Awie Trans

Selasa, 25 November 2008

halusinasi Penglihatan Trisnawati

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang masalah
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005).
Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), dr H Syafii Ahmad MPH, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, 2007).
Menurut Prof.Dr Azrul Azwar, Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO) memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data studi World Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) disebabkan oleh masalah gangguan kesehatan jiwa yang menunjukkan dampak lebih besar dari TBC (7,2%), kanker (5,8%, jantung (4,4%, dan malaria (2,6%). (www.kbi.gemari.or.id : 11 Oktober 2001, diambil tanggal 21 November 2008).
Menurut Prof. Dr. Azrul Azwar Mph, Dirjen Bina Kesehatan masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada di masyarakat. Adapun jenis gangguan kesehatan jiwa yang banyak diderita masyarakat Indonesia antara lain psikosis, demensia, retardasi mental, mental emosional usia 4-15 tahun, mental emosional lebih dari 15 tahun dan gangguan kesehatan jiwa lainnya. (www.kbi.gemari.or.id : 11 Oktober 2005, diambil tanggal 21 November 2008).
Gangguan-gangguan tersebut menunjukkan seperti klien berbicara sendiri, mata melihat kekanan-kekiri, jalan mondar-mandir, sering tersenyum sendiri dan sering mendengar suara-suara. Sedangkan halusinasi adalah merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan. dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra yaitu persepsi palsu. (Maramis, 2005).
Berdasarkan data dari Medical Record BPRS Dadi Makassar Profinsi Sulaweai Selatan menunjukkan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 (Januari- Maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang.
Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat dibutuhkan asuhan keperawatan yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”Asuhan Keperawatan perubahan sensori halusinasi penglihatan pada klien Tn ”K” di bangsal Sawit BPRS Dadi Sulawesi Selatan Tanggal tahun 2008.
B. Tujuan Penulisan
Untuk lebih jelas apa yang ingin dicapai atau diungkapkan dalam karya tulis ini, penulis mengemukakan pokok tujuan penulisan sebagai berikut.
1) Tujuan Umum
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah memberikan gambaran nyata tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan di BPRS Dadi Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
2) Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
c. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
d. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
e. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan.
f. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatkan.
C. Manfaat Penulisan
Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat digunakan untuk :
1. Akademik
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi pendidikan D III keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan keperawatan dimasa yang akan datang.
2. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di RS dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya dengan kasus halusinasi penglihatan.
3. Klien dan Keluarga
Sebagai bahan masukan bagi klien dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya, juga dapat memberikan kepuasan bagi keluarga klien atas asuhan keperawatan yang diberikan.
4. Tenaga Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) bagi instansi terkait khususnya di dalam meningkatkan pelayanan perawatan pada klien dengan halusinasi penlihatan.
D. Metodologi penulisan
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut:
1) Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasus
Pelaksanaan pengambilan kasus dilakukan di bangsal sawit BPRS Dadi Makassar pada tahun 2008.
2) Teknik pengumpulan data
Penulis melakukan asuhan keperawatan secara langsung terhadap kasus halusinasi penglihatan dengan melakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Yaitu penulis membaca referensi yang mempunyai hubungan dengan konsep dan teori yang terkait dengan halusinasi penglihatan.
b. Tehnik Observasi
Penulis secara langsung melakukan pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung terhaadap perilaku klien sehari-hari.
c. Tehnik Wawancaran
Penulis melakukan tanya jawab secara langsung pada klien, keluarga, perawat, dan pihak lain yang dapat memberikan data dan informasi yang akurat.
d. Dokumentasi
Penulis mengumpulkan data dari status klien, catatan keperawatan di serta mengadakan diskusi dengan tim kesehatan untuk dianalisa sebagai data yang mendukung masalah klien.

Senin, 24 November 2008

Berapa jumlah Gangguan Jiwa?

Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa, dengan empat jenis penyakit langsung yang ditimbulkannya yaitu depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, dan skizofrenia.
Sementara Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan gangguan jiwa di seluruh dunia telah menjadi masalah serius. Pada 2001 terdapat 450 juta orang dewasa yang mengalami gangguan jiwa.
Menurut Ketua Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Irmansyah, satu dari lima orang dewasa pernah mengalami gangguan jiwa dari jenis biasa sampai yang serius.
Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk, merupakan penyakit yang sering dijumpai pada semua lapisan masyarakat. Dapat dialami oleh siapa saja, bukan hanya dimiliki oleh mereka yang hidup mapan, kata Spesialis Kesehatan Jiwa FKUI itu dalam wokhshop Upaya perlindungan terhadap penderita gangguan jiwa baru-baru ini di Jakarta.
Irmansyah menuturkan penderita gangguan jiwa di Indonesia adalah kelompok masyarakat yang rentan untuk mengalami berbagai pelanggaran HAM (ham asasi manusia) dan diperlakukan tidak adil. Pelanggaran HAM itu terjadi karena adanya stigma dan diskriminasi, pemahaman yang salah serta tidak ada atau kurang memadainya peraturan yang melindungi penderita.
Dia menyebutkan kesehatan mental merupakan suatu kesejahteraan, yaitu seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu mengatasi tekanan kehidupan normal, dapat hidup dengan produktif dan mampu untuk memberikan kontribusi pada masyarakat.
Jadi jelas kesehatan mental lebih dari sekadar terbebas dari gangguan mental, dan sangat penting bagi seseorang, keluarga dan masyarakatnya.
Sebagai penyakit, katanya, gangguan jiwa mempunyai banyak bentuk gejala. Dalam klasifikasi yang dipakai di Indonesia, Pedoman Penggolongan Gangguan jiwa terdapat lebih dari seratus penyakit. Penggolongan ini penting karena tiap jenis gangguan memiliki cara pengobatan sendiri.
Beberapa contoh gangguan jiwa yang sering, katanya, a.l. gangguan jiwa serius seperti skizofrenia, ansietas (kecemasan) dan depresi. Sebenarnya setiap jenis gangguan ada variasi yang luas dari yang ringan hingga berat. Sehingga penyebutan gangguan jiwa untuk semua jenis gangguan jiwa dapat membuat salah pengertian dan menyesatkan, ujarnya.
Gangguan jiwa serius gejalanya disebut psikosis seperti mendengar suara-suara saat tidak ada orang lain di sekitarnya, kepercayaan yang aneh atau ketakutan-ketakutan, kebingungan, perilaku yang agitatif, emosional atau berbicara ngawur.
Irmansyah menambahkan gejala-gejala psikologis bukan berarti penderita itu adalah orang yang jahat, aneh, bodoh, pemalas atau orang yang jorok.
Mereka hanyalah seorang dengan gangguan jiwa, seorang yang menderita penyakit. Begitu juga orang dengan ansietas dan depresi. Mereka bukan orang yang lemah, hilang ingatan, atau orang dengan masalah kepribadian, tapi mereka adalah orang dengan kondisi medis yang memerlukan pengobatan, katanya.
Dia menuturkan semua gangguan jiwa dapat mengganggu fungsi kehidupan seseorang, karena gejala ansietas, depresi dan psikosis kehidupan rutin, kehidupan sosial, pekerjaan serta kehidupan dalam keluarga jadi terganggu.
Karena itu, lanjutnya, seseorang dengan gangguan jiwa apapun itu, harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin kerugikan penderita, keluarga dan masyarakat.
Sayangnya, ujarnya, untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang besar di Indonesia tidak didukung oleh sumber-sumber tenaga, fasilitas maupun kebijakan kesehatan mental yang memadai.
Secara keseluruhan sumber daya yang kita miliki masih jauh dari mencukupi. Tempat tidur untuk pasien gangguan mental hanya tersedia 0,4:10.000 penduduk, begitu juga dengan tenaga profesional. Psikiater, misalnya, hanya 1:500.000 penduduk, tenaga profesional juga jauh dari mencukupi, kata Irmansyah.
Sumber: Bisnis Indonesia

Kelainan Jiwa Pada Masa Kanak-kanak

DEFINISI

KELAINAN DESINTEGRATIF PADA MASA KANAK-KANAK

Pada Kelainan Desintegratif Pada Masa Kanak-kanak (Psikosa Desintegratif, Sindroma Heller), seorang anak yang tampaknya normal, setelah berumur 3 tahun mulai berlaku seperti anak dibawah umur 3 tahun (terjadi kemunduran fungsi kecerdasan, sosial dan bahasa, yang sebelumnya normal).

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kadang ditemukan kelainan otak degeneratif.
Anak mengalami penurunan kemampuan berkomunikasi, kemunduran perilaku non-verbal dan hilangnya ketrampilan tertentu.

Gejalanya berupa:
- penurunan kemampuan bersosialisasi
- penurunan pengendalian buang air besar dan berkemih
- penurunan kemampuan berbahasa ekspresif (menyatakan perasaan) atau reseptif (menerima)
- penurunan kemampuan motorik
- kurang mau bermain
- gagal untuk menjalin hubungan dengan anak sebaya
- gangguan perilaku non-verbal
- kosa katanya berkurang
- tidak mampu memulai atau mengikuti suatu percakapan.

Tanda terpenting dari kelainan ini adalah bahwa sampai usia 2 tahun, perkembangan terjadi secara normal, tetapi kemudian terjadi penurunan kemampuan secara bertahap.
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hilangnya/berkurangnya 2 dari 3 area fungsi (fungsi kecerdasan, sosial dan bahasa).

Kelainan desintegratif pada masa kanak-kanak tidak dapat diobati maupun disembuhkan.
Prognosisnya buruk dan jika kemundurannya berat, maka anak akan selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalankan fungsinya.


SKIZOFRENIA PADA MASA KANAK-KANAK

Skizofrenia Pada Masa Kanak-kanak adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perilaku dan pemikiran yang abnormal, yang mulai timbul diantara usia 7 tahun dan awal masa remaja.

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi yang pasti bukan disebabkan oleh pola asuh yang jelek.

Skizofrenia pada masa kanak-kanak biasanya muncul pada usia 7 tahun. Anak mulai menarik diri dari pergaulan, kehilangan minatnya dalam kegiatannya sehari-hari dan mengalami perubahan dalam fikiran dan persepsi (wawasan).

Gejala-gejala lainnya adalah:
- Bloking : tiba-tiba fikirannya terputus/terhambat
- Perseverasi : mengulang respon yang sama terhadap pertanyaan yang berbeda
- Ideas of reference : suatu keyakinan bahwa kata-kata atau sikap orang lain ditujukan kepadanya
- Halusinasi : penginderaan yang tidak berdasarkan atas kenyataan obyektif (melihat, mendengar maupun merasakan sesuatu yang sesungguhnya tidak ada)

- Delusi (waham) : keyakinan yang salah, yang tidak dapat dirubah melalui penalaran atau bujukan
- Emosi tumpul : emosi yang datar; suara maupun ekspresi wajahnya tidak memberikan respon terhadap perubahan emosional (mereka tidak memberikan respon terhadap kejadian yang dalam keadaan normal bisa menyebabkan mereka tertawa atau menangis)
- Paranoid : suatu ketakutan atau kecurigaan bahwa orang lain berencana untuk mencelakakan dirinya atau bahwa orang lain mengendalikan fikirannya
- Pengendalian fikiran : suatu keyakinan bahwa orang lain atau kekuasaan seseorang mengendalikan fikirannya.

Skizofrenia tidak dapat disembuhkan, meskipun beberapa gejala bisa dikendalikan dengan obat-obatan dan psikoterapi.

Obat anti-psikosa bisa membantu memperbaiki beberapa kelainan kimia di dalam otak. Yang sering digunakan adalah tiotiksen dan haloperidol. Tetapi anak-anak lebih peka terhadap efek samping dari obat anti-psikosa, seperti tremor, gerakan yang menjadi lambat dan kejang otot; karena itu pemakaiannya harus diawasi secara ketat.

Jika gejalanya memburuk, untuk sementara waktu anak mungkin perlu dirawat di rumah sakit, sehingga dosis obat bisa disesuaikan dan dapat dilakukan pengawasan terhadap usaha untuk melukai dirinya sendiri maupun orang lain.
Beberapa anak harus tetap menjalani perawatan di rumah sakit.


DEPRESI

Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan atau kejadian menyedihkan dan tidak sebanding dengan kejadian tersebut serta tetap berlangsung untuk waktu yang cukup lama.

Depresi yang berat relatif jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi sering terjadi pada saat remaja. Depresi pada anak-anak usia sekolah bisa menimbulkan masalah.

Depresi pada anak-anak bisa dipicu oleh berbagai peristiwa atau masalah berikut:
- Kematian orang tua
- Perpindahan seorang teman
- Kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan sekolah
- Kesulitan dalam berteman
- Penyalahgunaan obat atau alkohol.

Beberapa anak bisa mengalami depresi tanpa terlebih dahulu mengalami peristiwa yang menyedihkan. Pada anak-anak tersebut, anggota keluarga yang lain sebelumnya telah mengalami depresi; karena itu penelitan menyebutkan bahwa depresi cenderung diturunkan.

Gejala-gejalanya adalah:
- Perasaan sedih
- Apati
- Menarik diri dari teman-teman dan lingkungan sosialnya
- Kegembiraannya berkurang
- Merasa ditolak dan tidak dicintai
- Gangguan tidur
- Sakit kepala
- Nyeri perut
- Kadang berperilaku lucu atau konyol
- Terus menerus menyalahkan dirinya
- Nafsu makannya berkurang
- Penurunan berat badan
- Murung
- Mempunyai fikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

Bisa diberikan obat anti-depresi, yang bekerja dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan kimia di dalam otak.
Yang paling sering diberikan adalah penghambat reuptake serotonin, seperti fluoksetin, sertralin dan paroksetin. Anti-depresi golongan trisiklik jarang digunakan pada anak-anak karena memiliki efek samping yang berarti.

Selain obat-obatan, juga dilakukan psikoterapi, baik secara perorangan maupun dalam kelompok serta terapi keluarga.


