Awie Trans

Kamis, 11 September 2008

Patogenesis Sindrom Obstruksi

Patogenesis Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis
Nur Aida
Bagian Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Unit Paru Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta
PENDAHULUAN
Sindrom obstruksi difus yang berhubungan dengan TB paru
dikenal dengan berbagai nama. Di Bagian Unit Paru RSUP
PersahabaUaa Jakarta, dikenal dengan nama TB paru dengan
sindrom obstruksi dan sindrom obstruksi pasca TB (SOPT).
Kekerapan sindrom obstruksi pada TB paru bervariasi antara
16%¬50%.
Patogenesis timbulnya sindrom obstruksi pada TB paru
yang mengarah ke timbulnya sindrom pasca TB sangat kom-
pleks; pada penelitian terdahulu dikatakan akibat destruksi ja-
ringan paru oleh proses TB. Kemungkinan lain adalah akibat
infeksi TB, dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan se-
hingga menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas
karena tertariknya neutrofil ke dalam parenkim paru makrofag
aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses
proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka
lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas me-
nuju kerusakan paru menahun dan mengakibatkan gangguan
faal paru yang dapat dideteksi secara spirometri.
Pada tulisan ini akan dibicarakan patogenesis sindrom
obstruksi pasca TB.
SINDROM OBSTRUKSI PASCA TB
Kelainan obstruksi yang berhubungan dengan proses TB
dikenal dengan berbagai nama. Cugger 1955 (dikutip dari 1)
menyebutnya emfisma obstruksi kronik. Martin dan Hallet
(2)
menggunakan istilah emfisema obstruksi difus. Bomberg dan
Robin
(3)
menyebutnya sebagai emfisema obstruksi difus; Vargha
dan Bruckner
(4)
menyebutnya sindrom ventilasi obstruksi;
Tanuwtharj menyebutnya sirldronrobstruksi difus
(5)
. Di Unit
Paru RSUP Persahabatan Jakarta kelainan obstruksi pada pen-
derita TB paru didiagnosis sebagai TB paru dengan sindrom
obstruksi, sedangkan kelainan obstruksi pada penderita bekas
TB paru didiagnosis sebagai obstruksi pasca TB (SOPT).
KEKERAPAN
Terdapar variasi kekerapan sindrom obstrtiksi difus yang
pernah diteliti (Tabel 1).
Tabel 1. Kekerapan Sindrom Obstruksi Difus pada TB
Peneliti Tahun
Kekerapan
Ref.
Cuggel
Gaensler
Martin dan Haller
Lancaster dan Tomasshesfki
Malik dan Martin
Snider et al
Tanuwiharja
Tanuwiharja
Sardikin Giriputro
1955
1959
1961
1963
1969
1971
1980
1988
1989
44 %
42,6 %
50,4 %
34
%
32
%
41,8 %
50,4 %
46,9 %
16,7 %
1
5
2
6
7
8
9
10
11
PATOGENESIS
Gangguan faal paru akibat proses tuberkulosis paru berupa
kelainan restriksi dan obstruksi telah banyak diteliti; kelainan
yang bersifat obstruksi dan menetap akan mengarah pada ter-
jadinya sindrom. obstruksi pasca TB (SOPT).
Destruksi parenkim paru pada emfisema menyebabkan
elastisitas berkurang sehingga terjadi mekanisme ventil yang
menjadi dasar terjadinya obstruksi arus udara
(3)
. Emfisema
kompensasi yang ditemukan pasca reseksi paru dan akibat
atelektasis lobus atas karena TB paru seharusnya tidak obstruktif.
Sedangkan Gaensler
(5)
dan Snider et al
(8)
menyatakan bahwa
kelainan obstruksi pada TB paru tidak berasal dari emfisema
kompensasi. Hirasawa (1965) (dikutip dari 8) tidak menemukan
perbedaan morfologik yang nyata antara jenis emfisema pada
kasus TB dan non TB, perubahan emfisema yang tidak merata
lebih menonjol pada TB dengan kesan sebagai efek lokal dalam

perkembangan emfisema.
Gaensler dan Lindgren
(5)
berpendapat bahwa bronkitis kro-
nis spesifik lebih mungkin merupakan faktor etiologi timbulnya
emfisema obstruksi pada tuberkulosis paru dibandingkan dengan
over distention jaringan paru di dekat daerah retraksi.
Bell
(11)
berhasil menimbulkan bula emfisematous pada ke-
linci yang ditulari mikobakterium tuberkulosis secara trakeal dan
menyimpulkan bahwa proses emfisema dimulai dengan destruksi
jaringan lalu diikuti ekspansi. Vargha dan Bruckner menyatakan
bahwa bronkitis kronis difus yang disebabkan sekret dari kavitas
menimbulkan kelainan obstruksi
(12)
.
Baum
(13)
, Crofton dan Douglas
(14)
menyatakan bahwa reaksi
hipersensitif terhadap fokus TB atau hasil sampingan kuman TB
yang mati sering tampak berupa perubahan non spesifik yaitu
peradangan yang kadang-kadang jauh lebih luas daripada lesi
spesifiknya sendiri.
Hennes et al
(15)
menemukan bahwa zat anti terhadap ekstrak
paru manusia penderita TB merangsang pembentukan zat anti
terhadap jaringan yang rusak. Pada emfisema mungkin timbul
zat anti terhadap jaringan retikulum paru, yang dapat berperan
penting pada patogenesis emfisema.
Hubungan kelainan obstruksi pada tuberkulosis paru de-
ngan beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, merokok,
lama sakit, luas lesi telah diteliti oleh beberapa peneliti
(2,6¬11,13)
Pemeriksaan spirometri pada penderita tuberkulosis paru lanjut
di RSUP Persahabatan Jakarta, menyimpulkan bahwa kelainan
obstruksi berhubungan dengan jenis kelamin dan lama sakit,
tetapi tidak berhubungan dengan umur, kebiasaan merokok, luas
kelainan dan distribusi lesi
(9)
. Pemeriksaan perubahan faal ven-
tilasi penderita TB paru yang diobati paduan obat jangka pendek
dengan.tujuan khusus pada gangguan obstruksi di RSUP Persa-
habatan menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan positif
antara derajat obstruksi dan restriksi dengan luas lesi, kelainan
obstruksi pada penderita TB paru maupun bekas TB paru bersifat
ireversibel, dan obstruksi yang ireversibel ini merupakan akibat
proses TB. Pemeriksaan spirometri pada penderita TB paru dan
bekas TB paru dengan lesi minimal dan moderately advanced di
RSTP Cipaganti Bandung mendapatkan sindrom obstruksi difus
pada 46,9% penderita TB paru dan 30% sindrom obstruksi
ditemukan pada lesi minimal; sindrom obstruksi difus mem-
punyai hubungan dengan faktor merokok dan luas lesi dan tidak
mempunyai hubungan dengan jenis kelamin dan lama sakit
(9)
.
Salah satu kemungkinan lain patogenesis timbulnya sin-
drom obstruksi difus pada penderita TB adalah karena infeksi
kuman TB, dipengaruhi reaksi imunologik perseorangan, dapat
menimbulkan reaksi radang nonspesifik luas karena tertariknya
netrofil ke dalam parenkim paru oleh makrofag aktif. Peradangan
yang berlangsung lama ini menyebabkan beban proteolitik dan
oksidasi meningkat dan merusak matriks alveoli sehingga me-
nimbulkan sindrom obstruksi difus yang dapat diketahui dari
pemeriksaan spirometri.
SISTIM IMUNITAS TUBUH
Sistim pertahanan tubuh terdiri atas sistim pertahanan spesi-
fik dan nonspesifik
(16,17)
(Gambar 1).
Gambar 1. Sistem Imun
(16)
Sistim imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh ter-
depan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme,
oleh karena dapat memberikan respon langsung terhadap anti-
gen, sedangkan sistim imun spesifik membutuhkan waktu untuk
mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan respon-
nya
(17,18)
.
Paru merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai
daya proteksi melalui suatu mekanisme pertahanan paru, berupa
sistim pertahanan tubuh yang spesifik maupun nonspesifik
(19¬22)
.
Di alveolus makrofag merupakan komponen sel fagosit yang
paling aktif memfagosit partikel atau mikroorganisme(
20,22)
.
Makrofag ini penting dalam sistim imun karena kemampuan
memfagosit serta respon imunologiknya
(20)
. Kemampuan untuk
menghancurkan mikroorganisme terjadi karena sel ini mem-
punyai sejumlah lisozim di dalam sitoplasma. Lisozim ini me-
ngandung enzim hidrolase maupun peroksidase yang merupa-
kan enzim perusak. Selain itu makrofag juga mempunyai resep-
tor terhadap komplemen. Adanya reseptor-reseptor ini me-
ningkatkan kemampuan sel makrofag untuk menghancurkan
benda asing yang dilapisi oleh antibodi atau komplemen
(17,20,21)
.
Selain bertindak sebagai sel fagosit, makrofag juga dapat me-
ngeluarkan beberapa bahan yang berguna untuk menarik dan
mengaktifkan neutrofil serta bekerja sama dengan limfosit dalam
reaksi inflamasi
(20)
.
TUBERKULOSIS PARU SERTA RESPON IMUN
Apabila tubuh terinfeksi hasil tuberkulosis, maka pertama-
tama lekosit polimorfonukleus (PMN) akan berusaha mengatasi
infeksi tersebut. Sel PMN dapat menelan hasil tapi tidak dapat
menghancurkan selubung lemak dinding hasil, sehingga hasil
dapat terbawa ke jaringan yang lebih dalam dan mendapat
perlindungan dari serangan antibodi yang bekerja ekstraseluler.
Hal ini tidak berlangsung lama karena sel PMN akan segera
mengalami lisis
(18)
. Selanjutnya hasil tersebut difagositosis oleh
makrofag. Sel makrofag aktif akan mengalami perubahan meta-
bolisme, metabolisme oksidatif meningkat sehingga mampu
memproduksi zat yang dapat membunuh hasil, zat yang ter-
penting adalah hidrogen peroksida (H
2
O
2
).
Chaparas 1984
(23)
menerangkan bahwa mikobakterium
tuberkulosis mempunyai dinding sel lipoid tebal yang melin-

