS generasi pertama ini mengandung 38 mg of progesteron, dengan dosis pelepasan 65 µg progesteron tiap hari. Sayangnya, penggunaan Progestasert menyebabkan risiko kehamilan ektopik (hamil di luar rahim) sehingga dilarang penggunaannya sejak musim panas 2001.

Prof Biran yang berpraktek di Klinik Raden Saleh menjelaskan bahwa dengan menggunakan Mirena akan mendapatkan keuntungan penggunaan pil KB dan IUD sekaligus. Beberapa keuntungan pil atau KB oral adalah sangat efektif, mengurangi kehilangan darah akibat menstruasi, dan mengurangi penyakit radang panggul.

Keuntungan IUD adalah tidak membutuhkan motivasi untuk minum pil setiap hari, kerjanya lama, bebas estrogen dan reversibel (artinya bila dilepas akan bisa hamil kembali).

“Selain sperma, kuman penyebab penyakit kelamin juga tidak bisa masuk ke dalam rahim bila menggunakan Mirena,” tambah Prof Biran.

Mirena berfungsi mencegah pertumbuhan sel-sel endometrium (sel-sel dinding rahim), menebalkan cairan sekresi leher rahim dan menimbulkan flek darah tapi jarang menstruasi.

Prof Biran menjelaskan bahwa penggunaan Mirena dapat menyebabkan perubahan pada pola perdarahan (menstruasi). Sekitar 3 bulan sampai 6 bulan setelah pemasangan, hanya terjadi flek & darah menstruasi yang semakin berkurang. Kemudian 6 bulan setelah pemasangan akan menyebabkan terjadinya amenorrhea (tidak menstruasi).

Mirena memiliki bentuk menyerupai huruf T dengan ukuran 32 x 32 mm. IUS ini dapat dipasang di dalam rahim wanita pada saat:

  • Setelah pil KB terakhir atau selama perdarahan (menstruasi).
  • Jika sudah menggunakan IUD copper, dikeluarkan dahulu baru diganti.
  • Sekitar 4-6 minggu setelah melahirkan.
  • Keguguran, segera setelah prosedur pemindahan dilakukan.
  • Wanita usia akhir 30 tahun untuk melindungi endometrium (sel-sel uterus).

“Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan IUS ini dapat mengganggu hubungan suami istri,” ungkap Prof Biran. Hal ini disebabkan oleh adanya benang di ujung bawah IUS yang mungkin dapat mengiritasi alat kelamin suami. Untuk mengatasinya, benang tersebut bisa dipotong.

Menurut Prof Biran, penggunaan produk hormon memang dapat menyebabkan kanker bila dalam kadar yang tinggi dan tidak bisa dikendalikan. Namun, IUS ini mengandung hormon yang sudah digunakan dalam bentuk pil dan susuk sehingga keamanannya sudah terbukti. Efektivitas Mirena sebagai kontrasepsi dikarenakan pelepasan levonorgestrel yang terkendali setiap harinya sebanyak 20 mcg.


B. Masa Hamil dan Persalinan

Dr. Watt Wing Fong

Memulai suatu keluarga merupakan babak baru dalam kehidupan. Untuk yang baru pertama kali yang belum punya pengalaman terutama hamil tentunya akan merasa was-was. Mana mitos dan mana yang fakta?Apa yang harus dipercaya atau siapa yang harus dipercaya?

Dr. Watt Wing Fong, konsultan Obstetric & Gynecology dari Raffles Hospital menjelaskan panjang lebar mengenai informasi seputar kehamilan dan persalinan dalam seminar Pregnancy 101.

“Perubahan fisik dan psikologis dapat terjadi saat hamil,” jelas Dr. Watt. Kehamilan terdiri dari 3 tahap yang dikenal dengan trimester ke-1 (dari awal sampai minggu ke-12), trimester ke-2 (minggu ke-12 sampai minggu ke-28) dan trimester ke-3 (minggu ke-28 sampai melahirkan).

Penting untuk mengetahui apa yang terjadi pada setiap trimester tersebut dan cara mengatasinya sehingga anda bisa menjalankan kehamilan dengan baik.


Trimester 1 : 12 minggu

Pada trimester 1 terjadi yang biasa disebut morning sickness yang ditandai dengan mual, perubahan selera makan, masuk angin /bersendawa, lelah, buang air kecil terus menerus, berat badan turun, perdarahan dan rasa sakit.