MANIA & KELAINAN MANIK-DEPRESIF

Mania adalah suatu keadaan dimana seorang anak tampak sangat gembira dan aktif, serta berfikir dan berbicara sangat cepat. Bentuk mania yang tidak terlalu berat adalah hipomania.
Manik-Depresif adalah suatu periode dari mania yang bergantian dengan depresi.

Mania dan hipomania jarang ditemukan pada anak-anak.
Manik-depresif sangat jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Beberapa anak mungkin mengalami perubahan suasana hati yang jelas, tetapi hal ini biasanya bukan merupakan pertanda dari manik-depresif.

Penyebabnya tidak diketahui.
Gejalanya serupa dengan manik-depresif pada dewasa.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

Pengobatannya rumit, biasanya terdiri dari kombinasi dari obat-obat untuk menstabilkan suasana hati (misalnya lithium, carbamazepin dan asam valproat).
Sebaiknya anak dikonsultasikan kepada ahli jiwa anak.


PERILAKU BUNUH DIRI

Perilaku Bunuh Diri terdiri dari:
# Isyarat bunuh diri : aksi bunuh diri yang tidak berakibat fatal
# Usaha bunuh diri : aksi bunuh diri yang bisa berakibat fatal tetapi tidak berhasil dilakukan
# Bunuh diri : suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa pelaku.

Perilaku bunuh diri sering ditemukan pada anak-anak yang lebih tua, terutama pada remaja.

Suatu usaha bunuh diri merupakan pertanda yang jelas dari kelainan mental, (biasanya depresi).
Perilaku bunuh diri seringkali dicetuskan oleh:
# Peristiwa kehilangan, misalnya kehilangan pacar, kehilangan lingkungan yang akrab (sekolah, tetangga, teman) karena harus berpindah tempat tinggal dan kehilangan harga diri setelah percekcokan dengan keluarga
# Penderitaan akibat kehamilan yang tidak direncanakan
# Hukuman dalam keluarga yang mempermalukan dirinya.

Motif dari bunuh diri adalah keinginan untuk memanipulasi atau menghukum orang lain dengan fikiran bahwa mereka akan merasa menyesal jika saya mati.
Kadang seorang anak melakukan bunuh diri karena meniru orang lain, misalnya meniru idolanya.

Orang tua, dokter, guru dan teman bisa mengenali anak atau remaja yang melakukan usaha bunuh diri, misalnya dari perubahan perilakunya.
Setiap isyarat bunuh diri harus ditanggapi secara serius. Pernyataan seperti "Seandainya saya tidak pernah dilahirkan ke dunia ini" atau "Saya ingin tidur dan tidak pernah terbangun lagi", bisa menunjukkan suatu keinginan yang kuat untuk melakukan bunuh diri.

Resiko tinggi melakukan bunuh diri ditemukan pada anak yang:
- Salah satu anggota keluarga, teman dekat atau teman sebayanya telah melakukan tindakan bunuh diri
- Salah satu anggota keluarganya baru saja meninggal
- Kecanduan obat
- Menderita kelainan tingkah laku.

Setiap usaha bunuh diri merupakan keadaan darurat. Jika usaha tersebut sudah dapat diatasi dan dicegah, anak bisa dirawat di rumah sakit atau tetap di rumah, tergantung kepada besarnya resiko jika anak tetap di rumah dan kapasitas keluarga untuk memberikan dukungan.
Keseriusan suatu usaha bunuh diri tergantung kepada sejumlah faktor:
- perencanaan (perencanaan yang matang menunjukkan keseriusan usaha bunuh diri)
- cara yang digunakan (pemakaian pistol lebih serius daripada overdosis obat)
- cedera yang terjadi.

Jika keluarga menunjukkan kasih sayang dan kepedulian, maka hasil dari pencegahan perilaku bunuh diri akan lebih baik.
Respon yang negatif atau tidak bersifat mendukung dari orang tua akan memperburuk keadaan.
Pada beberapa kasus, tindakan yang terbaik adalah merawat anak di rumah sakit. Anak dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, terutama jika anak mengalami depresi berat atau menderita kelainan jiwa lainnya (misalnya skizofrenia). Biasanya anak akan ditangani oleh ahli jiwa dan dokter keluarga. Pemulihan meliputi pembangunan kembali moral anak dan mengembalikan ketenangan emosi di dalam keluarga.


KECEMASAN KARENA BERPISAH

Kelainan Kecemasan Karena Berpisah adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kecemasan yang berlebihan pada seorang anak akibat jauh dari rumah atau berpisah dengan orang-orang yang dekat dengannya.

Kecemasan karena berpisah pada batas tertentu adalah normal dan terjadi hampir pada semua anak, terutama bayi dan balita.
Kelainan kecemasan karena berpisah adalah suatu kecemasan yang berlebihan yang melampaui tingkat perkembangan anak seusianya. Kelainan ini biasanya dipicu oleh kematian anggota keluarga, teman atau hewan peliharaan, maupun perpindahan tempat tinggal atau perubahan di sekolah.

Gejalanya adalah:
- kecemasan yang berlebihan ketika berpisah dari ibunya
- khawatir kehilangan ibu atau khawatir ibunya mengalami bencana
- sering tidak mau perigi ke sekolah atau tempat lain karena takut berpisah
- sering tidak mau tidur jika tidak mau ditemani oleh orang dewasa
- tidak mau ditinggal sendirian dalam suatu ruangan
- di rumah selalu mengikuti orangtuanya kemanapun pergi
- mimpi buruk
- keluhan fisik yang berulang.

Anak seringkali tidak mau pergi ke sekolah, karena itu tujuan utama dari pengobatan adalah segera mengembalikan anak ke sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan terapi suportif (terutama yang diselenggarakan oleh orang tua dan guru).
Pada kasus yang lebih berat, diberikan obat anti-cemas dan anti-depresi.
Pada kasus yang sangat berat, anak mungkin perlu menjalani perawatan di rumah sakit.


KELAINAN SOMATOFORMIS

Kelainan Somatoformis adalah sekumpulan kelainan dimana suatu masalah psikis menyebabkan terjadinya gejala fisik yang menyulitkan atau melumpuhkan.

Seorang anak dengan kelainan somatoformis bisa memiliki sejumlah gejala tanpa adanya penyebab fisik, yaitu berupa nyeri, gangguan pernafasan dan kelemahan. Anak seringkali menunjukkan gejala penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga lainnya.
Anak biasanya tidak menyadari hubungan antara gejala dengan masalah psikis yang mendasarinya.

Jenis kelainan somatoformis yang utama adalah:
# Kelainan Konversi
Anak merubah masalah psikis menjadi gejala fisik.
Contohnya lengan atau tungkainya tampak lumpuh, menjadi tuli atau buta atau berpura-pura kejang.
# Kelainan Somatisasi
Menyerupai kelainan konversi, tetapi anak menunjukkan gejala yang lebih samar.
# Hipokondriasis
Anak terobsesi oleh fungsi tubuh (misalnya denyut jantung, pencernaan dan berkeringat) dan merasa yakin bahwa dia menderita penyakit yang serius padahal sesungguhnya semua baik-baik saja.

Angka kejadian kelainan konversi dan hipokondriasis pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah sama, tetapi lebih sering ditemukan pada remaja putri daripada remaja laki-laki.
Kelainan somatisasi hampir selalu terjadi pada anak perempuan.

Sebelum menetapkan bahwa seorang anak menderita kelainan somatoformis, terlebih dahulu seorang dokter harus yakin bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala.
Biasanya tidak dilakukan pemeriksan laboratorium menyeluruh karrena dikhawatirkan anak akan semakin yakin bahwa mereka memang menderita kelainan fisik.
Jika tidak ditemukan kelainan fsik, dokter berbicara dengan anak dan anggota keluarga untuk mencoba menemukan masalah psikis yang mendasarinya atau untuk menemukan adanya masalah dalam hubungan antar anggota keluarga.

Anak mungkin akan menolak usulan untuk menemui psikoterapis karena takut konflik psikis yang disembunyikannya akan terungkap. Tetapi jika hal ini dilakukan secara bertahap dan perlahan, tanpa pemaksaan, lama-lama anak akan merubah perilakunya.
Menenangkan anak dan memberikan dukungan bisa membantu meminimalkan gejala-gejala fisik,
Jika tindakan tersebut gagal, biasanya anak dirujuk ke ahli jiwa anak-anak.

Proses Keperawatan

Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang.

Adapun karakteristik dari proses keperawatan antara lain:

Merupakan kerangka berpikirdalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, keluarga, dan komunitas.
Bersifat teratur dan sistematis.
Bersifat saling bergantung satu dengan yang lain
Memberikan asuhan keperawatan secara individual
klien menjadi pusat dan menghargai kekuatan klien
Dapat digunakan dalam keadaan apapun
Dalam proses keperawatan terdapat empat tahapan yaitu:

•1. Pengkajian

Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan. (Mc Farland & mc Farlane, 1997)

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:

Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural, dan spiritual yagn bisa mempengaruhi status kesehatannya.
Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain. (Gordon, 1987;1994)
Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan catatan kesehatan klien.
Metode pengumpulan data meliputi :

Melakukan interview/wawancara.
Riwayat kesehatan/keperawatan
Pemeriksaan fisik
Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan kesehatan (rekam medik).
•2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.

The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992) mendefinisikan diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu yan berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.

Dalam membuat diagnosa keperawatan dibutuhkan ketrampilan klinik yang baik, mencakup proses diagnosa keperawatan dan perumusan dalam pembuatan pernyataan keperawatan.
Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan.
•3. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.

Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.

•4. Evaluasi

Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994)

Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi.

Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan.

Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat dank lien (Yura & Walsh, 1988)

Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan., termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Chase, S. (1994). Clinical Judgement by critical care nurse: An ethnographic study. In R. M. Carroll-Johnson 7 Pacquette (Eds), Classification of nursing diagnosis: Proceedingof the ninth conference, North American Nursing Diagnosis Association (pp. 367-368). Philadelphia: J.B. Lippincott.

Lunney; M. (1992). Divergent productie thinking factors and accuracy of nursing diagnoses. Research in Nursing and Health, 15(4), 303-312.

Minggu, 23 November 2008

Askep Glaukoma

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Anamnesis

Anamnesis mencakup data demografi yang meliputi :

- Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.

- Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukosa paling sedikit 5 kali dari kulit putih (deWit, 1998).

- Pekerjaan, terutama yang berisiko besar mengalami trauma mata.

Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau yang ada saat ini, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan angle-closure glaucoma), riwayat keluarga dengan glaukoma, riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), riwayat penyakit lain yang sedang diderita (diabetes melitus, arteriosklerosis, miopia tinggi).

Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan.

Pemeriksaan Fisik

- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.

- Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.

- Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang lain.

- Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.

Tanda dan gejala

Glaukoma akut primer

- Awitan gejala akut/mendadak

- Nyeri hebat di sekitar mata yang menjalar pada daerah yang dilewati saraf otak V

- Nyeri kepala/dahi

- Mual, muntah, dan ketidaknyamanan abdomen

- Melihat lingkaran berwarna di sekitar sinar dan pandangan kabur mendadak dengan penurunan persepsi cahaya.

Glaukoma kronik primer

- Bilateral

- Herediter

- TIO meninggi

- Sudut COA terbuka

- Bola mata yang tenang

- Lapang pandang mengecil dengan macam-macam skotoma yang khas

- Perjalanan penyakit progresif lambat

Glaukoma sekunder

- Peningkatan nyeri dan simptom spesifik tergantung pada penyebab penyakit okuler

Glaukoma kongenital

- Fotopobia, blefarospasme, epifora, mata besar, kornea keruh


Diagnosis dan Intervensi Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang terjadi adalah :

1. Perubahan sensori/persepsi (visual) yang berhubungan dengan kerusakan saraf akibat peningkatan TIO

Tujuan, klien akan :

· Mengidentifikasi tipe perubahan visual yang dapat terjadi saat TIO meningkat di atas level aman

· Mencari bantuan saat terjadi perubahan visual

· Mendapatkan kembali dan mempertahankan visus normal dengan pengobatan

Intervensi Keperawatan :

· Kolaborasi dalam pemberian :

­ Miotik, untuk konstriksi pupil dan kontraksi otot silier (Seperti Pilocarpin) yang dapat menyebabkan pandangan kabur selama 1-2 jam setelah penggunaan dan adaptasi pada lingkungan gelap mengalami kesulitan, karena konstriksi pupil.

­ Agens penghambat pembentuk akueos humor, seperti Timolol, dll.

­ Inhibitor karbonat anhidrase (seperti Asetazolamid) untuk mengurangi produksi akueos humor, dengan efek samping mati rasa, rasa gatal pada kaki dan tangan, mual/malaise.

­ Agens osmotik sistemik (mis. Gliserin oral) untuk klien glaukoma akut untuk mengurangi tekanan okular.

· Lakukan tindakan untuk mencegah semakin tingginya TIO, meliputi :

- Diet rendah natrium

- Pembatasan kafein

- Mencegah konstipasi

- Mencegah manuver Valsava

- Mengurangi stres

· Pantau kemampuan klien untuk melihat dengan jelas. Tanyai klien secara rutin tentang terjadinya perubahan visual.

2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan TIO

Tujuan, klien akan :

· Klien akan mengalami pengurangan nyeri.

Intervensi keperawatan :

· Pertahankan tirah baring ketat pada posisi semi-Fowler dan cegah tindakan yang dapat meningkatkan TIO (batuk, bersin, mengejan). Rasional : Tekanan pada mata meningkat jika tubuh datar dan manuver Valsava diaktifkan seperti pada aktivitas tersebut.

· Berikan lingkungan gelap dan tenang. Rasional : Stres dan sinar akan meningkatkan TIO yang dapat mencetuskan nyeri.

· Observasi tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap 24 jam jika klien tidak menerima agens osmotik secara intravena dan tiap 2 jam jika klien menerima agens osmotik intravena. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

· Observasi derajat nyeri mata setiap 30 menit selama fase akut. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

· Berikan obat mata yang diresepkan untuk glaukoma dan beritahu dokter jika terjadi hipotensi, haluaran urine <>

· Berikan analgesik narkotik yang diresepkan jika klien mengalami nyeri hebat dan evaluasi keefektifannya. Rasional: Mengontrol nyeri. Nyeri berat akan mencetuskan manuver Valsava dan meningkatkan TIO.