dunginya terhadap pengaruh luar yang merusak dan juga meng-
aktifkan sistim imunitas. Mikobakterium tuberkulosis yang
jumlahnya banyak dalam tubuh menyebabkan :

Penglepasan komponen toksik kuman ke dalam jaringan

Induksi hipersensitif seluler yang kuat dan respon yang
meningkat terhadap antigen bakteri yang menimbulkan kerusak-
an jaringan, perkejuan dan penyebaran kuman lebih lanjut.

Akhirnya populasi sel supresor yang jumlahnya banyak
akan muncul menimbulkan anergik dan prognosis jelek.
Perjalanan dan interaksi imunologis dimulai ketika makro-
fag bertemu dengan kuman TB, memprosesnya lalu menyajikan
antigen kepada limfosit. Dalam keadaan normal, infeksi TB
merangsang limfosit T untuk mengaktifkan makrofag sehingga
dapat lebih efektif membunuh kuman. Makrofag aktif melepas-
kan interleukin-1 yang merangsang limfosit T. Limfosit T me-
lepaskan interleukin-2 yang selanjutnya merangsang limfosit T
lain untuk memperbanyak diri, matang dan memberi respon
lebih baik terhadap antigen. Limfosit T supresi (TS) mengatur
keseimbangan imunitas melalui peranan yang komplek dan
sirkuit imunologik. Bila TS berlebihan seperti pada TB progresif,
maka keseimbangan imunitas terganggu sehingga timbul anergi
dan prognosis jelek. TS melepas substansi supresor yang
mengubah produksi sel B, sel T aksi-aksi mediatornya.
Mekanisme makrofag aktif membunuh hasil tuberkulosis
masih belum jelas, salah satu adalah melalui oksidasi dan pem-
bentukan peroksida. Pada makrofag aktif, metabolisme oksida-
tif meningkat dan melepaskan zat bakterisidal seperti anion
superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil dan ipohalida
sehingga terjadi kerusakan membran sel dan dinding sel, lalu
bersama enzim lisozim atau medoator, metabolit oksigen mem-
bunuh hasil tuberkulosis. Beberapa hasil tuberkulosis dapat
bertahan dan tetap mengaktifkan makrofag, dengan demikian
hasil tuberkulosis terlepas dan menginfeksi makrofag lain.
Diduga dua proses yaitu proteolisis dan oksidasi sebagai
penanggungjawab destruksi matriks
(24)
. Komponen utama yang
membentuk kerangka atau matriks dinding alveoli terdiri dari :
kolagen interstisial (tipe I dan II), serat elastin (elastin dan
mikrofibril), proteoglikaninterstisial, fibrokinetin. Kolagen adalah
yang paling banyak jumlahnya dalam janingan ikat paru
(24)
.
Proteolisis berarti destruksi protein yang membentuk
matriks dinding alveoli oleh protease, sedangkan oksidasi ber-
arti pelepasan elektron dani suatu molekul. Bila kehilangan
elektron terjadi pada suatu struktur maka fungsi molekul itu
akan berubah. Sasaran oksidasi adalah protein jaringan ikat, sel
epitel, sel endotel dan anti protease.
Sel neutrofil melepas beberapa protease yaitut
(24,25)
:
1)
Elastase adalah yang paling kuat memecah elastin dan
protein janingan ikat lain sehingga sanggup menghancurkan
dinding alveoli.
2)
Catepsin G menyerupai elastase tetapi potensinya lebih
rendah dan dilepas bersama elastase.
3)
Kolagenase cukup kuat tetapi hanya bisa memecah kolagen
tipe I, bila sendiri tidak dapat menimbulkan emfisema.
4)
Plasminogen aktivator yaitu urokinase dan tissue plasmin
aktivator merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin selain
merusak fibrin juga mengaktifkan proenzim elastase dan bekerja
sama dengan elastase.
Oksidan merusak alveoli melalui beberapa cara seperti
(25)
:
a)
Peningkatan beban oksidan ekstraseluler yang tinggi, secara
langsung merusak sel terutama pneumosit I.
b)
Secara langsung memodifikasi jaringan ikat sehingga lebih
peka terhadap proteolisis.
c)
Secara langsung berinteraksi dengan 1-antitripsin sehingga
daya antiproteasenya menurun.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi menahun sehingga
sistim imunologis diaktifkan untuk jangka lama, akibatnya be-
ban proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk
jangka yang lama sekali sehingga destruksi matriks alveoli
cukup luas menuju kerusakan paru menahun dan gangguan faal
paru yang akhirnya dapat dideteksi secara spirometri.
KESIMPULAN
Patogenesis sindrom obstruksi difus pada penderita TB paru
yang kelainan obstruksinya menuju terjadinya sindrom obstruksi
pasca TB (SOPT), sangat kompleks; kemungkinannya antara
lain :
1)
Infeksi TB dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan,
sehingga dapat menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik
yang luas karena tertariknya neutrofil ke dalam parenkim paru
makrofag aktif.
2)
Akibatnya timbul destruksi janingan paru oleh karena pro-
ses TB.
3)
Destruksi jaringan pant disebabkan oleh proses proteolisis
dan oksidasi akibat infeksi TB.
4)
TB"paru merupakan infeksi menahun sehingga sistim
imunologis diaktifkan untuk jangka lama, akibatnya proses.pro-
teolisis dan oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama se-
hingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju ke-
rusakan pant yang
,
menahun dan mengakibatkan gangguan faal
pant yang dapat dideteksi secara spirometri.
SARAN
Untuk mengetahui apakah pada sindrom obstruksi ditemui
peradangan kronis maka penulis menyarankan pemeriksaan
hipereaktifitas bronkus.
KEPUSTAKAAN
1. Gaensler EA, Lindgren I. Chronic bronchitis as an aetiologic factor in
obstructive emphysema. Am. Rev. Resp. Dis. 1959; 80: 185.
2. Martin CJ, Haller WY. The diffuse obstructive pulmonary syndrome in a
tuberculosis sanatorium. II: incidence and symptoms. Ann. Intem. Med.
1961; 54: 1156.
3. Bromerg PA, Robin ED. Abnormalities of lung function in tuberculosis.
Adv. Tuberc. Res. 1963; 12: 1¬27.
4. Vargha G, Bruckner P. Study of relationship between cavity and
obstructive ventilatory syndrome in tuberculosis. Am. Rev. Respir. Dis.
1964; 89: 830¬4.
5. Tanuwijaya BY. Sindrom obstruktif difus pada tuberkulosis paru. Kum-
pulan Makalah Ilmiah Simposium Penyakit paru obstruktif menahun.
54¬65.
6. Lancaster IF, Thomashefski IF. Tuberculosis ¬ a cause of emphysema.
Am. Rev. Respir. Dis. 1963; 87: 435.