Hal-hal tersebut tentu akan mengganggu kehidupan sehari-hari. Untuk mengatasi morning sickness, hindari makanan yang membuat gejalanya semakin memburuk. Sebaiknya makan sedikit tapi sering dan jika terasa mengganggu boleh minum obat anti mual/muntah.

Untuk mengatasi masuk angin/bersendawa, makanlah kentang manis atau makanan yang mengandung gas. Disamping itu, makanlah dalam porsi yang sedikit tapi sering. Sebaiknya pilihlah makanan yang mudah dicerna dan menurut Dr. Watt, dibolehkan untuk minum yang mengandung gas untuk memudahkan melepaskan gas.

Pada trimester 1 ini wanita hamil tidak perlu menghindari makanan, melainkan lakukanlah diet seimbang yang rendah garam dan rendah lemak, makanan yang berserat tinggi seperti sayuran dan buah-buahan. Pilihlah ikan atau daging putih dibandingkan daging merah. Minumlah vitamin dan mineral yang cukup terutama asam folat.

Hal yang perlu dihindari oleh wanita hamil adalah minum alkohol, merokok, makanan yang tidak dimasak atau tidak higienis.

Obat-obatan seperti obat penurun panas, obat batuk, obat mual dan muntah, obat diare umumnya aman dikonsumsi oleh wanita hamil.

Namun yang perlu dihindari adalah obat jerawat yang mengandung isotretinoin dan antibiotik tetrasiklin yang dapat mempengaruhi janin. Selain itu, hindari juga bahan kimia seperti saat facial, cat rambut, produk kecantikan/pelangsing.


Trimester ke-2 (12-28 minggu)

Pada trimester ke-2, morning sickness cenderung membaik, perut membuncit, gerakan jabang bayi mulai terasa pada minggu 20 sampai 22. Wanita hamil akan merasa kelelahan, sakit punggung dan napas pendek.

Mungkin juga mengalami tekanan darah rendah. Sama seperti pada trimester 1, buang air kecil terus menerus ditambah dengan konstipasi, kram perut dan stretch marks yang mulai muncul.

Saat kondisi lemah, hindari langsung berdiri tiba-tiba. Untuk mengatasi konstipasi yang disebabkan gerakan usus yang kurang akibat kerja dari hormon kehamilan dan diperburuk oleh zat besi, makanlah makanan yang berserat dan minum air putih..

Masalah pembengkakan kaki yang disebabkan retensi air dapat diatasi dengan mengangkat kaki dan menggunakan stoking ketat.

Dokter akan menawarkan untuk dilakukan tes sindrom Down sejak minggu ke-15 pada pasien yang risikonya rendah, dan pemeriksaan cairan ketuban (amniocentesis) sejak minggu ke-16 pada pasien risiko tinggi untuk mendeteksi kromosom yang abnormal.

Pemeriksaan ultrasound dilakukan sekitar minggu ke-20 untuk mendeteksi struktur janin yang abnormal, meskipun hasilnya tidak 100% akurat. Selain itu, dokter akan menawarkan pemeriksaan diabetes pada saat minggu ke-28 pada pasien berisiko tinggi.


Trimester ke-3 (setelah 28 minggu sampai melahirkan)

Trimester terakhir ini ditandai dengan perut yang semakin membuncit, pembengkakan ankle, varises, konstipasi, sakit pinggang, kelelahan, napas pendek, sering buang air kecil, kontraksi tanpa rasa sakit (Sindrom Braxton Hicks), guratan yang terasa gatal.

Dokter akan memantau pertumbuhan janin, tekanan darah dan keberadaan janin di trimester terakhir kehamilan ini. “Segera konsultasi ke dokter bila kontraksi terasa sakit, pecahnya air ketuban, berdarah (risiko bayi prematur), gerakan janin tidak ada atau melemah,” kata Dr. Watt.

Dokter akan melakukan ultrasound untuk mengetahui kadar air amnion, mendeteksi bayi saat distress, pemeriksaan vagina untuk menentukan pembukaan leher rahim, mendiskusikan cara melahirkan, pilihan pereda nyeri, bila memerlukan induksi sampai caesar untuk kasus tertentu.