3. Ketidakpatuhan (pada program medikasi) yang berhubungan dengan efek samping pengobatan, kurangnya motivasi, kesulitan mengingat regimen terapi atau implikasi finansial.

Defisit pengetahuan (tentang proses penyakit, kondisi klinis, rencana terapi dan penatalaksanaan di rumah) berhubungan dengan kurangnya informasi dan/atau mispersepsi informasi yang didapat sebelumnya.

Tujuan, klien akan :

· Klien mengetahui penatalaksanaan penyakitnya dan mampu mengulang dan mendemostrasikan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.

Intervensi keperawatan :

· Jika gejala akut terkontrol, berikan informasi tentang kondisinya. Tekankan bahwa glaukoma memerlukan pengobatan sepanjang hidup, harus teratur dan tidak terputus. Rasional: Meningkatkan kerjasama klien. Kegagalan klien untuk mengikuti penatalaksanaan yang ditentukan dapat menyebabkan kehilangan pandangan yang progresif dan bahkan kebutaan.

· Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis jika ketidaknyamanan mata dan gejala peningkatan TIO terulang saat menggunakan obat-obatan. Ajari klien tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medis dengan segera. Rasional: Upaya tindakan perlu dilakukan untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut/komplikasi lain.

· Perubahan visus mendadak, bahkan dengan kacamata yang baru tidak dapat melihat dengan jelas.

· Meningkatnya nyeri mata :

- Kesulitan beradaptasi di ruang gelap

- Melihat lingkaran pelangi di sekitar cahaya lampu

- Menyempitnya pandangan pada satu atau kedua mata

- Peningkatan fotofobia dan lakrimasi.

· Ajarkan klien dan keluarga serta izinkan klien mempraktekkan sendiri cara pemberian tetes mata. Gunakan teknik aseptik yang baik saat meneteskan obat mata. Rasional : Meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan kesempatan untuk klien menunjukkan kompetensi dan mengajukan pertanyaan.

· Berikan informasi tentang dosis, nama, jadwal, tujuan dan efek samping yang dapat dilaporkan dari semua obat-obatan yang diresepkan di rumah. Ingatkan klien untuk memberikan tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang terkena karena pada mata yang tidak sakit obat tetes ini dapat mencetuskan serangan glaukoma tertutup dan mengancam sisa pandangan klien. Rasional: Penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.

· Ingatkan klien agar menggunakan obat-obat resep dan jangan membeli obat-obat bebas atau yang lain tanpa sepengetahuan dokter. Rasional: Penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.

· Jamin semua instruksi dan informasi tentang obat yang diresepkan telah diberikan secara tertulis. Rasional: Instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan klien.

· Identifikasi efek samping atau reaksi yang merugikan dari pengobatan: penurunan selera makan, mual/muntah, diare, kelemahan, perasaan mabuk, penurunan libido, impoten, disritmia, pingsan, gagal jantung kongestif. Rasional: Efek samping/ merugikan obat mempengaruhi dari rentang tak nyaman sampai ancaman kesehatan berat. Sekitar 50% klien akan mengalami sensitivitas atau alergi terhadap obat parasimpatik (contoh Pilokarpin) atau obat antikolinesterase. Masalah ini memerlukan evaluasi medik dan kemungkinan perubahan prgram terapi.

· Lakukan tindakan untuk mempertahankan keamanan seperti tidak berkendaraan pada malam hari serta ajari anggota keluarga bagaimana memodifikasi lingkungan klien untuk keamanan misalnya bersihkan jalan yang dilewati klien dari objek berbahaya dan reorientasikan klien ke ruangan yang ditempati (jika perlu).

· Tinjau ulang praktik umum untuk keamanan mata. Rasional: Melindungi terhadap cedera mata.

- Jika menggunakan bahan kimia sprei di luar ruangan, yakinkan lubang menghadap jauh dari wajah dan berdiri dengan punggung melawan angin jauh dari zat.

- Gunakan kacamata untuk pemajanan yang lama pada sinar matahari. Jangan pernah secara langsung melihat pada matahari untuk periode yang lama.

- Jamin sinar yang baik jika membaca.

- Dorong klien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup. Rasional : Pola hidup tenang menurunkan respons emosi terhadap stres, mencegah perubahan okuler yang mendorong iris ke depan.

- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma. Rasional: Kecenderungan herediter, dangkalnya bilik anterior, menempatkan anggota keluarga berisiko pada kondisi ini.

Diagnosis Tambahan

1. Ansietas/takut yang berhubungan dengan hilangnya pandangan aktual/potensial atau benturan penyakit kronis terhadap gaya hidup.

2. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang berhubungan dengan mual, muntah sekunder akibat peningkatan TIO

3. Risiko cedera yang berhubungan dengan penurunan pandangan perifer.

4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan berkurangnya pandangan.

5. Isolasi sosial yang berhubungan dengan penurunan pandangan perifer, takut cedera atau respons negatif lingkungan terhadap ketidakmampuan visual.

6. Berduka adaptif/maladaptif yang berhubungan dengan hilangnya visus aktual.

Evaluasi

1. Klien dapat mempertahankan visus optimal.

2. Tidak terjadi komplikasi

3. Klien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara aman

4. Klien mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang penyakit dan penatalaksanaannya.

SISTEM PENGINDERAAN

SISTEM PENGINDERAAN

A. SISTEM PENGLIHATAN

1. Anatomi dan Fisiologi

Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks, menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan khusus untuk menerjemahkan citra visual. Lebih lanjut lagi, ada tujuh saraf otak (SO) memiliki hubungan dengan mata: untuk penglihatan (SO II); gerakan mata (SO III, IV, dan VI): reaksi pupil (SO III); pengangkatan kelopak mata (SO III); dan penutupan kelopak mata (SO VII). Hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.

Bola mata dan struktur yang berhubungan dilindungi dan dilingkupi dalam tulang berongga bulat dinamakan orbita. Bola mata yang menempati bagian kecil dari orbita, dilindungi dan dialasi oleh lemak yang terletak dibelakang bola mata. Saraf dan pembuluh darah yang mensuplai nutrisi dan mentransmisi impuls ke otak juga berada dalam orbita. Melekat di bagian luar bola mata adalah otot yang terorganisasi baik, dipersarafi oleh SO III. IV, dan VI. Otot ekstraokuler tersebut bekerja bersama untuk mengkoordinasikan gerakan mata.

Orbita merupakan rongga berpotensi untuk terkumpulnya cairan, darah, dan udara karena letak anatomisnya yang dekat dengan sinus dan pembuluh darah. Pendesakan komponen lain ke lengkungan orbita dapat menyebabkan pergeseran, penekanan, atau protrusi bola mata dan struktur sekitarnya. Meskipun ada perbedaan individual pada mata tiap orang, biasanya ukuran dan posisinya mendekati simetris.

a. Struktur Mata Eksternal

Struktur mata eksternal adalah kelopak mata dan bulu mata. Didepan mata ada kelopak mata, dua buah lipatan muskulofibrosa yang dapat digerakkan dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata kepermukaan bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang masuk. Kelopak mata tersusun oleh kulit tanpa lemak subkutis. Pada orang yang sangat putih, mikrovaskularitas ektensif dapat terlihat sebagai warna kebiruan. Kelopak mata sangat elastis dan mudah diregangkan, seperti terlihat pada trauma tumpul dan edema orbita. Batas kelopak mata berakhir pada plat tarsal, terletak pada batas kelopak. Batas ini mengandung banyak kelenjar kecil, duktus, batang rambut, dan bulu mata.

Hubungan antara kelopak mata atas dan bawah dinamakan kantus. Pada bagian luar, kantus lateral terletak di aspek temporal lateral mata. Bagian dalam, kantus medial mengandung puncta, suatu muara yang memungkinkan air mata mengalir ke bagian atas sistem lakrimal. Rongga elips antara kelopak mata terbuka dinamakan fisura palpebra. Sisi bawah kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva palpebra, suatu membrana mukosa transparan, vaskuler, tipis yang melanjutkan diri dengan sklera anterior sampai ke batas luar kornea.

Posisi kelopak mata sebagian dikontrol oleh dua saraf otak: SO III yang bertanggung jawab pada pembukaan kelopak mata: SO VII, untuk menutup kelopak mata. Ketika ditutup, kedua kelopak harus bertemu secara penuh. Ketika terbuka, kelopak mata atas harus terletak secara alami pada bagian atas iris, tepat diatas pupil, tidak boleh ada bentuk bulan sabit putih sklera yang tampak diatas atau dibawah rim korneoskleral (limbus, atau batas).

Pengedipan kelopak mata akan menyebarkan selapis air mata pelumas dan pelembab ke seluruh permukaan bola mata. Refleks berkedip akan melindungi mata dari debris atau partikel asing. Bulu mata membantu fungsi kelopak dengan mendorong keluar debu dan debris, untuk melindungi mata eksternal dari cedera. Aksi mekanis berkedip menghasilkan gaya isap dalam sistem nasolakrimal atas, memudahkan pengaliran air mata.

b. Sistem Lakrimal

Sistem lakrimal menjaga lingkungan lembab untuk mata bagian eksternal anterior. Produksi airmata memberikan pelumas alami dan mengencerkan serta membasuh partikel asing. Ada dua macam air mata yang biasanya diproduksi : air mata pelumas, mengandung lemak, air, dan mukosa, dan air mata aqueus dihasilkan sebagai respons emosi dan iritasi dan hanya mengandung air. Airmata berair berlebihan tidak akan melekat pada mata tapi akan tertumpah ke pipi.

Airmata mengandung berbagai komponen yang dihasilkan oleh sejumlah kelenjar. Kelenjar lakrimal, yang memproduksi airmata berair, terletak di bagian anterior lateral atap orbita bagian atas. Lokasi ini memungkinkan airmata membasahi mata secara diagonal ke arah kantus medial. Kelenjar lakrimal asesorius menjaga mata bagian anterior tetap lembab. Terdiri dari kelenjar dari Zeis (sebaseus) dan Moll (siliaris) yang terletak dalam batas kelopak mata. Kelenjar meibom tambahan (sebaseus) terletak pada satu barisan sepanjang tarsus kelopak mata (kerangka lebar kelopak mata) dan berperan dalam komponen minyak dalam air mata. Lapisan minyak ini melindungi lapisan airmata agar tidak menguap atau membanjir. Juga menjamin penutupan kelopak mata yang kedap udara, menjaga lapisan air mata, dan menjaga permukaan optikal yang lembut dan regular.

Sel Goblet dalam konjungtiva menambahkan musin ke dalam lapisan airmata, yang melekat pada epitel korneal. Kondisi yang melibatkan setiap bagian dari “pabrik airmata” ini dapat mengubah fungsi penting tersebut. pembentukan airmata yang kurang atau penutupan kelopak mata yang salah dapat mengakibatkan kekeringan dan kerusakan mata bagian eksternal.

Airmata yang meninggalkan mata melalui sistem pengaliran lakrimal ke dalam sinus nasalis, ke luar melalui puncta, dua lubang kecil pada aspek atas dan bawah kantus medialis. Dari situ airmata mengalir melalui kanalikuli atas dan bawah, yang kemudian bergabung menjadi sakus dan duktus lakrimalis, dan ke sinus nasalis. Selama menangis, produksi airmata berlebihan akan melebihi kapasitas “kandung” lakrimalis dan airmata tumpah ke pipi. Faktor yang mempengaruhi pengaliran airmata yang baik meliputi trauma pada setiap bagian sistem lakrimal, peradangan dan pembengkakan, penimbunan sekresi, dan kelebihan produksi airmata.

c. Otot Mata

Gerakan mata dikontrol oleh enam otot ekstraokuler yang masuk ke sklera dan dipersarafi oleh SO III, dan VI. Otot rektus lateralis melakukan abduksi dan otot rektus medial melakukan adduksi mata. Kedua otot ini harus bekerja sama untuk gerakan mata dari satu sisi ke sisi lain. Otot rektus superior mengangkat dan melakukan adduksi dan otot rektus inferior melakukan depresi dan adduksi. Otot oblik superior mengarahkan mata ke lateral dan inferior, dan otot oblik inferior mengarahkan ke superior dan ke lateral.

d. Suplai Darah

Suplai darah mata berasal dari cabang arteri karotis interna, cabang arteri oftalmik. Arteri retina sentralis dan koriokapilaris lapisan koroid memberikan darah ke retina; keduanya harus tetap utuh untuk mempertahankan fungsi retina. Sirkulasi vena perlu untuk mengikuti pola arteri. Pada inspeksi dengan menggunakan oftalmoskop, vena terlihat lebih besar dan lebih gelap daripada bagian-bagian arteri.

Bagian-bagian dari mata yang seharusnya avaskuler (kurang darah) ialah lensa dan kornea. Struktur-struktur ini harus bebas dari pembuluh darah, sehingga cahaya dapat lewat tanpa terhambat dan berfokus dengan tajam pada retina. Bila kornea mengalami cedera, dapat terjadi pertumbuhan pembuluh darah kecil ke tempat itu, sehingga menjadi tidak transparan. Pembuluh darah yang tumbuh ke kornea, kecuali pada tempat yang paling tepi, selalu bersifat patologis dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Kornea menerima nutrisinya dari oksigen yang larut dalam airmata, dari humor aqueus (cairan yang berada di kamera anterior), dan bagian kecil dari pembuluh darah kecil sekitar limbus korneosklera. Lensa juga avaskuler dengan alasan yang sama dengan kornea.

e. Bola Mata

Bola mata dilapisi oleh tiga lapisan primer : sklera, uvea (yang mengandung koroid), dan retina. Tiap lapisan mempunyai struktur dan fungsinya sendiri. Ketiga lapisan tersebut berperan dalam bentuk mata yang bulat ketika terisi humor vitreus (subtansi seperti gelatin antara lensa dan retina).

