Awie Trans

Sabtu, 20 Desember 2008

Mengenal Formalin Jumat, 30 Desember 2005

Dkirim oleh ruslan muchtar


PEMBERITAAN mengenai formalin demikian gencar akhir-akhir ini. Padahal, penggunaan formalin pada makanan bukan hal baru dan sudah lama. Sebenarnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999 melarang penggunaan bahan kimia formalin untuk makanan.

Baru-baru ini, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) Jakarta membuktikan aneka ragam ikan, mie, tahu dan kwetiau mengandung formalin.

Bagi kebanyakan orang, formalin adalah bahan yang lazim digunakan untuk pengawet mayat. Formalin mempunyai sifat khas dibanding disinfektan lain, sehingga lebih dipilih untuk mengawetkan mayat.

Formalin berasal dari larutan formaldehida dalam air dan pelarut lain, umumnya metanol yang berfungsi sebagai stabilisator, mempunyai cara yang unik dalam sifatnya sebagai disinfektan. Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan.

Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila disinfektan lainnya, seperti tetracycline, amikacin, baytril, mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya.


Berbagai Produk

Keberadaan formaldehida sendiri ada dalam berbagai macam produk. Formaldehida juga ditemukan pada asap rokok dan udara yang tercemar asap kendaraan bermotor. Selain itu bisa didapat juga pada produk-produk termasuk antiseptik, obat, cairan pencuci piring, pelembut cucian, perawatan sepatu, pembersih karpet, dan bahan adhesif. Formaldehida juga ada dalam kayu lapis terutama bila masih baru. Kadar formaldehida akan turun seiring berjalannya waktu.

Jika seseorang membeli furnitur baru, sebaiknya selalu membuka jendela untuk menurunkan kadar formaldehida dalam ruangan.

Formaldehida secara natural sudah ada dalam bahan makanan mentah dalam kisaran 1 mg per kg hingga 90 mg per kg. Selain dikenal sebagai formalin, nama dagang formaldehida sendiri sangat beragam, di antaranya ivalon, quaternium-15, lysoform, formalith, BVF, metylene oxide, morbicid, formol, superlsoform dan lain-lain. Quaternium-15 ditemukan di hampir semua jenis produk perawatan.

Dan jangan heran bila formalin merupakan bahan yang biasa dipakai antara lain dalam sampo bayi, deodoran, parfum, cat rambut, cairan penyegar mulut, pasta gigi.

Sekarang, sejauh mana kadar toleransi pemakaian bahan kimia untuk berbagai produk, terutama produk kebutuhan rumah tangga?

Suatu bahan kimia dikatakan beracun bila berada di atas ambang batas yang diperbolehkan. American Conference of Governmental and Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan ambang batas (Threshold Limit Value/TLV) untuk formaldehida adalah 0,4 ppm. Sementara National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) merekomendasikan paparan limit untuk para pekerja adalah 0,016 ppm selama periode 8 jam, sedangkan untuk 15 menit 0,1 ppm.

Dalam International Programme on Chemical Safety (IPCS) disebutkan bahwa batas toleransi formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg.

Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari.

Hampir semua jaringan di tubuh mempunyai kemampuan untuk memecah dan memetabolisme formaldehida. Salah satunya membentuk asam format dan dikeluarkan melalui urine. Formaldehida dapat dikeluarkan sebagai CO2 dari dalam tubuh. Tubuh juga diperkirakan bisa memetabolisme formaldehida bereaksi dengan DNA atau protein untuk membentuk molekul yang lebih besar sebagai bahan tambahan DNA atau protein tubuh.

Formaldehida tidak disimpan dalam jaringan lemak. NIOSH menyatakan formaldehida berbahaya bagi kesehatan pada kadar 20 ppm. Sedangkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS), formaldehida dicurigai bersifat kanker.


Ambang Batas

Bila melihat ambang batas toleransi, ikan asin sotong yang diteliti Balai Besar POM, sebelum dicuci mempunyai kandungan formalin 6,77 ppm. Setelah dicuci tinggal 5,62 ppm atau 5,62 mg formalin dalam setiap 1 kg ikan asin sotong. Berdasarkan data tersebut, tubuh kemungkinan masih bisa menoleransi kandungan formaldehida bila dalam satu hari kita makan ikan asin dalam jumlah sekitar 2,5 kg. Dengan catatan, asupan formalin hanya dari ikan asin.

Berdasarkan informasi ini, sebaiknya dibuat nilai ambang batas yang jelas, dan menjelaskan ke masyarakat mengenai kandungan formalin yang berbahaya bagi kesehatan.

Selain itu, diperlukan cara mendidik produsen atau pedagang mengenai tingkat bahaya dan risiko yang dihadapi. Dengan demikian masyarakat tidak panik dan menolak semua bahan yang diperkirakan mengandung formalin.

Sebab formalin secara alamiah sudah ada di alam. Dan formalin menjadi berbahaya tidak saja ketika bercampur makanan, tetapi juga dalam udara dan masuk melalui pernapasan maupun kulit. (A-22)

Mewaspadai Virus Hepatitis C

Materi dikirim oleh sahabat. (ruslan muchtar )


Di antara tujuh jenis virus hepatitis, virus hepatitis C (VHC) adalah salah satunya yang wajib Anda waspadai. Virus yang menyebabkan infeksi pada hati (lever) ini secara genetik amat variatif, dan paling sering menyebabkan gejala sisa berupa hepatitis kronik, sirosis hati (kekerasan hati), dan kanker hati primer.

Dibandingkan dengan hepatitis B, VHC lebih ganas dan lebih sering menyebabkan penyakit hati menahun. Replikasi (pertumbuhan) virus ini juga sangat cepat hingga bisa mencapai 10 triliun sehari.