7. Malik SK, Martin CJ. Tuberculosis, corticosteroid therapy and pulmonary
function. Am. Rev. Respir. Dis. 1969; 100: 13.
8. Snider GL, Doctor L, Demas TA, Shaw AR. Obstructive airways disease in
patient with treated pulmonary tuberculosis. Am. Rev. Respir. Dis. 1971;
103:
625.
9. Tanuwiharja BJ. Pemeriksaan spirometri pada penderita TB paru lanjut di
RS. Persahabatan Jakarta. Naskah Konas IDPI II, Surabaya, 18-20 Juni
1980. p. 77¬84.
10. Sardikin Giriputro. Perubahan faal inhalasi penderita TB paru yang diobati
pada jangka pendek dengan tinjauan khusus pads gangguan obstruktif.
Tesis: Bag. Pulmonologi FKUI, 1989.
11. Bell JW. Experimental pulmonary emphysema. Production of emphyse-
matous bullae in the rabbit by infection with tuberculosis. Am. Rev. Tuberc.
1958; 78: 848¬861.
13. Baum GL. Textbook of Pulmonary Disease. Boston: Little Brown and
Company. 2nd ed., 1974; p. 263.
15. Hennes AR, Moore MZ, Carpenter RL, Hammarsten IF. Am. Rev. Respir.
Dis. 1961; 83: 354.
16. Kamen GB. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1988: 1¬72.
17. Siti BK. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi ke 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1991.
18. Bellanti JA. Immunology II. Asian ed. Tokyo:lgaku Shoin Ltd. 1978 :
355¬87.
19. Reynolds HY. Normal and Defective Respiratory Host Defenses. In:
Respiratory Infections: Diagnosis and Management. Penington JE eds. 2nd
ed. New York: Raven Press. 1989: 1¬33.
20. Harada RN, Repine M. Pulmonary host defense mechanism. Chest 1985;
87:
247¬52.
21. Daniela RP. Immune Defenses of the Lung. In: Pulmonary Disease and
Disorders. Fishman AP eds. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill Book Co.
1988:
589¬98.
22. Murray JF. Defence Mechanism. In: The Normal Lung: The Basic for
Diagnosis and Treatment of Pulmonary Disease. 2nd ed. Philadelphia:
WB. Saunders Co. 1986: 313¬39.
23. Chaparas SD. Tuberculosis Immunology. Asian Pacific J. Allerg. Immu-
nol. 1984; 2: 126.
24. Hubbard RC, Crystal RG. Antiproteases and antioxydant: Strategies for the
pharmacologic prevention of lung destruction. Respiration 1986; 50(Suppl.
1) : 56.
25. Campbell EJ, Senior RM, Welgus HG. Extracellular matrix injury during
lung inflammation. Chest 1987; 92: 161.

TUGAS FAAL MAHASISWA

Tugas MK : Fisiololgi Faal II
Semester : VIII
Dosen Pmbimbing : dr. H ABDURRACHMAN, M. Kes
Nama Mahasiswa : Abdullah
NIM : 02410001

Jawaban:
1. Setelah mengetahui beberapa indikasi dan efek dari penyakit stroke yang dalami oleh wanita usia 70 tahun, kemudian dia mengalami kesulitan memahami bahasa tulisan (aleksia) dan diapun tidak lagi bisa menulis atau istilahnya (agrafia). Ada kemungkinan menurut pemahaman kami adalah wanita tersebut pada saat stroke mengalami kerusakan diwilayah girus anguralis. Kerusakan di area kusus di samping lobus frontalis selalu disertai dengan ketidak normalan bicara yang dinamakan afesia ekspresif (Broca: 1860).
Seseorang yang mengalami kerusakan pada daerah ini akan mengalami kesulitan di dalam mengucap dengan benar dan tepat dan berbicara secara lambat dan sulit. Namun individu tersebut belum mengalami kesulitan dalam memahami bahsa lisan ataupun leter, kerusakan di area broca mengganggu produksi bicaa akan tetapi memiliki efek yang lebih kecil ada system pemahaman bahasa lisan dan dalam tulisan. Daerah wernickc yang rusak akan merusak semua aspek pemahaman bahsa, tetapi seseorang dapan mengerti kata dengan tepat. Kerusakan pada ginus anguralis tidak akan mampu membaca akan tetapi tidak bermasalah dalam pemahaman pembicaraan atau percakapan.
Jika kerusakan itu di area anditorius orang akan mampu membaca dan berbicara tetapi ia tidak mampu memaami bahsa lisan. Dengan demikian wanita yang sakit stroke seperti dalam soal itu menurut pemahaman kami adalah mengalami kerusakan pada wilayah ginus anguralis yang terletak pada kortexs broca yang berfungsi sebagai untuk menyusun kata dan kalimat dalam berbicara. Kusus kortexs broca ini berfungsi untukmenyusun kata dan kalimat dalam bicara. Kortexs broca berada di daerah otak depan samping kiri dan berada di depan lubus temporalis. Inti atau pusatnya wilayah ini men yebankan orang kehilangan kemampuan unutk bicara walaupun masih mampu menangkap pembicaran orang lain (I Masud 1999:35).
2. Nukleus talamus, dimana nucleus talamus ini yang akan terbagi lagi menjadi nucleus-nukleus yang berproyeksi secara dif us ke suluruh korteks dan nucleus-nukleus yang berproyeksi ke bagian-bagian neokorteks dan system limbic spesifik yang ketika ini kena bentur maka secara otomatis tingkat kesadara dari individu akan tergangu.
3. dari beberapa kasus yang sering di muat dalam Koran Jawa Pos yang biasanya dipandu olah dr. Boyke, banyak menyebutkan contoh beberapa kasus fisiologi ataupun lebih sepesifik dalam hubungannya dengan seks. Di antaranya adalah adanya kasus dari seorang wanita yang haidnya tidak lancer, ejakulasi dini yang di sebabkan stress ataupun kecapekan, dari kondisi psikis seseorang yang tidak stabil akan dapat merubah hormone atau kondisi fisik yang akan berefek pada system-sistem dan fungsi anatomi.
4. Perbedan dari fungsi syaraf simpatis dan para simpatis, syaraf para simpatis mengurus konstruksi pupil berjalan dengan nukleusokulomotorius dan bersinaps di gunglion siliare yang terdapat di dalam orbita dan mempersarati pupil. Saaf ini juga mengurus sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, dan kelenjar submandibularis. Serta kelnejar mukosa rongga hidung. Secara umum saraf para simpatis berfungsi mengurus miksi dan dejekasi, vesika usiraria, kolon desendens, sigmoideum dan rectum yang mendapat persaratan dari bagian sacral.
Dalam bunya syaifudin 2002:279, Saraf simpatis mengurus persaratan semua alat-alat yang berada di dalam rongga abdomen. Saraf torakal menurus jantung dan paru-paru. Kerja saraf ini berbalik dengan kerja saraf parasimpatis, perbedaan yang paling mencolok adalah saraf simpatis adalah mengontrol aliran darah dari pembuluh darah dan sraf parasimpatis mempersarati setiap organ menuju pembuluh darahnya.

5. Aksis hipotolamus hipofisis adalah merupakan reaksi yang terjadi di dalam kelenjar endokrin, reaksi antara hipotalamus dan hipofisis ini berfungsi untuk mempertahankan tekanan darah dan mempertahankan hidup. Apa bila orang sedang dalam pososi marah , hipotalamus dan hipofisis dengan sendirinya akan melakukan reaksi yang disebut dengan aksis hipotalamus hipofisis.