· Sklera

Lapisan paling luar dan kuat dinamakan sklera-bagian “putih” mata. Bila sklera mengalami penipisan warnanya akan menjadi kebiruan. Di bagian posterior, sklera mempunyai lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina sentralis. Di bagian anterior berlanjut menjadi kornea. Permukaan anterior sklera diselubungi secara longgar dengan konjungtiva, suatu membran mukosa tipis yang mengandung berbagai kelenjar yang bertanggung jawab untuk lapisan air mata. Konjungtiva palpebra melapisi sisi bawah kelopak mata dan merupakan kelanjutan dari konjungtiva bulbaris yang menyelubungi sklera anterior. (Hal ini sangat menguntungkan sehingga lensa kontak tidak mungkin “terselip” ke dalam mata). Konjungtiva berakhir pada limbus korneosklera. Biasanya mengandung jaringan pembuluh darah yang rapat.

· Uvea

Lapisan tengah yang mengandung pigmen adalah traktus uvea, yang tersusun atas koroid, iris, dan badan silier. Koroid merupakan lapisan vaskuler yang memberikan darah ke lapisan epitel berpigmen retina dan retina sensoris perifer. Koroid melapisi kamera posterior mata dan membentang dari badan silier, di bagian anterior dan saraf optikus di bagian posterior.

Iris merupakan struktur muskuler berpigmen yang memberikan warna khas mata. Iris adalah bagian anterior traktus uvea dan membagi ruangan antara kornea dan lensa menjadi kamera anterior dan posterior. Merupakan diafragma muskuler sirkuler tipis yang ditengahnya terdapat lubang bulat, pupil. Pupil akan berubah ukurannya ketika iris secara spontan beradaptasi terhadap cahaya dengan berdilatasi atau berkontraksi.

Perubahan tersebut dapat mengontrol jumlah sinar yang masuk ke dalam mata, sehingga akan memfasilitasi penglihatan dalam berbagai derajat intensitas cahaya. Melingkar di bagian belakang iris terdapat badan silier.

Badan silier mengandung serbut otot yang dapat membuat kontraksi dan relaksasi zonula lensa (struktur yang menggantung lensa). Badan silier berperan (penting dalam menjaga tekanan intraokuler (TIO) dengan sekresi humor aqueus, cairan transparan berkadar air tinggi yang mengisi kamera anterior dan posterior dan kemudian disalurkan melalui kanalis Schlemm. Produksi dan pengaliran terus menerus cairan ini sangat penting untuk menjaga TIO tetap konstan, normalnya terukur dalam kisaran 12 mm Hg.

· Retina

Lapisan dalam bola mata adalah retina, jaringan delapan lapis, semitransparan, tipis yang melapisi bagian dalam bola mata. Bagian terdalam dalam retina mengandung sel ganglionik dan fotosensitif retina sensoris. Lapisan luar, bagian satu lapis retina adalah epitelium berpigmen. Bila dilihat melalui oftalmoskop, retina memperlihatkan “refleks merah” khas, sebenarnya pendaran jingga. Retina mengandung arteri dan vena yang memberi asupan darah. Terentang mulai dari saraf optikus, di bagian posterior sampai bagian batas anterior berigi (ora serrata) dekat badan silier.

Batang dan kerucut. Retina mengandung dua jenis sel fotosensitif dikenal sebagai batang dan kerucut. Batang bertanggung jawab untuk penglihatan perifer, ketajaman pandangan pencahayaan rendah, dan membedakan bentuk dan batas benda. Batang terletak terutama di aspek perifer retina.

Kerucut bertanggung jawab terhadap pembedaan warna dan penglihatan tajam. Terletak lebih ke sentral dengan konsentrasi tertinggi pada makula lutea. Makula sentral mempunyai cekungan dangkal yang dinamakan fovea sentralis, yang hanya mengandung kerucut. Mata biasanya berusaha memfokuskan cahaya ke daerah ini. Bila dilihat melalui oftalmoskop, makula nampak lebih gelap dibanding bagian lain retina. Asupan darah ke makula secara ekslusif melalui koroid.

Retina melekat secara longgar pada epitel berpigmen dan disokong oleh humor vitreus seperti jel yang mengisi bola mata. Bila humor vitreus mengkerut atau bertraksi, seperti pada lansia, retina sensoris dapat tertarik dari epitel berpigmen. Terbentuknya lubang kecil atau robekan pada retina akan memutuskan pula persatuan tersebut, sehingga cairan dapat bocor ke belakang retina dan melepaskannya.

Diskus Optikus. Terletak agak ke nasal, tetapi masih di sentral, di retina adalah diskus optikus. Tempat inilah dimana retina sensoris berkonvergensi membentuk saraf optikus. Karena diskus optikus tidak memiliki sel fotosensitif, maka merupakan titik buta dalam medan penglihatan. Arteri dan vena retina sentralis bercabang dari pusat head-optik.

Dilihat dengan oftalmoskop, diskus optikus mempunyai kesan cekungan dangkal, atau mangkuk fisiologis, yang harus ada tidak lebih dari sepertiga diskus dan harus mempunyai batas yang tegas. Pada keadaan dimana terjadi peningkatan TIO, diskus menjadi lebih cekung, sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optikus dan kehilangan penglihatan. Batas diskus juga tampak kabur tanpa tepi yang tegas, seperti terlihat pada edema papil (pembengkakan diskus optikus) dan peningkatan tekanan intrakranial.

Retina distikulasi oleh cahaya yang masuk melalui kornea, lensa, dan humor vitreus. Derajat ketajaman fokus bergantung pada bentuk bola mata dan kejernihan refraksi (alur) cahaya, yang mempengaruhi pemfokusan cahaya pada retina. Orang dengan miopia, atau pandangan dekat, mempunyai bentuk bola mata yang memanjang yang akan memfokuskan cahaya di depan retina, membuat benda berjarak jauh menjadi kabur. Orang dengan hiperopia, atau peradangan jauh, memfokuskan cahaya di belakang retina.

Ketika impuls cahaya mencapai retina, terjadi urutan reaksi kimia dan hubungan neurologis yang mengirmkan impuls ke epitel berpigmen, yang mentransfer ke saraf optikus (SO II). Saraf optikus kemudian mentransmisi impuls melalui kiasma optik berbentu-X ke korteks visual otak di lobus oksipital, dimana inpuls diterjemahkan.

Segala sesuatu, seperti penyakit atau trauma, yang mengganggu jalannya cahaya, alur visual, konversi atau transmisi impuls cahaya-dari kornea ke korteks visual – dapat mengganggu penglihatan dan menurunkan atau menghilangkan sama sekali penglihatan. Untungnya, banyak farmakologik, obat, dan intervensi bedah yang bersedia untuk mempertahankan dan kemungkinan mengembalikan penglihatan.

f. Struktur Ruang Anterior

Bagian anterior mata dibatasi oleh permukaan depan iris dan lensa di bagian posterior dan oleh kornea di bagian anterior. Bagian ini merupakan langkah pertama alur cahaya penglihatan. Ruang anterior berisi cairan dan sedikit mengembung, sehingga bentuknya konveks. Tekanan intraokuler (TIO) terjaga oleh humor aqueus yang mengisi kamera. Untuk menjaga agar tekanan dalam bola mata tetap konstan, pengaliran humor aqueus melalui jaring-jaring trabekula dan kanalis Schlemm harus sesuai dengan produksinya oleh badan silier. TIO normal berkisar antara 12 sampai 21 mmHg.

· Kornea

Kornea merupakan struktur konveks, jernih pada seperenam anterior mata. Posisinya sentral di depan iris, kornea harus tetap basah agar permukaan epitelnya tetap sehat. Agar dapat berfungsi sebagai lensa optis, permukaannya harus tetap halus. Lapisan airmata, disebarkan secara merata dengan gerakan mengedipkan kelopak mata, untuk menjaga kelembaban dan kenyamanan. Transparansi kornea terjadi akibat keseragaman struktur, avaskularitas, dan dehidrasi relatif akibat lapisan endotel dan kularitas, dan dehidrasi relatif akibat lapisan endotel dan barisan epitel yang mencegah masuknya cairan eksternal ke kornea. Kornea tersusun atas lima lapis: epitel, membrana Bowman, stroma, membrana Descement, dan endotel.

Epitel. Epitel merupakan lapisan terluar, memiliki empat sampai enam lapisan sel dilengkapi dengan akhiran saraf sensibel dan mikrovili. Epitel merupakan satu-satunya lapisan yang mampu beregenerasi dan mengalami pergantian lengkap dalam 7 hari. regenerasi primer epitel terjadi setelah 24 jam. Angka kecepatan tinggi pergantian sel ini amat penting, khususnya bila dibutuhkan penyembuhan luka yang cepat, misalnya setelah pembedahan, cedera, atau ulserasi.

Stroma. Stroma merupakan bagian kornea yang paling tebal dan terletak antara lapisan membrana Bowman di anterior dan membran Descement di posterior. Cedera pada setinggi membrana atau lebih dalam dapat menyebabkan pembentukan parut.

Endotelium. Endotelium hanya setebal satu lapis dan berhubungan langsung dengan humor aqueus pada kamera anterior. Sel-selnya memiliki mekanisme seperti pompa untuk mencegah humor aqueus memasuki kornea, menjaga kornea relatif kering dan jernih. Kesehatan endotel sangat penting karena tidak dapat beregenerasi. Epitel merupakan barier terhadap air dari luar yang memasuki kornea. Penurunan oksigenasi terhadap lapisan epitel dapat mengakibatkan edema kornea. Begitu air bocor ke dalam kornea, kornea menjadi buram dan berkabut, yang akan mempengaruhi penglihatan. Kornea yang buram dan berkabut terjadi pada peningkatan TIO akut karena tekanan yang berlebihan akan merusak fungsi endotel.

Karena kornea merupakan struktur refraktif utama, maka sangat penting untuk ketajaman penglihatan. Refraksi yang optimal memerlukan integritas, kehalusan, transparansi, dan konveksitas permukaan kornea. Setiap perubahan kecil pada kornea yang disebabkan kerusakan atau penyakit dapat menyebabkan perubahan besar tajam penglihatan.

Fungsi lain kornea adalah untuk perlindungan. Kornea dipersarafi sangat tinggi oleh cabang sensoris saraf trigeminal (SO V) dan segera menerima masukan sensoris sebagai rasa nyeri. Maka dari itu, bahkan benda yang paling kecil sekalipun tidak dapat ditoleransi di kornea. Ancaman terhadap mata menyulut refleks kornea. Kornea merupakan pelindung paling hebat dari benda asing. Ketika kornea teriritasi, airmata akan terus-menerus membanjiri untuk mengeluarkan bahan iritan, terjadi fotofobia, dan timbul keinginan untuk menggosok mata yang hampir tidak bisa tertahankan. Nyeri yang intensif biasanya mengacu pada adanya sesuatu di bawah kelopak mata atas. Sensasi ini dapat terus berlangsung meskipun benda asing telah diambil selama kornea masih teriritasi. Orang yang refleks korneanya terganggu atau yang mengalami gangguan sensoris dapat kehilangan perlindungan kornea ini. Hal ini bisa terjadi terutama bila kornea terpajan di udara.

· Iris

Iris merupakan struktur yang sangat vaskuler dengan pigmen yang berbeda-beda (ditentukan secara genetik). Warna mata bergantung pada jumlah melanin yang ada pada iris; semakin cerah warnanya, semakin banyak jumlah cahaya yang dapat memasuki mata. Orang yang mempunyai warna mata yang sangat cerah mengalami fotofobia (peka terhadap cahaya). Kebalikannya adalah orang dengan mata yang sangat hitam. Tak ada dua iris yang benar-benar sama, termasuk mata kanan dan kiri orang yang sama. Iris merupakan uvea, atau traktus berpigmen dan berhubungan dengan lapisan koroid pada tepinya dan badan silier pada sisi bawahnya.

Seperti penutup pada kamera, iris selalu menyesuaikan diri terhadap berbagai keadaan, agar cahaya yang masuk ke mata memadai. Pupil merupakan lubang bulat di tengah iris. Sistem saraf autonom simpatis yang mempersarafi sampai ke iris (melarikan diri atau bertempur, flight or fight) berakibat dilatasi pupil. Otot dilator pupilae sirkuler pada bagian dalam pupil dan menariknya menutup seperti tali pengikat. Kebanyakan waktu, kedua sistem memberikan asupan kepada iris. Hanya ketika salah satu sistem mendominasi terhadap lainnya atau ketika impuls saraf dihambat akan terjadi dilatasi atau konstriksi murni. Respons terhadap obat dan stres dapat menyebabkan fenomena tersebut.

Bila ditusuk, iris akan berkontraksi ke arah tempat cedera, sehingga gambaran pupil dan iris menjadi khas seperti titik air mata. Iris kadang dapat menonjol ke kamera anterior dan keluar dari kornea. Karena vaskuler, iris agak mudah berdarah ketika mengalami cedera, dan terjadi hifema. Dilatasi pembuluh darah dapat terlihat pada permukaan iris (rubeosis) pada keadaan tertentu.

· Pupil

Pupil adalah rongga yang terjadi di tengah cincin internal iris. Pupil berbentuk bulat, reguler, dan mempunyai ukuran dan respons terhadap cahaya yang sama pada kedua mata. Anisokoria atau pupil yang tidak sama, merupakan temuan yang normal pada 20 % populasi. Sedangkan pada populasi lain, pupil yang tak sama menunjukkan adanya penyakit saraf pusat. Pupil terletak agak ke nasal dari pusat kornea. Konstriksi dan dilatasi pupil pada reaksi terhadap cahaya terjadi sebagai akibat berbagai hubungan neuronal. Ketika cahaya memasuki mata, sel fotosensitif akan mengirimkan pesan ke otot konstriktor pupil melalui SO III. Hal ini akan mengurangi distorsi dan silau yang terjadi akibat berlebihnya cahaya yang masuk. Tingkat cahaya yang rendah akan mengaktifkan otot dilator pupil, yang akan meretraksi iris dan membuka pupil. Lima kali energi lebih besar yang masuk ke dalam mata ketika pupil berdilatasi. Kerusakan sel fotosensitif dapat menurunkan fungsi pupil. Konstriksi pupil juga terjadi ketika mata berkonvergensi melihat benda jarak dekat. Akomodasi lensa selalu menyertai kontraksi pupil.