Selain virus hepatitis B dan C, terdapat lima virus hepatitis lainnya yakni hepatitis A, D, E, G, dan TT. Perbedaan antara virus hepatitis ini terletak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

Hal penting yang perlu Anda catat, infeksi VHC bisa menular, yakni melalui darah. Adapun jalan utama penularannya adalah melalui transfusi darah atau produk darah yang belum di-skrining, pemakaian berulang jarum suntik (seperti kerap dilakukan oleh para pecandu narkoba suntik) atau alat medis lainnya yang tidak steril, dan tindik (telinga, hidung, bagian tubuh lain) dengan peralatan yang tidak steril. Data menunjukkan, sekitar 90 persen penderita hepatitis C di negara-negara maju adalah para pengguna atau mantan pengguna narkoba suntik, dan mereka yang pernah menerima transfusi darah atau produk darah yang tidak di-skrining.

Infeksi hepatitis C disebut juga sebagai infeksi terselubung. Ini karena infeksi dini VHC bisa jadi tidak bergejala atau bergejala ringan dan tidak khas sehingga umumnya terlewatkan dari pengamatan si penderita. Alhasil, ia pun tak berusaha mencari pengobatan ke dokter.

Di Indonesia, diperkirakan 90 persen penderita tidak sadar bahwa mereka terinfeksi. Banyaknya orang yang tidak terdiagnosis ini, tentu memiliki dampak serius karena mereka bisa bertindak sebagai carrier (pembawa virus) dan menularkan virus itu ke orang lain tanpa sadar.

Sebagian besar orang yang terinfeksi, pada awalnya merasa sehat dan tidak menunjukkan gejala. Barulah, dalam tempo 10 - 20 tahun kemudian, gejala serius seperti penyakit kuning mulai muncul. Bahkan sejumlah pasien mengalami gejala yang progresif sehingga cangkok hati menjadi satu-satunya pilihan untuk menolong penderita.

Penyebab kematian
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, sekitar tiga persen atau 170 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini. Penderita hepatitis C, menurut WHO, akan terus bertambah seiring laju pertambahan infeksi baru yang mencapai 3-4 juta setiap tahun. Tak pelak, hepatitis C pun kini masuk dalam kelompok 10 besar penyebab kematian umat manusia.

Bagaimana di Indonesia? Prof dr LA Lesmana PhD SpPD-KGEH FACP FACG mengatakan, angka kejadian hepatitis C di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun bila memakai acuan angka kejadian rata-rata dunia yakni tiga persen, lalu dikalikan dengan sekitar 220 juta penduduk Indonesia maka akan diperoleh angka sekitar tujuh juta. Artinya, kira-kira terdapat tujuh juta penduduk Indonesia yang mengidap virus berbahaya ini. ''Prevalensi penyakit hepatitis C di negara-negara Afrika, Mediterania Timur, kawasan Pasifik Barat, dan Asia Tenggara, lebih tinggi dibandingkan dengan Eropa Barat dan Amerika Utara,'' tutur konsultan penyakit dalam-gastroenterologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta ini.

Memang, sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah penyakit ini. Walau begitu, infeksi VHC bisa disembuhkan asal diperiksa dan diobati sedini mungkin. Dalam hal ini, ada empat jenis pemeriksaan utama yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis dan memantau infeksi VHC, yaitu uji Elisa anti-VHC, VHC kualitatif, tes genotipe, dan tes kesehatan hati.

Uji VHC kualitatif dilakukan jika tes Elisa menunjukkan, seseorang telah terpapar VHC. Untuk ini, dokter akan melakukan pemeriksaan VHC-PCR (Polymerase Chain Reaction). Sementara tes genotipe dilakukan untuk menentukan jenis VHC yang menginfeksi seseorang. Hasil tes ini akan menentukan lama pengobatan yang akan diberikan dokter.

Tes kesehatan hati meliputi ALT, yaitu tes darah yang mengukur enzim alanine amino-transferase yang biasanya terdapat dalam hati. Peningkatan ALT menandakan adanya suatu infeksi di hati. Ada kalanya juga dilakukan biopsi hati (dianjurkan, tapi tidak wajib). Ini adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengangkat sedikit jaringan hati untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui tingkat kerusakan hati atau menentukan bentuk penyakit hati lainnya. Tes umum lainnya adalah tes kimiawi darah, mengukur kadar trombosit, dan waktu protrombin.

VHC, pada dasarnya, tidak menular melalui kontak biasa seperti berpelukan, bersin, batuk, atau duduk berdekatan dengan pengidap Hepatitis C. Hepatitis C juga jarang ditularkan lewat aktivitas seksual, namun ada kecenderungan bahwa mereka yang memiliki banyak pasangan seksual juga berisiko lebih tinggi terinfeksi VHC. Jadi, hati-hatilah.
(bur

Kamis, 18 Desember 2008

Tugas Keperawatan Gerontik

Buat Makalah perindividu.....
(Kasus Tidak boleh sama antara satu dengan yang lain)

a. 6 Halaman (isi) spasi 1. Ukuran kertas A4. Margin 2 2 2 2.
Terdiri dari : Kata pengantar, daftar isi, Isi (terjabarkan dalam bentuk BAB BAB)
Kata pengantar dan daftar isi serta daftar pustaka tidak dihitung sebagai isi
b. Kirim ke Email : awie_ners@yahoo.com
c. Batas waktu 31 Desember 2008
c. Cantumkan sumber bacaan (daftar pustaka) maksimal 5 tahun lalu (tahun 2003)



1. 1-12 Askep Lansia dengan Masalah Muskuloskeletas
2. 13 - 24 Askep Lansia dengan Masalah Persarafan
3. 25 - 37 Askep lansia dengan Gangguan Jiwa

Logo LENSA Komunika