TUGAS FAAL MAHASISWA

Tugas MK : Fisiololgi Faal II
Semester : VIII
Dosen Pmbimbing : dr. H ABDURRACHMAN, M. Kes
Nama Mahasiswa : Abdullah
NIM : 02410001

Jawaban:
1. Setelah mengetahui beberapa indikasi dan efek dari penyakit stroke yang dalami oleh wanita usia 70 tahun, kemudian dia mengalami kesulitan memahami bahasa tulisan (aleksia) dan diapun tidak lagi bisa menulis atau istilahnya (agrafia). Ada kemungkinan menurut pemahaman kami adalah wanita tersebut pada saat stroke mengalami kerusakan diwilayah girus anguralis. Kerusakan di area kusus di samping lobus frontalis selalu disertai dengan ketidak normalan bicara yang dinamakan afesia ekspresif (Broca: 1860).
Seseorang yang mengalami kerusakan pada daerah ini akan mengalami kesulitan di dalam mengucap dengan benar dan tepat dan berbicara secara lambat dan sulit. Namun individu tersebut belum mengalami kesulitan dalam memahami bahsa lisan ataupun leter, kerusakan di area broca mengganggu produksi bicaa akan tetapi memiliki efek yang lebih kecil ada system pemahaman bahasa lisan dan dalam tulisan. Daerah wernickc yang rusak akan merusak semua aspek pemahaman bahsa, tetapi seseorang dapan mengerti kata dengan tepat. Kerusakan pada ginus anguralis tidak akan mampu membaca akan tetapi tidak bermasalah dalam pemahaman pembicaraan atau percakapan.
Jika kerusakan itu di area anditorius orang akan mampu membaca dan berbicara tetapi ia tidak mampu memaami bahsa lisan. Dengan demikian wanita yang sakit stroke seperti dalam soal itu menurut pemahaman kami adalah mengalami kerusakan pada wilayah ginus anguralis yang terletak pada kortexs broca yang berfungsi sebagai untuk menyusun kata dan kalimat dalam berbicara. Kusus kortexs broca ini berfungsi untukmenyusun kata dan kalimat dalam bicara. Kortexs broca berada di daerah otak depan samping kiri dan berada di depan lubus temporalis. Inti atau pusatnya wilayah ini men yebankan orang kehilangan kemampuan unutk bicara walaupun masih mampu menangkap pembicaran orang lain (I Masud 1999:35).
2. Nukleus talamus, dimana nucleus talamus ini yang akan terbagi lagi menjadi nucleus-nukleus yang berproyeksi secara dif us ke suluruh korteks dan nucleus-nukleus yang berproyeksi ke bagian-bagian neokorteks dan system limbic spesifik yang ketika ini kena bentur maka secara otomatis tingkat kesadara dari individu akan tergangu.
3. dari beberapa kasus yang sering di muat dalam Koran Jawa Pos yang biasanya dipandu olah dr. Boyke, banyak menyebutkan contoh beberapa kasus fisiologi ataupun lebih sepesifik dalam hubungannya dengan seks. Di antaranya adalah adanya kasus dari seorang wanita yang haidnya tidak lancer, ejakulasi dini yang di sebabkan stress ataupun kecapekan, dari kondisi psikis seseorang yang tidak stabil akan dapat merubah hormone atau kondisi fisik yang akan berefek pada system-sistem dan fungsi anatomi.
4. Perbedan dari fungsi syaraf simpatis dan para simpatis, syaraf para simpatis mengurus konstruksi pupil berjalan dengan nukleusokulomotorius dan bersinaps di gunglion siliare yang terdapat di dalam orbita dan mempersarati pupil. Saaf ini juga mengurus sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, dan kelenjar submandibularis. Serta kelnejar mukosa rongga hidung. Secara umum saraf para simpatis berfungsi mengurus miksi dan dejekasi, vesika usiraria, kolon desendens, sigmoideum dan rectum yang mendapat persaratan dari bagian sacral.
Dalam bunya syaifudin 2002:279, Saraf simpatis mengurus persaratan semua alat-alat yang berada di dalam rongga abdomen. Saraf torakal menurus jantung dan paru-paru. Kerja saraf ini berbalik dengan kerja saraf parasimpatis, perbedaan yang paling mencolok adalah saraf simpatis adalah mengontrol aliran darah dari pembuluh darah dan sraf parasimpatis mempersarati setiap organ menuju pembuluh darahnya.

5. Aksis hipotolamus hipofisis adalah merupakan reaksi yang terjadi di dalam kelenjar endokrin, reaksi antara hipotalamus dan hipofisis ini berfungsi untuk mempertahankan tekanan darah dan mempertahankan hidup. Apa bila orang sedang dalam pososi marah , hipotalamus dan hipofisis dengan sendirinya akan melakukan reaksi yang disebut dengan aksis hipotalamus hipofisis.

Struktur dan Pertumbuhan Tulang Sampai Defisiensi Insulin Diabetes

BAB I
TULANG DAN KALSIUM PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS
PENGOBATAN OSTEOPOROSIS INFO PRODUK REFERENSI

TULANG
Tulang normal terdiri dari lapisan tulang padat yang mengelilingi lempengan dan serabut tulang (tulang berongga) yang diselingi sumsum tulang. Ketebalan lapisan luar yang padat ini berbeda-beda pada setiap bagian rangka, sebagai contoh tulang tengkorak dan tulang anggota tubuh jauh lebih besar dibandingkan tulang belakang. Kekuatan rangka terutama dihasilkan oleh tulang padat ini, namun tulang berongga juga ikut berperan penting.
Penyusun utama tulang sesungguhnya adalah mineral tulang yang mengandung kalsium (Ca) & fosfor (P), dan protein yang disebut kolagen. Struktur tulang mirip beton untuk bangunan atau jembatan. Komponen kalsium dan fosfor membuat tulang keras dan kaku mirip semen, sedang serat-serat kolagen membuat tulang mirip kawat baja pada tembok.
Tulang adalah jaringan hidup yang harus terus diperbaharui untuk menjaga kekuatannya. Tulang yang tua selalu dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Bila proses ini, yang terjadi di permukaan tulang (peremajaan tulang) tidak terjadi, rangka kita akan rusak karena keletihan ketika kita masih muda. Ada 2 jenis sel utama dalam tulang, yakni osteokiast (yang merusak tulang) dan osteoblast (yang membentuk tulang baru). Kedua sel ini dibentuk dalam sumsung tulang.

KALSIUM
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi. 1% kalsium terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Tanpa kalsium yang 1% ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, transmisi saraf terganggu, dan sebagainya.
Untuk memenuhi 1% kebutuhan ini, tubuh mengambilnya dari makanan yang dimakan atau dari tulang. Apabila makanan yanag dimakan tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mengambilnya dari tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai cadangan kalsium tubuh. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang.

Penyerapan dan Pembuangan
Kemampuan absorpsi (penyerapan) kalsium lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua. Absorpsi pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua golongan usia. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi absorbsi kalsium, di antaranya kelarutan kalsium dalam air dan jenis makanan yang dimakan bersama dengan kalsium. Makanan tertentu menyebabkan pengendapan kalsium sehingga kalsium menjadi sulit diabsorpsi. Kalsium yang tidak diabsorpsi akan dikeluarkan dari tubuh. Pengeluaran ini melalui lapisan kulit, kuku, rambut, keringat, urine dan feses.

Faktor-faktor yang meningkatkan Absorpsi Kalsium
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan absorpsi kalsium adalah:
1. Tingkat kebutuhan
Peningkatan kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, masa kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium.
2. VitaminD
Vitamin D merangsang absorpsi kalsium melalui langkah-langkah kompleks. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein-pengikat kalsium
3. Asam kiorida
Asam Kionida yang dikeluarkan oleh lambung membantu absorpsi kalsium dengan cara menurunkan pH di bagian atas usus halus.
4. Makanan yang mengandung lemak.
Lemak meningkatkan waktu transit makanan melalui saluran cerna, dengan demikian memberikan waktu lebih banyak untuk absorpsi kalsium.

Faktor-faktor yang menghambat absorbsi kaslium
1. Kekurangan vitamin D bentuk aktif
2. Makanan yang mengandung asam oksalat seperti bayam dan sayuran lain
3. Makanan tinggi serat karena mempercepat waktu transit makanan di dalam saluran cerna.

Pengendalian Kalsium dalam Darah
Yang mengatur kadar kalsium dalam darah adalah hormon Paratiroid, tirokalsitonin dan kelenjar tiroid dan vitamin D. Hormon paratiroid dan vitamin D meningkatkan kalsium darah dengan cara sebagai berikut:
a. Vitamin D merangsang absorpsi kalsium oleh saluran cema
b. Vitamin D dan horinon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dan tulang ke dalam darah.
c. Vitamin D dan hormon paratiroid menunjang reabsorpsi kalsium di dalam ginjal.