· Lensa kristalina

Lensa kristalina adalah struktur transparan, tak berwarna, avaskuler dan bikoveks yang digantungkan di belakang iris oleh zonula badan silier. Kapsul anterior dan posterior menyelimuti dan menyokong lensa. Lensa harus avaskuler agar transmisi cahaya tetap jernih.

· Badan silier

Badan silier, suatu cincin jaringan yang merupakan kelanjutan dari iris, dengan perjalanan sebesar 360 derajat pada sisi bawahnya. Badan silier merupakan sel berpigmen, dan merupakan vaskuler dan muskuler. Badan silier mempunyai dua fungsi : membuat humor aqueus dan menyesuaikan bentuk lensa untuk akomodasi atau pemfokusan.

Humor aqueus perlu untuk memberi nutrisi pada kornea dan mempertahankan tekanan intraokuler.

Badan silier mempunyai ligamentum suspensorium, dinamakan zonula, yang menyokong lensa dan menggantungkan-nya ke badan silier di belakang iris. Otot badan silier akan berkontraksi dan relaksasi untuk membentuk lensa agar refraksi cahaya menjadi tepat.

Akomodasi. Untuk melihat benda dalam jarak dekat, badan silier akan berkontraksi, membuat zonula berelaksasi, dan lensa menjadi lebih cembung dan memungkinkan cahaya terfokus pada retina. Proses ini dikenal sebagai akomodasi. Lensa yang tergantung di belakang iris bekerja melakukan refraksi dan membelokkan cahaya agar terfokus ke retina. Bentuk lensa ditentukan oleh traksi yang terjadi dari kontraksi dan relaksasi zonula silier. Lensa pada orang muda sangat lentur dan mudah dibentuk untuk akomodasi. Bersama bertambahnya usia, lensa menjadi kuning, kaku, dan kurang bisa berakomodasi.

· Humor aqueus

Humor aqueus yang diproduksi di kamera posterior oleh badan silier bersirkulasi sekitar lensa dan iris ke kamera anterior. Cairan aqueus memberikan nutrisi esensial ke jaringan avaskuler kamera anterior: kornea, lensa, dan jaring-jaring trabekula. Ia mengangkut metabolit dari dan menyediakan bahan kimia yang diperlukan untuk lingkungan dalam mata. Begitu berada di kamera anterior, humor aqueus akan difiltrasi ke jaring-jaring trabekula menuju kanalis dari Schlemm. Jaring-jaring trabekula melingkari seluruh lingkaran kamera anterior dan tertanam pada sudut yang terbentuk pada limbus korneosklera. Trabekulum dilingkari oleh kanalis Schlemm yang berbentuk oval, yang berhubungan dengan jaring-jaring trabekula, dimana humor aqueus digabungkan dalam saluran vena mata. Selama humor aqueus diproduksi dan disalurkan dengan jumlah yang seimbang, maka tekanan intraokuler (TIO) dalam kamera anterior dapat dipertahankan.

TIO terjadi dari keseimbangan antara pembentukan humor aqueus dan tahapan aliran keluar humor aqueus. TIO selalu konstan. TIO akan berfluktuasi sepanjang hari dan dapat dipengaruhi oleh musim sepanjang tahun, latihan, perubahan posisi tubuh, gerakan kelopak mata, makanan, dan obat-obatan. Keadaan yang meningkatkan TIO dapat mengakibatkan kerusakan struktur dan fungsi mata yang progresif.

g. Struktur ruang posterior

Ruang posterior merupakan segmen kecil yang dibatasi di bagian depat oleh sisi posterior lensa dan di bagian posterior oleh humor vitreus. Badan silier, zonula silier, aspek posterior lensa, dan humor aqueus berada di kamera posterior. Daerah ini hanya bisa dilihat menggunakan instrumen khusus.

Bila lensa dari iris saling melekat (sinekhia), humor aqueus tak dapat mengalir dari kamera posterior ke anterior. Penyumbatan pupil ini mengakibatkan humor aqueus terperangkap dalam kamera posterior di belakang lensa. Akibatnya, tekanan akan meningkat dan mendorong iris ke depan, menekan jaring-jaring trabekula, yang selanjutnya menghambat aliran.

· Badan vitreus

Badan vitreus adalah bagian dari kamera posterior yang paling besar dan paling posterior. Dibatasi di bagian anterior oleh lensa dan badan silier dan dibagian posterior oleh retina, badan vitreus tersusun atas jel kolagen dan cairan transparan, yang pada dasarnya membentuk dan mencetak bola mata. Pada orang muda, vitreus berupa 80 % jel. Badan vitreus harus avaskuler dan tidak mengandung partikel. Setiap debris yang bergerak dalam badan vitreus akan memberikan bayangan pada permukaan retina, menyebabkan gejala yang dikenal sebagai “floaters” (benda mengapung). Karena berhubungan dan menempel pada seluruh permukaan retina, humor vitreus akan mengerut sesuai pertambahan usia, dan pada keadaan dehidrasi berat, serta dapat mengakibatkan terlepasnya retina.

Glosarium Istilah Oftalmologik

Anatomi Okuler :

Badan silier bagian traktus uvea antara dasar iris dan bagian anterior koroid; tersusun atas prosesus siliaris dan otot siliaris, yang menyilang tepi sirkuler dibelakang iris.

Batang lihat kerucut dan batang

Bintik buta kesenjangan dalam lapang penglihatan yang sesuai dengan daerah retina yang tidak mengandung sel fotosensitif; titik dimana saraf optikus memasuki mata.

Diskus optikus daerah diretina dimana saraf optikus masuk; mengakibatkan bintik buta; posisi intraokuler saraf optikus yang dibentuk oleh serabut yang berasal dari retina sensoris membawa transmisi ke korteks visual.

Epikantus lipatan vertikal kulit yang menutupi kantus internus mata, memanjang sampai ke hidung

Fovea sentralis retina cekungan di tengah makula lutea diadaptasikan untuk penglihatan paling tajam; tersusun hampir seluruhnya oleh kerucut.

Fundus okuli kutub dalam posterior mata yang dapat terlihat melalui oftalmoskol

Humor aqueos cairan jernih dan berair yang bersirkulasi dalam kamera anterior dan posterior mata; dihasilkan oleh badan siliar.

Iris (jm. Irides) membran kontraktil, sirkuler, dan berwarna yang terletak antara kornea dan lensa kristalina dan ditengahnya membentuk pupil

Kamera anterior rongga dalam mata berisi humor aqueus, dibatasi dibagian depan oleh kornea dan dibagian belakang oleh iris dan bagian anterior lensa kristalina.

Kamera posterior ruangan yang berisi humor aqueus disebelah anterior lensa dan sebelah posterior iris.

Kanalikuli pipa drainase air mata yang kecil pada bagian dalam kelopak mata atas dan bawah mulai dari puncta ke kanalikuli komunis dan kemudian ke kantung air mata.

Kanalis Schlemm saluran drainase aqueus mengelilingi bagian perifer kamera anterior dan berhubungan dengan jaring-jaring trabekula.

Kantung lakrimalis kantung proksimal yang melebar dari sistem sistem lakrimalis menghubungkan kedua duktus nasolakrimalis dan kanalikuli.

Kantus sudut pada kedua sisi ruang antara kelopak mata.

Kerucut dan batang dua jenis sel reseptor retina. Fungsi kerucut adalah ketajaman penglihatan dan pembedaan warna; batang memungkinkan penglihatan perifer pada pencahayaan rendah.

Konjungtiva membrana mukosa yang melapisi bagian dalam kelopak mata (palpebra) dan berlanjut ke batas komeosklera permukaan anterior bola mata (bulbar).

Kornea bagian anterior lapisan fibrus bola mata yang jernih, transparan.

Koroid lapisan tengah mata vaskuler berpigmen antara retina dan sklera.

Lensa lihat lensa kristalina.

Lensa kristalina struktur bikonveks transparan yang memisahkan aqueus dari rongga humor vitreus. Fungsinya untuk merefraksi cahaya dan memfokuskannya ke retina.

Limbus batas kornea yang berhubungan dengan sklera.

Makula lutea retinae cekungan di pusat retina di sekeliling fovea sebelah lateral dan sedikit di bawah diskus optikus; bertanggung jawab terhadap penglihatan sentral akut.

Palpebral berhubungan dengan kelopak mata.

Puncta muara pengaliran air mata di aspek medial batas masing-masing kelopak mata memungkinkan aliran ke duktus lakrimalis.

Pupil lubang kontraktil sirkuler di tengah iris yang mengatur jumlah sinar yang memasuki mata.

Retina lapisan terdalam dinding mata tersusun atas jaringan sarafl; mengandung batang dan kerucut yang sensitif terhadap cahaya yang menerima bayangan objek eksternal dan mentransimisikan impuls visual melalui saraf optikus ke otak.

Rim korneoskleral batas sirkular kornea dan sklera; dinamakan limbus.

Saraf optikus saraf kranial kedua yang membawa impuls visual dan retina ke otak.

Sklera bagian putih mata; lapisan opak, fibrous, liat berlanjut sebagai kornea, yang bersama-sama membentuk lapisan perlindungan eksternal mata.

Uvea lapisan mata bagian tengah, vaskuler, berpigmen, meliputi iris, badan silier, dan koroid.

Vitreus masa seperti gelatin, tak berwarna, transparan yang mengisi dua pertiga bagian belakang mata antara lensa kristalina dan retina.

Zonula serabut-serabut halus jaringan yang meluas dari prosesus siliaris ke lensa kristalina dan mempertahankan lensa tetap dalam posisinya.

Kelainan mata :

Ablasio retina pemisahan retina sensoris dari lapisan epitel berpigmen di bawahnya.

Apakia ketiadaan lensa kristalina dalam mata.

Astigmatisma kelainan refraktif dimana cahaya tak dapat masuk menjadi satu titik fokus retina karena kelengkungan kornea atau lensa yang tidak seimbang.

Atrofi optik degenerasi saraf optikus.

Bintitan lihat hordeolum eksterna.

Blefaritis peradangan tepi kelopak mata.

Dakriosistitis peradangan sakus lakrimalis.

Diplopia melihat satu objek terlihat dua (penglihatan ganda).

Eksoftalmos penonjolan bola mata tak normal.

Esotropia deviasi satu mata ke dalam (mata juling).

Ektropian lipatan ke luar (eversi) kelopak mata.

Emetropis penglihatan normal, kondisi refraktif dimana cahaya sejajar akan difokuskan tepat pada retina tanpa bantuan akomodasi.

Endoftalmitis peradangan intraokuler dan serius terutama mengenai rongga vitreus, namun dapat juga mengenai kamera anterior mata.

Entropion terbaliknya (inversi) kelopak mata.

Epiforia produksi airmata berlebihan.

Eksotropia deviasi bolamata ke luar (mata jereng).

Fotofobia sensitivitas amborma terhadap cahaya.

Glaukoma sekelompok penyakit mata yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler, yang mengakibatkan kerusakan patologis diskus optikus dan defek progresif medan penglihatan.

Hemianopsis kebutaan setengah medan penglihatan.

Hifema darah dalam kamera anterior mata.

Hiperopia, hipermetropis penglihatan jauh.

Hipertropia deviasi ke salah satu mata.

Hipopion pus dalam kamera anterior mata.

Hipotoni tekanan intraokuler rendah yang abnormal.

Hordeolum eksternus (bintitan) infeksi kelenjar Moll atau Zeis

Kelazion kista kelenjar meibom.

Katarak hilangnya transparansi lensa krsitalina.

Keratitis inflamasi kornea.

Keratokonus deformitas kornea berbentuk kerucut dengan penipisan noninflamasi sentral.

Miopia penglihatan dekat.

Nistagmus gerakan cepat involunter berulang-ulang bola mata.

Oftalmia simpatis uveitis mata yang tidak mengalami cedera akibat sensitisasi pigmen uvea setelah cedera tembus maa lainnya.

Papiledema pembengkakan diskus optikus.

Retinitis pigmentosus degenerasi retina bilateral progresif herediter.

Presbiopia berkurangnya kekuatan akomodasi akibat proses penuaan.

Pterigium pertumbuhan jaringan konjungtiva berbentuk segitiga, tebal, yang dapat mencapai ke kornea.

Strabismus ketidaksegarisan mata akibat ketidakseimbangan otot ekstraokuler; kedua mata tidak terfiksasi pada satu objek yang sedang dilihat.

Trabekulum jaring-jaring di sudut ruang anterior yang dilalui aliran humor aqueus ketika meninggalkan mata.

Trakoma infeksi konjungtiva dan kornea berat oleh bakteria (Chlamydia trachomatis).

Uveitis inflamasi iris, badan silier, atau koroid.

Xerosis keringnya kornea dan konjungtiva yang abnormal akibat defesiensi mata.

Agens Farmakologis Oftalmik :

Miotikum agens yang mengakibatkan kontraksi pupil.

Midriatikum agens yang mengakibatkan dilatasi pupil.

Sikloplegikum agens untuk melumpuhkan otot silier.

Singkatan Umum :

D dioptri, satuan ukuran kekuatan atau kekuatan refraksi lensa (lensa 1-D menghasilkan cahaya paralel difokuskan 1 m dari lensa).

ECCE extracapsular cataract extraction (ekstraksi katarak ekstra kapsuler).

EOM extraoculer muscle (otot ekstraokuler).

HT hipertropia.

ICCE intracapsular cataract extraction (ekstraksi katarak intrakapsuler).

IOL intraoculer lens (lensa intraokuler).

IOP intraoculer pressure (tekanan intraokuler).

OD (oculus dexter) atau RE-right eye (mata kanan).

OS (oculus sinister) atau LE-left eye (mata kiri).

OU (oculi unitas)-kedua mata bersama.

PHACO ekstraksi katarak pakoemulisifikasi.

PKP penetrating keratoplasty (keratoplastik tembus).