KESEHATAN IBU DAN ANAK : PERSEPSI BUDAYA DAN DAMPAK KESEHATANNYA

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm%20linda2.pdf
LINDA T. MAAS
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan :
Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak. Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian halnya dengan angka kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini tidak menunjukkan penurunan yang berarti. SKRT 1994 menunjukkan hahwa MMR sebesar 400 – 450 per 100.000 persalinan.
Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISP A, diare dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir dengan kematian. Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
Makanan, penyakit dan kesehatan anak.
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan, namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
©2004 Digitized by USU digital library 1
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur.
Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990).
Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistem teori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat
dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit- penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-lain.
©2004 Digitized by USU digital library 2
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk angin" yang dipersepsikan sebagai "mendinginnya" badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.
Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan kuratif penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatan umum dalam masyarakat (Klienman, 1980). Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan moderen. Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu, apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen. Tindakan pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering dilakukan dalam upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai "health seeking behavior". Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke petugas kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.
Kehamilan, persalinan dan kematian ibu.
Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program Safe Motherhood yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan kesehatan wanita terutama paada masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Pacta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Pada penelitian yang dilakukan yang dilakukan di RS Hasan Sadikin, Bandung, dan 132 ibu yang meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan kehamilannya atau baru datang pertama kali pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo, 1993). Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
©2004 Digitized by USU digital library 3
dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pacta saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dari data SKRT 1986 terlihat bahwa prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia sebesar 73,7%, dan angka menurun dengan adanya program-program perbaikan gizi menjadi 33% pada tahun 1995. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak
©2004 Digitized by USU digital library 4
dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan.
lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis, . penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
lmplikasi terhadap kebijakan pembangunan KIA.
Uraian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak melalui program-program pembangunan kesehatan perlu memperhatikan aspek-aspek sosial-budaya masyarakat. Menempatkan petugas kesehatan dan membangun fasilitas kesehatan semata tidaklah cukup untuk mengatasi masalah-masalah KIA di suatu daerah. Seperti diketahui ternyata perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau merugikan kesehatan banyak sekali dipengaruhi oleh faktor sosial budaya.
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda sekali dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda disesuaikan dengan keyakinan ataupun kepercayaan-kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak
©2004 Digitized by USU digital library 5
menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan. Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Mengingat bahwa dari indikator-indikator yang ada menunjukkan derajat kesehatan ibu dan anak masih perlu diingkatkan, maka dalam upaya perbaikannya perlu pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara holistik dan integratif yang tidak hanya terbatas pada bidang kesehatan secara medis saja tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Dalam hal melakukan upaya-upaya perbaikan perlu disadari bahwa hubungan ibu dan anak sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu akan dapat secara langsung mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai dari kandungan maupun setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali menempatkan konteks reproduksi dalam program KIA sehingga diharapkan kondisi kesehatan seseorang benar-benar dapat terpelihara sesuai dengan konsep medis yang tepat sejak ia berada dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa remaja hingga dewasa.
Kepustakaan :
Central Bureau of Statistics et al 1995 Indonesia DemograQhic and health Survey
Departemen Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan Indonesia 1994, Pusat Data Kesehatan, Jakarta
Foster, George M dan Barbara G. Anderson 1986 Antropologi Kesehatan, diterjemahkan oleh Meutia F. Swasono dan Prijanti Pakan. Jakarta: UI Press
Iskandar, Meiwita B., et al 1996 Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian, Universitas Indonesia.
Kalangi, Nico S 1994 Kebudayaan dan Kesehatan, Jakarta: Megapoin.
Koentjaraningrat dan A.A Loedin 1985 llmu-ilmu sosial dalam Pembangunan Kesehatan, Jakarta: PT Gramedia.
Raharjo, Yulfita dan Lorraine Comer 1990 "Cultur Attitudes to health and sickness in public Health programs: a demand-creation approach using data from West Aceh, Indonesia",Health Transition: The Cultural. Social and Behavioral determinants of Health, volume 11. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.
Reddy, P.H. 1990 "Dietary practices during pregnancy, lactation and infaancy : Implications for Health", Health Transition : The Culture. Social and Behavioral determinants of Health, volume II. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.
Wibowo, Adik 1993 Kesehatan Ibu di Indonesia: Status "Praesens" dan Masalah yang
dihadapi di lapangan. Makalah yang dibawakan pada Seminar " Wanita dan Kesehatan", Pusat Kaajian Wanita FISIP UI, di Jakarta
©2004 Digitized by USU digital library 6

Logo LENSA Komunika