Sumber Kalsium
o Sayur-sayuran hijau (bayam, brokoli, sawi)
o Ikan teri kering
o Udang kering
o Tahu
o Kacang-kacangan
o Salmon, sardine
o Susu & hasil olahannya

Fungsi Kalsium
o Membentuk serta mempertahankan tulang dan gigi yang sehat
o Mencegah osteoporosis
o Membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka
o Menghantarkan signal ke dalam sel-sel saraf
o Mengatur kontraksi otot
o Membantu transport ion melalui membran
o Sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur proses pencemaan, energi dan metabolisme lemak

Gejala Kekurangan Kalsium
1. Gangguan pertumbuhan
2. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh
3. Kekejangan otot

Gejala Kelebihan Kalsium
Kelebihan kalsium tejadi apabila mengkonsurnsi kalsium sebesar 2500 mg/han. Kelebihan kalsium dapat menyebabkan terjadinya bath ginjal atau gangguan ginjal, konstipasi (susah buang air besar)

Angka Kecukupan Harian menurut Widyakarya ANGAN DAN Gizi LIPI 1998
- Bayi 300-400 mg
- Anak-anak 500 mg
- Remaja 600-700 mg
- Dewasa 500-800 mg
- Ibu hamil dan menyusui +400 mg

SERI KERANGKA TUBUH MANUSIA
Kerangka Tubuh Manusia
Kerangka manusia tersusun dari tulang-tulang, baik tulang yang panjang maupun tulang pendek. Lalu, apa fungsi kerangka bagi manusia ? Fungsinya diantaranya adalah:
- Untuk memberikan bentuk keseluruhan bagi tubuh
- Menjaga agar organ tubuh tetap berada di tempatnya
- Melindungi organ-organ tubuh seperti otak, jantung, dan paru-paru
- Untuk bergerak ketika dikehendaki otot
- Menghasilkan sel darah di dalam sumsum tulang.

Jenis-jenis Tulang
Tulang dikelompokkan menurut bentuknya menjadi :
- Tulang pipa
Contohnya tulang paha
- Tulang pendek
Contohnya tulang pergelangan
- Tulang pipih
Contohnya tulang bahu
- Tulang tak beraturan
Contohnya tulang rahang

Susunan Tulang Pipa
a. Epiphysis (kepala)
b. Metaphysis (batang)
c. Periosteum: lapisan tipis
d. Tulang yang keras dan pekat
e. Bagian yang lembut seperti spon
f. Rongga sumsum
g. Cartilage (tulang rawan)

Nama-nama Tulang pada Tubuh
1. Cranium (tengkorak)
2. Mandibula (tulang rahang)
3. Clavicula (tulang selangka)
4. Scapula (tulang belikat)
5. Sternum (tulang dada)
6. Rib (tulang rusuk)
7. Humerus (tulang pangkal lengan)
8. Vertebra (tulang punggung)
9. Radius (tulang lengan)
10. Ulna (tulang hasta)
11. Carpal (tulang pergelangan tangan)
12. Metacarpal (tulang telapak tangan)
13. Phalanges (ruasjari tangan danjari kaki)
14. Pelvis (tulang panggul)
15. Femur (tulang paha)
16. Patella (tulang lutut)
17. Tibia (tulang kering)
18. Fibula (tulang betis)
19. Tarsal (tulang pergelangan kaki)
20. Metatarsal (tulang telapak kaki)

Sudahkah kamu tahu ?
Tulang yang terkuat
Femur atau tulang paha biasanya dapat menyangga 30 kali berat seorang manusia.

Tulang yang terkecil
Tulang terkecil di dalam tubuh manusia ialah tulang sanggurdi (di dalam telinga) panjangnya hanya 2,6 – 3,4 mm

Tulang yang Terpanjang
Tulang paha ialah tulang terpanjang di dalam tubuh manusia. Pada umunya panjang tulang paha pada pria dengan rata-rata tinggi 175 cm ialah 48 cm.

Kesimpulan Tulang
Osteoporosis atau kekeroposan tulang adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, keropos, rapuh dan mudah patah. Kondisi ini terjadi sebagai akibat berkurangnya massa tulang (disebut osteopenia).

Puncak masa tulang terjadi sampai umur 30 tahun. Makanya depositi kalsium harus disiapkan sedini mungkin, agar saat kondisi puncak itu datang, kondisi tulang kita tetap bagus. Begitu memasuki usia 35 tahun, kecepatan pembentukan massa tulang lebih lambat ketimbang yang rusak. Tak hanya rupiah saja yang harus dikelola, tapi tulang juga.

Wanita memiliki kemungkinan lebih besar terkenan osteoporosis karena faktor hormonal, yaitu berkurangnya hormone estrogen begitu memaski masa menopause. Bukan hanya fakto kekurangan kalsium dan vitamin D yang memicu terjadinya osteoporosis. Faktor genetic, pengobatan untuk sakit astma, gangguan fisiologi, kafein, rokok, alcohol dan kurang olahraga bisa menjadi pemicu lainnya.

Abnormalitas
Massa kalsium dalam tulang mencapai puncaknya pada usia 35 tahun, setelah it uterus menurun yang berarti pula osteoporosis mulai mengancam. Bahkan proses degenerasi dikatakan lebih awal lagi, sehingga di usia 20 – 30-an hendaknya mulai bersiap-siap menjaga kondisi tulang.

Kekurangan kalsium dalam tulang memang merupakan proses alami yang sulit dihindari sejalan dengan bertambahnya umur. Semakin tua, semakin cepat tumbuh menyerap kalsium dari tulang sebelum sempat digantikan.

Begitu wanita mencapai usia menapouse, maka semakin menurun pula kadar kalsium dalam tulang. Diduga hal ini berkaitan erat dengan kemampuan tubuh mensekresi (menghasilkan) hormone ekstrogen. Hormon ini bekerja secara tidak langsung melalui pengaturan produksi hormon lainnya berdasarkan fungsi masing-masing. Pada wanita dewasa yang sehat sekresi hormone kalsitonin juga dipengaruhi oleh adanya hormone ekstrogen. Jadi, dengan menurunnya sekresi estrogen ini, pengendalian sekresi kasitonin pada sel padarafolikuler tiroid menjadi terganggu. Maka pengeroposan tulang lebih cepat terjadi pada wanita menopause.

Penyakit Tulang
Bila kelenjar paratiroid tidak menyekresikan hormone patatiroid dalam jumlah cukup, reabsorpsi osteositik dari kalsium yang dapat bertukar akan menurun dan osteoklas menjadi inaktif seluruhnya. Reabsorpsi kalsium dari tulang menjadi sangat tertekan sehingga kadar kalsium dalam cairan tubuh menurun. Karena kalsium dan fosfat tidak diabsorbsi dari tulang, tulang biasanya tetap kuat.
Bila kelenjar paratiroid tiba-tiba diangkat, kadar kalsium dalam darah turun dari nilai normal 9.4 menjadi 6 sampai 7 mg/dll dalam waktu 2 sampai 3 hari dari konsentrasi fosfat dalam darah dapa menjadi berlipat ganda.

Pengobatan Hipoparatiroidisme
Hormone Paratiroid (Parathormon). Hormon paratiroid biasanya digunakan untuk mengobati hipoparotiroidisme. Karena pemakaian hormon ini, karena efek hormone berlangsung paling lama selama beberapa jam, dan karena kecendrungan tubuh mengembangkan imunitas tubuh melawan hormon, mengakibatkan hormon secara progresif makin kurang efektif, sehingga pengobatan hipoparatiroidiisme dengan hormon paratiroid jarang dimukan dalam pengobatan saat ini.
Pengobatan dengan Vitamin D dengan Kalsium. Pemberian dalam jumlah vitamin yang sangat besar, sebanyak 100.000 unit sampai 2 gram akan dapat menjaga konsentrasi ion kalsium dengan kisaran normal.

Hiperparatiroidisme
Penyebab Hiperparatiroidisme biasanya adalah tumor dari salah satu kelenjar paratiroid. Hiperparatiroidisme menyebabkan aktivtas osteoklastik yang berlebihan dalam tulang. Penyakit tulang pada Hiperparatiroidisme.

Pada Hiperparatiroidisme yang berat, absopsi osteoklastik dengan cepat jauh melebihi pengendapan osteoblastik dan tulang dapat dimakan hampir semuanya. Seorang penderita hiperparatiroidisme sering mencari pengobatan akibat patah tulang.

Faktur yang multiple dari tulang yang sudah lemah dapat disebabkan hanya oleh trauma yang ringan, terutama bila kista terbentuk. Penyakit tulang kistik akibat hiperparatiroidisme disebut osteitis fibrosa kistika.