RK radial keratoplasty (keratoplastik tembus).

ST esotropia.

  1. Pengkajian Oftalmik

Peran perawat dalam perawatan mata meliputi pengkajian maupun pendidikan pasien dan perawatan tindak lanjut. Dalam menjalankan peran ini perawat berkolaborasi bersama berbagai personel perawatan kesehatan dan spesialis mata.

Pengkajian mata dan struktur pendukungnya harus diperhitungkan sebagai komponen pemeriksaan neurologis karena mata terletak di kepala dan secara langsung berhubungan dan secara struktural merupakan bagian dari sistem saraf. Jadi, pengkajian oftalmik merupakan komponen nurovisual pemeriksaan sensoris.

Metoda pengkajian oftalmik yang berguna bagi perawat disajikan di sini. Diasumsuikan bahwa keterampilan yang lebih detil dan spesifik dari yang akan ditampilkan di sini masih diperlukan pada bagian oftalmologi khusus.

Pengkajian oftalmik harus berisi tinjauan ringkas sebagai komponen pemeriksaan fisis umum atau sebagai pemeriksaan teliti, selektif mata itu sendiri. Derajat potensial keterlibatan oftalmik menentukan kapan diperlukan evaluasi khusus atau hanya singkat saja.

Ada tiga bidang pengkajian oftalmik yang ditujukan pada bab ini: pengambilan riwayat, pemeriksaan fisik, dan diagnostik khusus oftalmik dan prosedur refraktif.

a. Riwayat oftalmik

Sebelum melakukan pengkajian fisik mata, perawat harus mendapatkan riwayat oftalmik, medis, dan terapi pasien, dimana semuanya dapat saja berperan dalam kondisi oftalmik sekarang. Informasi yang harus diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam penglihatan dan upaya keamanan dan tergantung pada alasan melakukan pemeriksaan oftalmik.

Riwayat keadaan oftalmik sangat penting saat mengumpulkan data dasar. Kita harus menyelidiki setiap riwayat kelainan mata, seperti katarak, glaukoma, pelepasan retina, atau penurunan tajam penglihatan. Pendekatan ditujukan pada faktor risiko yang berhubungan dengan usia. Riwayat harus meliputi pertanyaan mengenai glaukoma, diabetes, penyakit hipertensi, trauma mata, pembedahan mata, dan kelainan dan penyakit lain yang dapat mengganggu ketajaman penglihatan. Juga penting mengidentifikasi tanggal awitan dan penanganan keadaan tersebut, dan apakah pasien pernah menjalani prosedur oftalmik noninvasif, seperti terapi laser atau fotokoagulasi.

Riwayat gejala oftalmik, seperti fotofobia, nyeri kepala (termasuk lokasi dan frekuensi), pusing, nyeri okuler atau dahi, mata gatal, keluar air mata, floater, dan setiap rabas mata harus diperoleh. Bila ada keluhan nyeri, dikaji sehubungan dengan lokasi, awitan, durasi, penurunan ketajaman penglihatan yang diakibatkannya, keadaan saat nyeri timbul, upaya menguranginya, dan beratnya. Perubahan dalam gangguan ketajaman penglihatan atau kehilangan medan penglihatan harus diidentifikasi. Penting juga menentukan apakah kondisi tersebut unilateral atau bilateral.

Pasien ditanyai mengenai apakah ia pernah menjalani koreksi refraksi dan pengukuran ketajaman penglihatan, bila diketahui. Menggunakan lensa koreksi untuk penglihatan dekat atau jauh, atau keduanya, dan efektivitas refraksi harus dicatat. Informasi lain yang penting meliputi penggunaan obat oftalmik yang dijual bebas atau dengan resep yang sedang dipakai.

Ringkasan riwayat oftalmik bagi setiap pasien harus meliputi pertanyaan berikut : Apakah Anda mempunyai masalah dengan mata atau penglihatan Anda? Apakah Anda menggunakan obat mata? Apakah anda menggunakan kaca mata, lensa kontak, atau bentuk lain koreksi penglihatan? Apakah Anda pernah menjalani prosedur oftalmik khusus, seperti pembedahan atau terapi laser? Apakah Anda pernah mengunjungi spesialis perawatan mata?

Riwayat keluarga mengenai kelainan oftalmik juga harus dikaji dan memasukkan pertanyaan mengenai glaukoma, kebutaan, penyakit hipertensi, katarak, dan diabetes, begitu pula respons terhadap terapi penyakit-penyakit tersebut.

1. Riwayat medis yang berkaitan

Banyak kelainan yang menyertai atau bermanifestasi gejala okuler dan perubahan nyata pada struktur dan fungsi penglihatan. Diabetes melitus dan hipertensi adalah penyebab tersering gangguan pembuluh darah okuler dan bertanggung jawab pada retinopati (penyakit retina) dan kebutaan pada sebagian bermakna populasi yang terkena. Penting menentukan adanya riwayat penyakit emboli, karena emboli yang sangat kecil dapat berjalan sampai ke arteri retina sentralis dan mengakibatkan penyumbatan, menyebabkan hilangnya peredaran darah retina dan penglihatan.

Miastenia gravis dapat bermanifestasi sebagai gejala okuler, yang tampak sebagai ptosis (kelopak mata turun) pada awal awitan penyakit ini. Neuritis optikus sering terjadi pada pasien dengan sklerosis multipel. Trauma kepala yang baru atau penyakit neurologis berat lain dapat menghasilkan temuan oftalmik seperti papiledema (pembengkakan diskus optikus), defek lapang pandang, dan perubahan pupil. Sakit kepala migren dapat berhubungan dengan gejala oftalmik.

Informasi penting lain yang berhubungan meliputi regimen obat yang sedang dipakai pasien. Banyak obat mempunyai efek oftalmik dan dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan. Misalnya, obat simpatomimetik atau vagolitik dapat menghasilkan dilatasi pupil menetap. Obat lain, seperti morfin sulfat, dapat menyebabkan konstriksi pupil. Beberapa obat dapat mempengaruhi otot ekstra okuler sehingga mata menjadi tidak segaris. Obat lainnya mempengaruhi produksi humor aqueus oleh badan silier. Obat yang mempengaruhi kesetimbangan cairan, misalnya diuretika, dapat menurunkan tekanan intraokuler dengan hilangnya cairan.

2. Riwayat psikososial

Daerah pengkajian penting lainnya meliputi psikologis, demografis, dan keprihatinan lingkungan rumah. Hal ini terutama penting bagi perawat kesehatan rumah ketika mengevaluasi lingkungan sekeliling pasien yang menderita gangguan penglihatan. Pendekatan lingkungan harus menyertakan tentang keamanan di lingkungan hidup, iklim, kebersihan, hama dan serangga, paparan terhadap iritan eksternal, dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan oftalmik. Bukti pola penyiksaan fisik dapat terlihat dalam bentuk lebam mata.

Ketika menanyakan pertanyaan mengenai riwayat pasien, kita harus memperhitungkan efek keadaan oftalmik terhadap aktivitas pasien pada kehidupan sehari-hari dan terhadap pekerjaan. Banyak aspek hidup sehari-hari bergantung pada ketajaman penglihatan : keamanan dan keberhasilan fungsi dapat terancam oleh penurunan ketajaman penglihatan. Mengendarai kendaraan bermotor, mengasuh anak, dan keterampilan lain yang digunakan orang dalam kehidupan sehari-hari dapat terpengaruhi oleh kelainan mata. Gaya hidup pasien – jenis pekerjaan, aktivitas hiburan dan olahraga – harus dievaluasi. Pasien ditanyai apakah masalah oftalmik yang dilaporkan telah mempengaruhi fungsi yang biasa dilakukan. kemudian perawat dapat mengkaji bagaimana pasien menghadapi masalah tersebut.

Kepuasaan psikologis yang dapat dicapai melalui penglihatan dapat disejajarkan dengan kenikmatan mendengarkan musik. Kehilangan bentuk masukan sensoris bentuk ini sangat mengganggu pada beberapa orang, khususnya bila kehilangan penglihatannya terjadi mendadak. Mereka yang mengalami kebutaan kongenital cenderung sudah beradaptasi dengan dunianya secara baik. Mereka yang kehilangan penglihatannya mendadak lebih sulit menyesuaikan diri setelah sekian lama menggantungkan diri pada penglihatan untuk menjelajahi dunia dan mempergunakan masukan sensoris tersebut untuk mengadakan hubungan manusiawi. Mereka yang penglihatannya terganggu cenderung menggunakan indra lain seperti pendengaran dan perabaan, yang kemudian menjadi lebih akut. Sangat penting untuk menentukan apa yang dapat memfasilitasi komunikasi, pemahaman, dan arti bagi mereka. Suara seseorang bisa sangat berarti bagi seseorang yang mengalami gangguan penglihatan, sementara yang lain mungkin menggantungkan diri lebih pada perabaan. Penting untuk mengetahui masukan sensori mana yang berarti bagi individu tersebut sehingga personel perawatan kesehatan dapat mengadaptasi komunikasi yang dibutuhkan. Seperti orientasi terhadap lingkungan dan asuhan oftalmik.

b. Pengkajian fisik penglihatan dan mata

Pemeriksaan mata merupakan komponen yang sangat penting pada pemeriksaan fisik, tidak hanya karena kesehatan mata sangat penting bagi kesehatan pasien secara keseluruhan tetapi juga karena keadaan mata dapat mencerminkan keadaan kesehatan secara umum. Retina yang dapat dilihat dengan oftalmoskop adalah satu-satunya tempat pada tubuh manusia dimana dasar pembuluh darahnya dapat diperiksa secara langsung. Penyakit seperti hipertensi dan diabetes menimbulkan perubahan pada vaskulatur retina yang dapat langsung dilihjat. Pupil adalah jendela ke mikrosirkulasi manusia.

1. Pengkajian ketajaman penglihatan

Mata memberikan stimuli visual ke korteks oksipital. Tajam penglihatan sangat penting untuk diuji. Karena merupakan fungsi mata yang terpenting. Harus dilakukan paling awal sehingga penglihatan sudah dapat dikaji sebelum kita benar-benar menyentuh mata.

Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata (kartu Snellen) yang dapat diletakkan 6 meter (20 kaki) dari pasien atau menggunakan kartu dekat. Pasien diminta untuk menutup salah satu mata dengan selembar kertas atau karton, agar kedua mata tetap terbuka, dan membaca setiap baris pada kartu sampai huruf yang tercetak tak dapat lagi dikenali. Bila pasien menggunakan lensa koreksi, ketajaman penglihatan harus diuji dengan dan tanpa menggunakan lensa.

Buta huruf dapat diatasi dengan menggunakan kartu (kartu Snellen) yang menampilkan huruf E dengan empat posisi yang berbeda. Kartu ini juga berguna untuk mengkaji ketajaman penglihatan anak umur 5 tahun. pemeriksaan kasar ketajaman penglihatan dapat dilakukan di tempat tidur dengan menggunakan teknik dasar. Pengkajian tersebut, seperti persepsi terhadap cahaya, gerakan tangan, menghitung jari, dan membaca sangat mudah dilakukan dan dapat memberi informasi praktis mengenai penglihatan pasien.

Ketajaman penglihatan diekspresikan dalam rasio yang membandingkan bagaimana seseorang dengan penglihatan normal melihat dari jarak 20 kaki dengan yang dilihat pasien dari jarak 20 kaki. Ketajaman penglihatan 20/50 berarti pasien dapat melihat dari 20 kaki jauhnya sedangkan orang normal mampu melihatnya pada jarak 50 kaki; 20/200, batas kebutaan legal, menunjukkan bahwa pasien dapat melihat pada 20 kaki sedangkan mata normal dapat melihatnya pada jarak 200 kaki. Pasien seperti ini hanya dapat membaca dengan akurat huruf besar di baris paling atas kartu Snellen. Pasien yang tajam penglihatannya masih kurang dari 20/20 ketika sudah dikoreksi dengan kaca-matanya sendiri harus dirujuk ke ahli oftamologi atau optometris.

Setelah usia 40 tahun, lensa mata mulai menjadi kaku dan tak mampu mengakomodasikan bentuknya terhadap pandangan jarak dekat (presbiopia). Dengan meminta pasien membaca surat kabar dengan jarak satu kaki adala uji skrining umum untuk presbiopia. Pasien yang mengalami kesulitan dengan pemeriksaan ini harus dirujuk ke spesialis untuk evaluasi lebih lanjut.

2. Pengkajian gerakan mata

Otot ekstraokuler adalah enam otot kecil yang melekat pada tiap mata yang menggerakkan bola mata. Diinervasi oleh tiga saraf otak (SO III, IV, dan VI). Aksi sinergis (sesuai) otot ekstraokuler kedua mata menghasilkan gerakan paralel. Mekanisme bagaimana cara kerjanya sangat kompleks, dan analisis abnormalitasnya memerlukan konsultasi dengan dokter.

Kesejajaran paralel mata tersebut dapat dengan mudah dideteksi dengan mengarahkan sinar langsung ke mata sementara pasien memandangi sumber cahaya. Tempat pantulan cahaya pada mata harus identik. Refleks cahaya yang berbeda antara satu mata dengan lainnya menunjukkan gangguan penglihatan paralel.

Uji menutup. Disamping kesejajaran normal kedua mata ketika keduanya berfungsi bersama, ada kecenderungan salah satu mata untuk bergeser ke sisi nasal atau sisi temporal (dan perlunya untuk mengkompensasi secara involunter dengan usaha) dapat dikaji dengan uji menutup. Salah satu mata pasien ditutup dengan karton atau tangan pemeriksa, dan pasien diminta memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang ditutup karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba disingkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat ditutup, bergeser ke sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup dibuka. Sebaliknya, bila bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata untuk bergeser, ketika ditutup, ke sisi temporal dinamakan eksoforia; kecenderungan mata untuk bergeser ke sisi nasal disebut esoforia.

Lirikan Terkoordinasi. Integritas kontrol saraf otot mata dapat dikaji dengan mengarahkan pasien, sementara kepala dijaga tetap diam, untuk menggerakkan matanya keenam posisi kardinal lirikan dengan mengikuti sebuah benda. Benda digerakkan ke lateral ke kedua sisi sepanjang sumbu horizontal dan kemudian sepanjang sumbu oblik, masing-masing membentuk sudut 60-derajat dengan sumbu horizontal. Tiap posisi kardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia atau pandangan ganda, selama transisi dari salah satu posisi kardinal lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini bisa juga terjadi bila salah satu mata gagal bergerak bersama dengan yang lain.

Ketika gerakan ekstraokuler sedang dikaji, mata diobservasi bila ada nistagmus, suatu gerakan mata mendadak ireguler seperti gerakan lirikan ke posisi lateral. Nistagmus mempunyai dua komponen; komponen cepat pada salah satu arah atau arah lainnya dan komponen lanjutannya yang lebih lambat yang mengembalikan mata ke posisi yang diharapkan. Namun, nistagmus pada lirikan lateral eksterm adalah temuan yang normal, dan dapat dihindari dengan tidak meletakkan benda terlalu jauh ke lateral. Ada banyak keadaan, seperti pada sklerosis multipel dan tingginya kadar Dilantin (fenitoin), dapat menimbulkan nistagmus. Meskipun kebanyakan keadaan tersebut bersifat jinak, namun ada juga yang mencerminkan proses patologi yang berat.

Mata harus bergerak bersama secara simetris dan dengan arah yang sama. Ketika tidak bergerak bersama, fenomena ini dinamakan strabismus. Hal ini akan menimbulkan pandangan ganda atau kabur karena gambar yang diprojeksikan pada masing-masing retina berbeda. Strabismus merupakan salah satu penyebab ambliopia.

Pemeriksaan Kalori. Ketika mengkaji viabilitas otak, dapat dilakukan pemeriksaan kalori. Dilakukan dengan cara memasukkan air hangat maupun dingin ke dalam telinga. Pada orang sehat, akan menimbulkan nistagmus cepat ke arah atau menjauhi penetesan air. Saat melakukan uji kalori pada orang sehat dapat membangkitkan muntah dan nyeri hebat. Tidak adanya nistagmus selama uji kalori merupakan salah satu tanda klinis kematian otak.

· Pengkajian lapang pandang

Bersamaan dengan ketajaman penglihatan, lapang pandang juga harus dikaji. Kebanyakan, manusia mempunyai lapang pandang bulat, termasuk bintik buta dimana saraf optik memasuki mata dan dimana tidak terdapat sel retina fotosensitif. Meskipun lapang pandang dapat dikaji dengan cepat oleh oftalmologis, estimasi kasar dapat dibuat di kantor atau di tempat tidur pasien ketika pemeriksa memperhatikan adanya gangguan umum lapang pandang, misalnya pada pasien dengan cedera serebrovaskuler (stroke) atau glaukoma. Pasien dengan stroke dapat kehilangan seperempat atau setengah lapang pandang pada kedua matanya. Defisit penglihatan akibat glaukoma cenderung mengikuti pola tertentu kehilangan pandangan perifer progresif (tunnel vision = pandangan terowongan), yang sayangnya merupakan temuan yang sudah terlambat.

Metoda yang mudah dan dapat dipercaya untuk menguji penuhnya lapang pandang adalah konfrontasi langsung dan menggunakan uji telunjuk. Pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling berhadapan. Pasien diminta menutup salah satu mata dengan karton, tanpa menekan, sementara ia harus memandang hidung pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya, pemeriksa menutup mata kanannya.

Pasien diminta melirik tetap pada hidung pemeriksa dan menghitung jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan temporal dan nasal. Jari pemeriksa digerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertikal, horizontal dan oblik, seperti pada pemeriksaan pengkajian medan lirikan kardinal. Medan nasal, temporal, superior dan inferior dikaji dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat ketika benda mulai dapat terlihat sementara mempertahankan arah lirikannya ke depan.

Untuk menguji medan pandangan asal lirikan pada mata yang sama, pemeriksa menggeser benda dari tangan kanan ke tangan kiri. Keseluruhan prosedur dilakukan dengan cara sebaliknya untuk mengkaji medan pandangan mata yang satunya. Penentuan secara kasar medan penglihatan dapat dideteksi dengan cara ini. Bila pada uji komfrontasi memperlihatkan penurunan medan penglihatan, atau bintik buta, maka pasien harus dirujuk ke ahli oftamologi untuk evaluasi lebih lanjut.

Selain uji medan penglihatan di tempat tidur, ada cara yang lebih canggih dan dapat dihitung untuk mengukur medan pandangan. Perimeter Goldman atau alat uji perimetri automatis yang baru menggunakan plotting sistematis persepsi titik-titik cahaya yang diproyeksikan pada mangkuk bulat dengan kepala diletakkan di pusatnya.

· Pemeriksaan mata

Teknik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan intraokuler.

Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sistematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata dievaluasi lebih dahulu; kemudian diperiksa struktur internal.

Þ Pemeriksaan fisik mata

Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus lakrimalis, konjungtiva, kornea, kamera anterior, iris, dan pupil.

Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, perawat pertama-tama melakukan observasi keadaan umum mata dari jauh, mencatat adanya simetri umum dan posisi dan kesejajaran mata. Meskipun tak ada satu pun mata yang benar-benar identik, pada dasarnya ukuran dan konfigurasinya sama.

Variasi dari satu sisi dengan sisi lainnya menunjukkan adanya atrofi atau peningkatan dimensi, seperti terjadi pada tumor atau pembengkakan dalam rongga orbita. Kedua mata harus relatif sama warnanya, meskipun mungkin ada yang warnanya berbeda. Warna mata menjadi pucat sesuai pertambahan usia, penyakit depigmentasi, dan berbagai penyakit autoimun.

Alis diobservasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata diinspeksi warna, keadaan kulit, dan ada-tidaknya serta arah tumbuhnya bulu mata. Batas kelopak diperiksa adanya lesi seperti bintitan atau tumor. Terkadang pada patah tulang dasar tengkorak difosa anterior, darah dapat merembes dari robekan dura ke rongga orbita; hematoma yang terjadi menyebabkan gambaran mata hitam yang dikenal sebagai mata raccoon. Pasien dengan patah tulang dikaji adanya kebocoran cairan serebrospinal dari hidung yang menyertainya (rinotea). Batas orbita dipalpasi untuk adanya defek. Iregularitas tepi tulang orbita bisa terjadi pada patah tulang blow-out orbita atau patah tulang wajah. dapat terjadi terjeratnya otot ekstraokuler atau traktus saraf krania. Juga dicatat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya benda asing.

Kelopak mata

Posisi kelopak mata dikaji dalam hubungannya dengan bola mata. Posisi kelopak dan simetri merupakan bagian sangat penting pada pemeriksaan saraf otak (SO). Untuk mengkaji SO III, perawat meminta pasien untuk menutup mata secara ringan untuk menentukan apakah mata bisa tertutup secara penuh. Pembukaan mata mengkaji SO VII.

Setelah mata terbuka, posisi kelopak diobservasi untuk melihat apakah keduanya simetris dan batas bawahnya berhenti pada bagian iris sama tinggi. Tidak boleh terlihat sklera di atas atau di bawah kornea. Posisi kelopak harus simetris, dan kelopak mata atas harus tepat melintasi limbus kornea dan di atas pupil. Kelopak tidak boleh menutupi pupil, yang dapat mengganggu penglihatan. Iris, kornea atau sklera tidak dapat terlihat secara utuh pada keadaan istirahat saat wawancara. Terlihatnya bagian mata yang lebih dari biasa mengindikasikan adanya protrusi, atau eksoftalmos, yang mungkin diakibatkan oleh hipertirodisme atau masa dalam orbita.

Eksoftalmos klasik, seperti pada penyakit Grave (hipertirodisme), diperkirakan merupakan proses autoimun yang berakibat inflamasi orbita dan pembengkakan otot dan lemak. Protrusi unilateral dapat berhubungan dengan masa dalam orbita, seperti tumor, sementara protrusi bilateral menunjukkan adanya edema umum. Retraksi kelopak dapat menyerupai keadaan seperti mata yang mengalami protrusi.

Mata dan kelopak mata orang yang kekurangan nutrisi atau dehidrasi nampak seperti tenggelam atau cekung karena lemak dan cairan yang tersimpan di belakang bola mata hilang. Ptosis (turunnya kelopak) dapat disebabkan oleh edema, kelemahan otot, defek kongenital, atau masalah neurologis (SO III) yang disebabkan oleh trauma atau penyakit.

Kelopak mempunyai peran penting pada integritas mata. Kelopak melindungi mata dari benda asing dengan refleks mengejapkan mata. Pengkajian refleks mengejap yang utuh merupakan bagian pemeriksaan saraf pusat. Dan penentuan tingkat kesadaran. Interval mengejap volunter sangat individual sifatnya dan harus dikaji dengan baik.

Akhirnya, perawat mengobservasi arah kelopak mata. Kelopak harus terletak merata pada permukaan mata. Kelopak yang melengkung ke luar dinamakan ektropion; kelopak mata seperti ini tak dapat menutup dengan baik dan mata eksternal dapat terpajan dan kering. Kelopak yang melengkung ke dalam dinamakan entropion. Bulu mata pada kelopak yang begini akan menjadi senjata tajam dan terjadi iritasi kornea ketika mengejapkan mata dan kontak dengan kulit dan rambut. Penyakit kronik kelopak mata dapat merusaknya, menghasilkan posisi dan penutupan kelopak yang abnormal. Kenyataannya, banyak pasien dengan infeksi kelopak kronik kemudian mengalami kekeringan mata dan ulkus abrasi kornea akibat iritasi dan kehilangan bulu mata.

Bulu mata

Perawat kemudian harus memeriksa bulu mata untuk posisi dan distribusinya. Biasanya selain berfungsi sebagai pelindung mereka juga dapat menjadi iritan bagi mata bila menjadi panjang dan salah arah. Bulu mata yang panjang dan tak teratur dapat mengakibatkan iritasi kornea. Orang yang menderita depigmentasi abnormal, albinisme, infeksi kronik, dan penyakit autoimun bulu matanya akan memutih, atau poliosis.

Þ Sistem lakrimal

Struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air mata harus dikaji. Sistem lakrimal tersusun atas bagian sekresi dan drainase. Air mata aqueus diproduksi oleh kelenjar airmata yang terletak di bawah orbital lateral atas. Bila dicurigai pembesaran kelenjar, kelopak mata atas harus dieversi untuk memajankan dan menginspeksi kelenjar mengenai adanya pembengkakan dan inflamasi. Lapisan air mata secara umum mengenai kelembaban atau kekeringannya. Dengan melakukan uji Schimer merupakan cara yang mudah untuk mendeteksi jumlah produksi airmata. Selembar kertas seperti lakmus dilipat dan diselipkan di kelopak mata bawah dan dibiarkan selama 5 menit. Kertas tersebut digunakan seperti sumbu, untuk menyerap airmata yang dihasilkan. Uji ini dapat dilakukan dengan atau tanpa anestesi lokal. Setelah 5 menit, diukur kebasahan kertas. Hasil uji dinyatakan normal bila kebasahannya ³ 10 mm; kebasahan yang melebihi 25 mm menujukkan kelebihan produksi airmata.

Komponen drainase sistem lakrimal meliputi puncta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Drainase pertama kalai dikaji dengan mengobservasi punkta. Merupakan muara kecil, oval di kantus medial bagian atas dan bawah yang berfungsi menyalurkan air mata ke kanalikuli. Merupakan bagian atas sistem drainase air mata untuk kemudian dialirkan ke sakus dan duktus lakrimalis. Terkadang puncta mengalami inflamasi dan nampak merah dan “mencucu”. Edema dan eksudat dapat menyumbat bagian atas sistem lakrimalis, akibatnya airmata akan membanjir ke muka. Sistem drainase lakrimalis dapat mengalami inflamasi dan penyumbatan, mengakibatkan sakus menggelembung pada sisi jembatan hidung. Sering terjadi pada anak-anak. Eksudat dan cairan lain yang keluar dikaji mengenai warna, lokasi dan perkiraan jumlahnya. Obstruksi dan inflamasi duktus lakrimalis sering dapat diidentifikasi dengan meraba sisi hidung dengan kantus medial mata. Daerah tersebut dikaji mengenai adanya nyeri tekan dan pembesaran. Setiap bentuk cairan yang keluar dari puncta harus dicatat dan digambarkan.

Þ Pemeriksaan mata anterior

Sklera dan konjungtiva bulbaris diinspeksi secara bersama. Kelopak dilebarkan dibuka dengan meletakkan telunjuk pada kelopak mata atas pasien dan ibu jari pada bagian bawah agar terhindar dari trauma jaringan lunak. Ketika kelopak mata dibuka dengan lembut, pasien diminta melihat ke atas, bawah, dan kedua sisi. Konjungtiva bulbaris yang tampak dari luar diinspeksi. Kapiler kecil normalnya terlihat pada konjungtiva, dan sklera fibrosa normalnya putih.

Tapi, pada orang berkulit gelap, sklera kadang tampak kekuningan; merupakan temuan yang normal, jangan dikacaukan dengan ikterik, kekuningan sklera yang ditemukan pada penyakit hati dan empedu. Sklera tampak kebiruan bila sangat tipis. Konjungtiva palpebra kelopak mata bawah dapat langsung diinspeksi dengan menyuruh pasien melihat ke atas sementara kelopak mata baah dieversi dengan tarikan lembut batas kelopak mata baah. Demikian juga, kelopak maa atas juga harus dieversi untuk melihat konjungtiva palpebranya.

Mata dibagi dalam dua kamera; anterior dan posterior. Lokasi kamera segmen anterior memungkinkan inspeksi kasar tanpa menggunakan instrumen khusus. Kamera posterior, sebaliknya, hanya bisa dilihat dengan instrumen dengan cahaya, cermin, atau pembesar.