Aktivitas osteoblastik pada tulang juga sangat meningkat sebagai suatu usaha untuk membentuk tulang baru dalam jumlah cukup untuk menggantikan tulang tua yang diabsorbsi oleh aktivitas osteoklastik.
Penyakit Rickets
Efek penyakit rickets pada tulang. Selama terjadi penyakit rickets yang alam, kompensasi peningkatan sekresi hormon paratiroid yang nyata akan menyebabkan absorpsi osteoklastik yang belebihan dari tulang.
Osteoblas ini menjadi dasar timbulnya banyak sekali osteoid yang tidak berkalsifikasi sebab kadar ion kalsium dan fosafatnya tidak cukup. Osteoid yang baru dibentuk, tidask terkalsifikasi, dan lemah secara bertahap menggantikan tulang yang lebih tua yang telah direabsorbsi.

Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang paling umum pada orang dewasa, terutama pada usia tua. Osteoporosis merupakan jenis penyakit yang berbeda dengan ostomalasia dari rickets, penyakit ini lebih disebabkan oleh berkurangnya matriks organic daripada kelainan kalsifiaksi tulang. Pada osteoporosis aktivitas osteoblstik pada pengendapan tulang menurun. Penyebab berkurangya tulang ini adalah karena aktivitas osteoklastik yang belebihan.
Sebagai besar penyebab osteoporosis adalah :
1. kurangnya stres fisik terhadap tulang karena tidak aktif.
2. malnutrisi yang berlebihan sehingga tidak dapat dibentuk matriks protein yang cukup.
3. kurangnya vitamin C, yang diperlukan untuk sekresi bahan-bahan intraselular oleh seluruh sel, termasuk osteblas.
4. kurangnya sekresi estrogen pada masa postmenopause, sebaba estrogen itu mempunyai aktivitas perangsang osteblas.
5. pada usia tua, di mana hormon pertumbuhan dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya sangat berkurang ditambah dengan kenyataan bahwa banyak fungsi anabolik protein buruk, sehingga matriks tulang tidak dapat diendapkan dengan baik.
6. penyakit Cushing, karena glukokortikoid yang disekresikan pada penyakit ini jumlahnya banyak sekali sehingga menyebabkan berkurangnya pengendapan protein di seluruh tubuh, dan meningkatkan katabolisme protein dan juga mempunyai efek khusus menekan aktivitas osteoblastik.

BAB II
PANKREAS

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai lima, dan dilukiskan sebagai terdiri atas tiga bagian.
Kepala pakreas yang paling lebar, terletak kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum, dan yang praktis melingkarinya. Badan pancreas merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
Ekor pancreas adalah bagian yang runcing di sebelah kiri, dan sebenarnya menyentuh limpa.

Jaringan pancreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori yang tersusun mengitari saluran-saluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran kecil dari lobula yang terletak di dalam ekor pancreas dan berjalan melalui badannya dan kiri ke kanan.

Fungsi
Pankreas dapat disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi. Fungsi exocrine dilaksanakan oleh sel sekrotori lobulanya, yang membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan eletrolit. Cairan pencerna itu berjalan melalui saluran exkrotori halus dan akhirnya dikumpul oleh dua saluran, yaitu yang utama disebut duktus Wirsungi dan sebuah saluran lain, yaitu duktus santorini, yang masuk ke dalam duodenum. Saluran utama bergabung dengan saluran empedu di Ampula Vater.

Kepulauan Lengarhans
Membentuk orgatn endokrin yang menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dank arena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalma hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengosorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak.

Catatan Klinik
Defisiensi (kekurangan) insulin mengakibatkan hiperglikemia, yaitu kadar gula darah yang tinggi, turunnya berat badan, lelah dan poliuria (sering buang air kecil), disertai haus, lapar, kulit kering, mulut dan lidah kering. Akibatnya juga ketosis serta asidosis dan kecepatan bernafas bertambah.
Keadaan selbaiknya ialah hipoglikemia, atau kadar gula darah rnedah, dapat terjadi sebagai akbiat kelebihan dosis insulin, atau karena pasien tidak makan makanan (atau muntah barangkali) sesudah suntikan insulin, sehingga kelebihan insulin dalam rahnya menyebakan koma hipoglikemia.
Demikianlah maka koma pada seorang pasien dengan diabetes dapat disebabkan tidak adanya insulin, atau terlampu banyak insulin (koma hipoglikemia) yang diobati dengan glokosa.

Sebelumnya ada baiknya kita kembali melihat apa sih Fungsi Pankreas itu?. Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar Eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat; sedangkan Endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ketika kita makan, partikel-partikel makanan gula diserap ke dalam aliran darah dan usus kecil. Pada saat gula memasuki alirah darah, secara bersamaan pankreas mengeluarkan insulin masuk ke dalam darah sehingga dengan bantuan insulin gula memasuki sel-sel tubuh yang membutuhkannya. Apabila gula darah meningkat diperkirakan penderita mengidap penyakit diabetes melitus (kencing manis) akibat pankreas tidak mampu menghasilkan hormon insulin atau ketika sel-sel tubuh menjadi tidak responsif terhadap insulin. Jadi secara umum makanan yang dapat meningkatkan fungsi pankreas adalah makanan dengan kandungan gizi seimbang artinya tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat, lemak, dan protein. Atur porsi dan jadual makan agar tidak melebihi kebutuhan energi. Perbanyak makan makanan yang kaya serat, vitamin dan mineral, misalnya sayuran dan kacang-kacangan.

PENGARUH REBUSAN BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH DIABETES

PENGARUH REBUSAN BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH DIABETES
Posted July 6th, 2008
ABSTRAK

Dwi Kurniati. 066102058. 2007. The Effect of the Guava Fruits Decoct on
Diabetic Rat’s Blood Glucose. Under Tuition of
Drh. Mien Rachminiwati, Ph.D. dan Dra. Tri Aminingsih, M.Si.
Guava fruits can be found easily in tropical area including Indonesia. It is
beside used for foodstuff in freshed or made, these fruits have been used by the
people to care many diseases including diabetes mellitus and
hypercholesterolemia.
These research has been carried out to study the effect of the Guava fruits
decoct on blood glucose level using oral glucose tolerantion test. The research
was done to 5 treatment groups which each group consists of 5 male rats from
Sprague Dawley strain weighing 200-250 gram. The sample solution was given
oraly at dose was administered of 1 g/Kg bw, 2 g/Kg bw, 4 g/Kg bw. As possitive
control group Acarbose at dose was administered of 2 mg/Kg bw. Aqua destilatas
was given to rat and served as negative control group. Methode based digital
blood glucose meter (Accuchek advantage) with reaction methode glucose
dehidrogenase was used to measure the blood glucose level.
The results showed that all doses of the Guava fruits decoct inhibited the
blood glucose level significantly (P < 0,05). The potency of the Guava fruits
decoct at dose of 2 g/Kg bw and 4 g/Kg bw affecting blood glucose level as the
same as of Acarbose dose at dose levely and it has higher potency than the Guava
fruits decoct at dose of 1 g/Kg bw.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi masa kini yang berkembang pesat telah mempengaruhi pola hidup
masyarakat. Pola makan yang kurang sehat seperti makanan cepat saji yang
kurang serat, minuman dengan gula sintetik dan dicampur pewarna dan pengawet
dapat memicu timbulnya berbagai penyakit.
Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi perhatian pemerintah dan
masyarakat adalah Diabetes mellitus (DM) atau yang umum disebut penyakit
kencing manis. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh keadaan
hiperglikemia kronik, kadar gula darah lebih tinggi dari normal. Keadaan ini
berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang tidak
normal di dalam tubuh, serta adanya gangguan hormonal seperti insulin,
glukagon, kortisol dan pertumbuhan. DM dapat menjadi penyebab aneka
penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak,
glaukoma, kerusakan retina mata yang dapat menyebabkan kebutaan, impotensi,
gangguan fungsi hati, luka yang lama sembuh hingga harus diamputasi terutama
pada kaki. Penyakit diabetes dapat disebabkan juga oleh gangguan produksi
insulin. Kurangnya jumlah dan daya kerja insulin tubuh mengakibatkan glukosa
tidak dapat dimanfaatkan oleh sel tetapi hanya berakumulasi di dalam darah yang
beredar ke seluruh tubuh.
Berdasarkan survey WHO pada tahun 2001, jumlah penderita DM di
Indonesia sekitar 17 juta orang (8,6 persen dari jumlah penduduk) dan menduduki
peringkat keempat setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Tahun 2010
diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia menjadi minimal 5 juta jiwa, dan
di dunia 239,3 juta jiwa. DM kini merupakan masalah nasional. Penyakit ini
tercantum dalam urutan keempat dari prioritas penelitian nasional untuk penyakit
degeneratif (prioritas pertama adalah penyakit kardiovaskuler, kemudian
serebrovaskuler, geriatri, diabetes mellitus, rematik, dan katarak). Biaya
perawatan minimal untuk rawat-jalan penderita DM di Indonesia diperhitungkan
sebesar 1,5 milyar rupiah per hari atau 500 milyar rupiah per tahun
(Tjokroprawiro, 2003).
Kekayaan sumber bahan alam Indonesia telah dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia secara turun-temurun. Budaya kembali ke alam atau lebih dikenal
dengan istilah Back to Nature saat ini menjadi trend di seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Andayani pada tahun 2000
menunjukkan bahwa ekstrak kasar buncis mampu menurunkan kadar glukosa
darah sampai 30% pada kelinci diabetes yang diinduksi dengan aloksan. Ekstrak
daun sambiloto dengan dosis 0,5 g/kg bb, 1 g/kg bb dan 1,5 g/kg bb dapat
menghambat kenaikan kadar glukosa darah tikus normal (Suryadhana, 2000).
Tanaman lain seperti pare, lidah buaya, alpukat, kumis kucing, diyakini memiliki
khasiat sebagai antidiabetes. Masih banyak bahan alam asli Indonesia yang
berkhasiat sebagai antidiabetes yang belum diteliti salah satunya adalah buah
jambu biji. Jambu biji telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah
Jawa. Buah jambu biji yang dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk buah
segar maupun olahan mengandung vitamin A dan vitamin C yang tinggi. Buah
jambu biji merah digunakan pula pada pengobatan penyakit demam berdarah
untuk meningkatkan trombosit darah. Daun pucuk jambu biji juga banyak
dimanfaatkan sebagai obat antidiare. Buah, daun, dan kulit batang jambu biji
mempunyai kemampuan sebagai adstringensia yang dapat mempresipitasikan
protein selaput lendir usus dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus.
Lapisan protein ini diduga mampu menghambat asupan glukosa sehingga laju
peningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi, dengan demikian, jambu biji
mempunyai prospek yang cukup tinggi sebagai antidiabetes.
Penelitian ini mengamati pengaruh rebusan buah jambu biji terhadap uji
toleransi glukosa darah tikus putih diabetes yang diinduksi dengan aloksan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan buah
jambu biji putih terhadap kadar glukosa darah tikus putih yang diinduksi dengan
aloksan.
1.3 Hipotesis
Rebusan buah jambu biji putih pada dosis tertentu dapat menghambat
peningkatan kadar glukosa darah tikus diabetes pada uji toleransi glukosa oral.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah alternatif sediaan herbal
yang mempunyai efek sebagai antidiabetes dan dapat meningkatkan pendapatan
petani tanaman jambu biji.