Þ Pemeriksaan kornea

Biasanya lampu slit digunakan untuk memeriksa kornea secara cermat; namun, perawat dapat melakukan observasi berbagai keadaan menggunakan lampu senter kecil. Hal pertama yang harus diobservasi adalah keadaan umum kornea. Untuk melakukan inspeksi permukaan kornea, pemeriksa menyorotkan senter pada bagian anterior. Normalnya, kornea tampak halus dengan pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal. Iregularitas segera dapat mendeteksi adanya defek pada pantulan cahaya pada kornea. Pantulan cahaya yang berpendar menunjukkan permukaan yang ireguler atau edema kornea.

Kemudian, kejernihan kornea diobservasi. Kornea harus transparan sehingga cahaya dapat melaluinya secara bebas. Bila kornea dan kamera anterior jernih, gambaran detil iris dapat dilihat jelas. Kornea diobservasi mengenai adanya parut, yang biasanya tampak putih kelabu. Parut menunjukkan adanya trauma, pembedahan atau infeksi sebelumnya. Pengkabutan kornea terlihat pada kasus edema kornea, seperti pada glaukoma akut, pascatrauma dan pembdahan, atau setiap kejadian yang merusak epitel. Biasanya kornea tidak mengandung pembuluh darah. Tumbuhnya pembuluh darah ke kornea atau menonjolnya pembuluh darah di sekitar perimeter harus dicatat. Pembuluh darah seperti ini tidak normal dan dapat mengganggu penglihatan. Bayangan yang tercetak di iris menunjukkan lesi kornea atau pergeseran ke depan kamera anterior.

Untuk mengevaluasi bentuk kornea, dan kedalaman kamera anterior, perawat dapat mengarahkan senter secara oblik dari sisi pasien. Temuan dapat meliputi keratokonus, kornea yang menggelembung runcing disebabkan oleh penipisan lapisan kornea atau pendataran kamera akibat dekompresi, yang dapat diakibatkan oleh ruptur bola mata atau luka operasi terbuka, atau peningkatan tekanan intraokuler karena iris menonjol ke depan.

Kornea melindungi mata karena sifatnya yang sangat sensitif. Ketika hanya teriritasi ringan, seperti adanya selembut bulu mata, dapat menginduksi refleks kornea. Sensitivitas kornea dikaji dengan menyapukan serabut kapas bersih yang berbeda pada masing-masing kornea, hati-hati jangan sampai menyentuh kelopak atau bulu mata. Uji ini akan menimbulkan kejapan mata segera dan sama, bilateral dan pengeluaran air mata.

Pada orang sadar, refleks kornea dapat dirangsang dengan mengetuk ringan kelopak mata atas yang menutupi kornea. Bila kornea utuh, pasien akan mengejapkan mata. Benda asing di kornea akan menimbulkan gejala nyeri, fotofobia, dan pengeluaran air mata. Trauma kornea dapat mengakibatkan gejala berat dan menyulitkan pemeriksaan. Untuk memeriksa kornea dan struktur mata lainnya, mungkin diperlukan anestesi topikal. Anestesi dapat bekerja segera, membebaskan pasien dari rasa nyeri, dan memudahkan pemeriksaan.

Untuk mendeteksi ulkus kornea atau benda asing, dapat diberikan pewarna fluoresin topikal sebelum pemeriksaan. Pewarna fluoresin akan melekat pada epitel yang terkelupas dan tampak hijau terang ketika disinari dengan lampu slit, lampu khsusus yang digunakan untuk memeriksa mata.

Pewarna merah bengal akan mewarnai defek epitel lebih baik daripada fluoresen, namun biasanya digunakan untuk mendiagnosis penyakit konjungtiva, seperti keratokonjungtivitis sika, suatu inflamasi pada mata anterior akibat kekeringan. Bila seseorang mengalami ruptur bola mata, atau lubang pada kornea, jangan sekali-kali diberikan tetes mata, karena dapat masuk ke dalam mata dan merusak sel endotel yang tak dapat beregenerasi. Perlu diingat, pewarna topikal dapat menodai lensa kontak; jadi, lensa harus dilepas sebelum pemberian pewarna.

Limbus harus diperiksa adanya penyebaran pembuluh darah atau adanya warna merah gelap, yang terlihat pada inflamasi traktus uvea. Pasien usila terkadang mengalami arkus senilis, suatu cincin keabuan jinak di sekeliling batas kornea. Namun, bila terdapat pada pasien muda, menunjukkan adanya peningkatan kadar kolesterol serum.

Untuk memeriksa konjungtiva palpebra atas, misalnya untuk mengambil benda asing atau mengkaji warna atau asupan darah sklera, perlu melakukan eversi kelopak mata atas sebagai berikut :

1. Minta pasien memandang ke bawah. Terangkan apa tujuannya; kemudian pegang dengan lembut bulu mata atas di antara ibu jari dan telunjuk dan tarik ke depan.

2. Letakkan batang kecil, seperti spatel lidah atau lidi kapas, pada lipatan tarsus. Dengan lembut lipat kelopak mata ke belakang sementaa pasien tetap melihat ke bawah

3. Gunakan ibu jari untuk mempertahankan bulu mata ke alis. Kemudian lakukan observasi adanya benda asing kemerahan berlebihan, eksudat, atau perdarahan (biasanya terletak dekat limbus kornea dan menyebar ke luar). Periksa juga vaskularisasinya, perhatikan apakah pembuluh darah bergerak sesuai gerakan mata. Konjungtiva harus dapat bergerak bebas pada permukaan sklera.

Þ Pemeriksaan iris dan kamera anterior

Sementara memeriksa kornea, humor aqueus di kamera anterior dikaji mengenai kejernihannya. Pada keadaan tertentu, terdapatnya sel dan pengkabutan (flare) dalam humor aqueus dapat terlihat. Pengkabutan ini disebabkan oleh peningkatan bahan seperti protein akibat inflamasi di dalam kamera anterior. Proses infeksi berat dapat terjadi di kamera anterior, meninggalkan sel darah putih dan debris infeksius. Pengumpulan nanah di kamera anterior dinamakan hipopion. Pembuluh darah dalam struktur kamera anterior dapat mengalami cedera atau rapuh atau ruptur, menyebabkan tertumpahnya darah ke dalam rongga ini. Darah di dalam kamera anterior dinamakan hifema. Kedua keadaan ini dapat dilihat lebih jelas setelah pasien duduk tegak sehingga gravitasi menarik material ke bawah, membentuk batas cairan yang dapat terlihat di kamera anterior.

Iris diperiksa bentuk, simetris dan warnanya. Tidak ada dua iris yang sama, sehingga setiap orang adalah unik. Iris diinspeksi kontinuitasnya dan adanya gambaran yang tidak biasa. Bila pembuluh darah berkembang atau pembuluh darah yang ada mengalami distensi, seperti pada proses inflamasi, baru dapat terlihat pada iris. Pembuluh darah berkelok-kelok yang terdapat pada penderita diabetes dinamakan rubeisis irides.

Þ Pemeriksaan pupil

Pupil adalah lubang di tengah iris. Ketika kita memeriksa pupil, kita mengkaji reaksi terhadap cahaya dan pandangan dekat dengan konvergensi, misalnya untuk mengevaluasi gangguan sistem saraf pusat (SSP) atau pada tekanan intrakranial. Iris dapat berubah ukurannya untuk mengontrol cahaya yang masuk ke dalam mata. Ketika sel fotosensitif retina terkena cahaya terang, pupil yang normal akan segera berkontriksi secara reguler dan konsentris. Reaksinya harus cepat dan simetris. Akan terjadi reaksi konstriksi simultan pada pupil mata yang lain.

Konstriksi pupil mata yang dirangsang dinamakan refleks cahaya direk, sementara konstriksi pupil yang sebelahnya dinamakan refleks cahaya indirek atau konsensual. Reaksi konsensual dievaluasi pada kedua mata. Eksplorasi mengenai fenomena ini memungkinkan kita membedakan antara kebutaan akibat kerusakan saraf optikus atau kebutaan karena penyakit sentral. Pada mata yang mengalami kerusakan saraf, rangsangan cahaya langsung tidak menghasilkan respon pupil, tapi pada mata yang tidak rusak, cahaya langsung akan membangkitkan respons pada mata yang rusak. Reaksi lambat atau tidak adanya reaksi dapat terjadi pada kasus peningkatan tekanan intrakranial.

Bila pasien dapat mengikuti perintah, perawat dapat menguji reaksi pupil terhadap penglihatan dekat dan konvergensi. Pupil tak akan bereaksi terhadap akomodasi yang dilakukan oleh lensa (penyesuaian yang terjadi ketika penglihatan digeser dari jauh ke dekat). Namun akan berkonstriksi ketika mata berkonvergensi (menyilang) pada benda yang sangat dekat. Dapat diobservasi paling jelas dengan meminta pasien memfokuskan pada benda dengan jarak tertentu dan mengikuti jari pemeriksa, yang digeserkan mendekat 3 sampai 5 inci dari hidung pasien. Sebagai respons, pupil normalnya akan berkontriksi ketika mata berkonvergensi untuk memfokuskan pada jari pemeriksa. Akomodasi lensa tak dapat diobservasi tapi hanya diasumsikan.

Penyakit autonomik, misalnya, akibat sifilis atau diabetes, dapat mengakibatkan pupil tidak dapat merespons terhadap cahaya tapi dapat merespons terhadap akomodasi. Pupil seperti ini dinamakan pupil Argyll Robertson.

Meskipun pupil harus kurang lebih sama ukuran dan bentuknya, namun prosedur seperti implantasi lensa, iridektomi, defek traumatik dan kongenital, atau anisokoria kongenital, dapat menyebabkan perbedaan bentuk. Misalnya defek berbentuk lubang kunci atau baji pada iris menunjukkan pernah dilakukan iridektomi, untuk menurunkan tekanan intraokuler.

Beberapa pasien dengan peningkatan tekanan intraokuler dapat mengalami perubahan pupil yang memerlukan pemeriksaan berseri. Pasien yang mengalami cedera otak lateral murni dapat memperlihatkan tanda pupil unilateral yang tegas. Misalnya, pupil dapat berbentuk oval tepat sebelum ia mengalami dilatasi penuh dan fiksasi. Hal ini mengarahkan adanya lesi pada sisi pupil yang terkena dan merupakan tanda awal namun samar peningkatan intrakranial.

Bila semua temuan pada pemeriksaan pupil normal, biasanya didokumentasikan dan disingkat PERRLA : pupils equal, round reactive to light and accomodation (pupil simbang, bulat, dan bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi) dengan mengingat bahwa akomodasi hanya bisa dikaji pada pasien yang sadar dan kooperatif, dan buka akomodasi melainkan konvergensi dekat lensa yang menyebabkan konstriksi pupil. Temuan deskriptif lainnya harus didokumentasikan secara detil dengan kata-kata yang jelas.

Þ Pemeriksaan lensa kristalina

Tentu saja kita tak dapat melihat lensa, meskipun melalui pandangan menyudut ke dalam pupil yang dilatasi, kita hanya dapat melihat pantulan ringan kapsul anterior. Orang dengan katarak lanjut (matang lensanya menjadi buram, dan pupil nampak berkabut dan berwarna putih keabuan. Pada bayi baru lahir, pupil harus diperiksa juga untuk mengetahui bila ada katarak kongenital. Pupil putih (leukokoria) menunjukkan adanya katarak tepi bisa juga menunjukkan tumor intraokuler, seperti retinoblastoma. Beberapa ahli menyebutnya “mata kucing”. Setiap bahan opak yang menghambat pupil dapat menutup jalannya cahaya sehingga menghalangi penglihatan. Bila terjadi pada anak di bawah 6 tahun, dapat mengakibatkan ambliopia dan penglihatan yang buruk.

Trauma mata langsung dapat mengenai lensa sehingga lepas ke dalam vitreus atau kamera anterior, atau bisa juga terperangkap dalam pupil. Pada saat pemeriksaan lampu slit, kadang dapat dilihat zonula dengan bagian lensa yang melekat padanya. Kelainan jaringan ikat, seperti terlihat pada sindrom Marfan, biasanya berhubungan dengan dislokasi lensa.

Þ Pemeriksaan segmen posterior

Karena struktur posterior terletak di belakang struktur anterior yang dapat terlihat, maka tidak dapat dilihat dengan observasi tradisional. Untuk memeriksa segmen posterior dan humor vitreus, diperlukan medium yang jernih. Hukum ibu jari berbunyi “bila pasien dapat melihat ke luar, kita dapat melihat ke dalam”. Pemeriksaan humor vitreus, retina dan struktur posterior lain perlu menggunakan oftalmoskop, yang memerlukan latihan dan keterampilan yang memadai. Pada beberapa keadaan, evaluasi fundus (bagian dalam mata) bukan merupakan fungsi keperawatan biasa. Tapi, perawat yang telah terlatih dalam spesialisasi oftalmik, yang dapat melakukan pemeriksaan fisik, atau yang menjalankan fungsi praktik keperawatan lanjut dapat menerapkan keterampilan ini.

Idealnya pupil pasien harus didilatasi untuk memudahkan pemeriksaan, dan ruangan harus cukup gelap untuk meminimalkan reaksi alamiah terhadap cahaya dan memudahkan pemeriksa membedakan berbagai struktur yang ada. Biasanya diberikan obat tetes mata seperti fenileprin atau siklopentat untuk mendilatasi pupil, yang memungkinkan visualisasi fundus secara penuh. Namun obat tersebut juga dapat mengganggu penglihatan selama beberapa jam setelah pemeriksaan sehingga pasien memerlukan kacamata hitam untuk mencegah reaksi fotofobia dan perlu dibimbing orang lain untuk pulang ke rumah.

- Pada keadaan yang jarang, dilatasi penuh pupil dapat mencetuskan serangan glaukoma akut karena pupil menumpuk ke trabekulum yang sempit, menyumbat drainase humor aqueus.

Kita harus ingat akan hal ini bila akan memberikan obat tetes mata untuk mendilatasi pasien yang mempunyai riwayat glaukoma sudut sempit. Obat lain yang menyebabkan dilatasi pupil, seperti atrofin, dapat mengakibatkan hasil yang sama pada pasien ini.

Logo LENSA Komunika