MENGELOLA STRES KERJA

MENGELOLA STRES KERJA
Oleh : Eko Sasono
Universitas Pandanaran Semarang

ABSTRAK

Ada tiga kategori sumber potensial stres yaitu faktor lingkungan (ketidakpastian ekonomi, politik, teknologi), faktor organisasional (tuntutan tugas, peran dan hubungan antar pribadi; struktur, kepemimpinan dan tahap hidup organisasi), faktor individu (masalah keluarga, ekonomi dan kepribadian). Apakah faktor-faktor ini mengarah ke stres yang aktual bergantung pada perbedaan individual seperti pengalaman kerja dan kepribadian. Bila stres dialami oleh seorang individu, gejalanya dapat muncul sebagai keluaran fisiologis (sakit kepala, tekanan darah tinggi, penyakit jantung), psikologis (kecemasan, murung, berkurangnya kepuasan kerja), dan perilaku (produktivitas, kemangkiran, tingkat keluarnya karyawan).
Dalam mengelola stres ada 2 pendekatan yang bisa diterapkan yaitu pendekatan individu dan organisasional. Pendekatan individual mencakup pelaksanaan teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial. Pendekatan organisasional mencakup perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penempatan tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi dan pelaksanaan program kesejahteraan.

Kata kunci : sumber potensial stres, gejala stres, mengelola stres.
PENDAHULUAN
Dewasa ini tempat kerja yang berubah dan bersaing menambah tingkat stres di kalangan para pekerja dan juga manajer. Misalnya, sebuah survei atas pekerja Amerika Serikat menemukan bahwa 46 persen merasakan pekerjaan mereka sebagai penuh dengan stres dan 34 persen berpikir serius untuk keluar dari pekerjaan mereka 12 bulan sebelumnya karena stres di tempat kerja. (Schellhardt : 1996). Di Asia, semakin banyak manager memperlihatkan tanda-tanda kelelahan dan kehabisan tenaga yang kronis, dan terus bertambah keprihatinan di kalangan eksekutif senior di Asia bahwa manager yang kehabisan tenaga dapat berarti kehancuran perusahaan. (Abdoolcarim : 1995)
Banyak eksekutif yang maju pesat justru dibawah tekanan dan menikmati ketegangan yang datang dari persaingan dan prestasi. Tetapi orang dapat kehabisan tenaga dan itu jelas semakin banyak terjadi di kalangan sejumlah manager Asia. Mereka memperlihatkan tanda-tanda kelelahan kronis seperti kemurungan, kelesuan, perilaku yang aneh, penyakit fisik ringan dan masalah keluarga yang semakin menumpuk.

Kebanyakan kita sadar bahwa stres karyawan semakin menjadi masalah dalam organisasi. Kita mendengar tentang karyawan yang membunuh rekan kerja dan supervisornya, selanjutnya kita tahu bahwa penyebab utamanya adalah ketegangan hubungan kerja. Teman-teman mengatakan kepada kita bahwa mereka stres karena muatan kerja yang besar dan harus bekerja lebih lama karena perampingan pada perusahaan mereka. Kita membaca survei dimana para pemberi kerja mengeluh tentang stres yang tercipta dalam usaha mengimbangi kerja dan tanggung jawab keluarga.

STRES KERJA DAN MANAJEMENNYA
Stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. (Schuler : 1980)
Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Perhatikan misalnya kinerja yang unggul yang ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam situasi-situasi yang "mencekam". Individu semacam itu sering menggunakan stres secara positif untuk meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Apa yang menyebabkan stres ? Apakah konsekuensi-konsekuensinya bagi karyawan individual ? Mengapa serangkaian kondisi yang sama yang menciptakan stres untuk seseorang tampaknya hanya sedikit berdampak atau bahkan tidak sama sekali bagi orang lain ? Gambar 1 memberikan suatu model yang dapat membantu menjawab pertanyaan seperti ini.

Gambar 1.
Sumber potensial
Konsekuensi
Suatu Model Stres

Faktor lingkungan
Ketidakpastian ekonomi
Ketidakpastian politik
Ketidakpastian teknologi

Perbedaan individu
Persepsi
Pengalaman pekerjaan
Dukungan sosial
Keyakinan akan tempat kedudukan kontrol
Sikap permusuhan

Gejala fisiologis
Sakit kepala
Tekanan darah tinggi
Penyakit jantung

Gejala psikologis
Kecemasan
Murung
Berkurangnya kepuasan kerja

Faktor organisasi
Tuntutan tugas
Tuntutan peran
Tuntutan hubungan antarpribadi
Struktur organisasi
Kepemimpinan organisasi
Tahap hidup organisasi

Stres yang dialami

Gejala perilaku
Produktivitas
Kemangkiran
Tingkat keluarnya karyawan

Faktor individu
Masalah keluarga
Masalah ekonomi
Kepribadian
Sumber : Saduran dari C.L. Cooper dan R. Payne, Stress at Work (London : Wiley, 1978); dan Parasuraman dan Alutto, "Sources and Outcomes of Stress in Organizational Settings," h. 330-350, (1978).

Sumber Potensial Stres
Sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1 ada tiga kategori sumber potensial stres : lingkungan, organisasional dan individual.
Faktor Lingkungan. Seperti ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur suatu organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para karyawan dalam organisasi tersebut. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila ekonomi itu mengerut, orang menjadi makin mencemaskan keamanan mereka. Ketidakpastian politik seperti ancaman sparatisme dan perubahan politik dapat menyebabkan stres. Ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang dapat menyebabkan stres. Karena inovasi-inovasi baru dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan menjadi ketinggalan dalam periode waktu yang sangat singkat, komputer, robot, otomatisasi dan ragam-ragam lain dari inovasi teknologi merupakan ancaman bagi banyak orang dan menyebabkan mereka stres.

Faktor Organisasi. Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, seorang bos yang menuntut dan tidak peka serta rekan sekerja yang tidak menyenangkan merupakan beberapa contoh. Kita telah mengkategorikan faktor-faktor ini di sekitar tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi dan tingkat hidup organisasi.

Tuntutan tugas merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu (otonomi, karagaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak kerja fisik. Lini perakitan dapat memberi tekanan pada orang bila kecepatannya dirasakan sebagai berlebihan. Makin banyak kesalingtergantungan antara tugas seorang dengan tugas orang lain, kehadiran stres makin potensial. Sebaliknya otonomi cenderung mengurangi stres. Pekerjaan di tempat dengan suhu, kebisingan atau kondisi kerja lain yang berbahaya atau sangat tidak diinginkan dapat meningkatkan kecemasan. Demikian juga bekerja dalam suatu kamar yang berjubel atau dalam suatu lokasi yang terbuka sehingga terus menerus terjadi gangguan.

Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali dirujukkan atau dipuaskan. Peran yang kelebihan beban terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran muncul bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.

Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar khususnya diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.
Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada seorang karyawan merupakan suatu contoh dari variabel struktural yang dapat merupakan sumber potensial dari stres.
Kepemimpinan organisasi menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi. Beberapa eksekutif senior menciptakan suatu budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut dan kecemasan. Mereka membangun tekanan yang tidak realistis untuk berkinerja dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang sangat ketat dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat "mengikuti".

Organisasi berjalan melalui suatu siklus. Didirikan, tumbuh, menjadi dewasa dan akhir-akhirnya merosot. Suatu tahap kehidupan organisasi menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan sangat menimbulkan stres yang pertama dicirikan oleh besarnya kegairahan dan ketidakpastian sedangkan yang kedua lazimnya menuntut pengurangan, pemberhentian dan serangkaian ketidakpastian yang tidak berbeda. Stres cenderung paling kecil dalam tahap kedewasaan dimana ketidakpastian berada pada titik terendah.

Faktor Individual. Kategori ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan seperti persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sebagai sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kesulitan disiplin pada anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

Masalah ekonomi yang diciptakan oleh individu yang terlalu merentangkan sumber daya keuangan mereka merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu perhatian mereka terhadap kerja.

Perbedaan Individual

Ada orang yang berkembang dibawah situasi penuh stres, orang lain dilumpuhkan oleh situasi itu. Apakah yang membedakan orang dalam hal kemampuan mereka menangani stres ? Apakah variabel perbedaan individual yang memperlunak hubungan antara penyebab stres potensial dan stres yang dialami ? Sekurang-kurangnya ada lima variabel – persepsi, pengalaman kerja, dukungan sosial, keyakinan akan tempat kedudukan kendali, dan permusuhan – telah ditentukan sebagai pelunak yang relevan.
Persepsi. Karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap realitas bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi akan memperlunak hubungan antara suatu kondisi stres potensial dan reaksi seorang karyawan terhadap kondisi itu. Rasa takut seseorang bahwa ia akan kehilangan pekerjaan karena perusahaannya melakukan PHK massal dapat dipersepsikan oleh seseorang lain sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pesangon yang besar dan memulai bisnisnya sendiri. Sama halnya apa yang dipersepsikan satu karyawan sebagai suatu lingkungan kerja yang efisien dan menantang dapat dipandang oleh yang lain sebagai mengancam dan menuntut. Jadi potensial stres dalam faktor lingkungan, organisasional dan individual tidaklah dalam kondisi objektifnya melainkan terletak dalam penafsiran seorang karyawan terhadap faktor-faktor itu.

Pengalaman Kerja. Dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan guru yang sangat baik. Pengalaman juga dapat merupakan pengurang stres yang sangat baik. Pengalaman pada pekerjaan cenderung berkaitan secara negatif dengan stres kerja.
Dukungan Sosial. Makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa dukungan sosial – yaitu hubungan kolegal dengan rekan sekerja atau supervisor – dapat menyanggah dampak stres. Logika yang mendasari variabel pelunak ini adalah bahwa dukungan sosial bertindak suatu pereda yang mengurangi efek negatif bahkan dari pekerjaan-pekerjaan berkepegangan tinggi. Bagi individu yang kolega kerjanya tidak membantu atau bahkan aktif bermusuhan, dukungan sosial dapat ditemukan diluar pekerjaan itu. Keterlibatan dengan keluarga, teman dan komunitas dapat memberikan dukungan – khususnya bagi mereka yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi – yang tidak diperoleh dari tempat kerja dan ini dapat membuat penyebab stres pekerjaan lebih dapat ditolerir.

Keyakinan Akan Tempat Kedudukan Kendali (Locus of Control). Tempat kedudukan kendali merupakan suatu atribut kepribadian. Mereka dengan tempat kedudukan kendali internal yakin bahwa mereka mengendalikan tujuan akhir mereka sendiri. Mereka dengan tempat kedudukan kendali eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar. Bukti menunjukkan bahwa kaum internal mempersepsikan pekerjaan mereka sebagai kurang mengandung stres dibanding kaum eksternal. Jadi kaum eksternal yang lebih besar kemungkinan merasa tidak berdaya dalam situasi penuh stres dan juga lebih besar kemungkinan mengalami stres.

Permusuhan. Kepribadian tipe A merupakan variabel pelunak yang paling sering digunakan sehubungan dengan stres. Kepribadian tipe A dicirikan oleh perasaan kronis atas keterdesakan waktu dan oleh suatu dorongan kompetitif yang berlebihan. Seorang individu tipe A terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang tidak henti-henti dan kronis untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat dan kalau perlu dengan melawan upaya-upaya dari sesuatu atau orang-orang lain yang menentangnya. Diyakini kaum tipe A lebih besar kemungkinan mengalami stres di dalam dan di luar pekerjaannya.

Konsekuensi Stres

Stres muncul dalam sejumlah cara yang dikelompokkan dalam tiga kategori umum : gejala fisiologis, psikologis dan perilaku.
Gejala Fisiologis. Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan tekanan jantung.
Gejala Psikologis. Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Memang itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres itu. Tetapi stres muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda. Terbukti bahwa bila orang ditempatkan dalam pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda dan berkonflik atau dimana kurang adanya kejelasan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab pemikul pekerjaan, stres dan ketidakpuasan akan meningkat.
Gejala Perilaku. Gejala stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, tingkat keluarnya karyawan juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur. Stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tumbuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi. Pada saat itulah individu sering melakukan tugasnya dengan lebih baik, lebih intensif atau lebih cepat. Tetapi terlalu banyak stres menempatkan tutuntan yang tidak dapat dicapai atau kendala pada seseorang yang mengakibatkan kinerja menjadi lebih rendah.

Mengelola Stres

Dari titik pandang organisasi, manajemen mungkin tidak perduli bila karyawan mengalami tingkat stres yang rendah sampai sedang. Alasannya adalah bahwa tingkat semacam itu dapat bersifat fungsional dan mendorong ke kinerja karyawan yang lebih tinggi. Tetapi tingkat stres yang tinggi atau tingkat rendah tetapi berkepanjangan dapat mendorong ke kinerja karyawan yang menurun dan karenanya menuntut tindakan dari manajemen. Ada dua pendekatan yang bisa dipakai dalam mengelola stres yaitu pendekatan individual dan pendekatan organisasional.
Pendekatan Individual. Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif mencakup pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial.

Banyak orang mengelola waktunya secara buruk. Hal-hal yang harus mereka selesaikan dalam hari atau pekan tertentu seharusnya selesai jika mereka mengelola waktu dengan baik. Jadi suatu pemahaman dan pemanfaatan dari prinsip-prinsip dasar pengelolaan waktu dapat membantu individu untuk mengatasi dengan lebih baik ketegangan yang diciptakan oleh tuntutan pekerjaan. Beberapa prinsip pengelolaan waktu yang lebih dikenal adalah membuat daftar harian dari kegiatan yang mau diselesaikan, memprioritaskan kegiatan menurut kepentingan dan urgensinya, menjadwalkan kegiatan menurut peringkat prioritas.
Latihan fisik non kompetitif seperti aerobik, berjalan, jogging, berenang dan bersepeda telah lama direkomendasikan oleh para dokter sebagai suatu cara untuk menangani tingkat stres yang berlebihan.

Individu dapat melatih diri untuk mengurangi ketegangan lewat teknik pengenduran seperti meditasi dan hipnotis. Sasarannya adalah mencapai suatu keadaan relaksasi yang dalam, dimana orang merasa santai secara fisik, agak terpisah dari lingkungan sekitar dan melepaskan diri dari sensasi tubuh.

Mempunyai teman, keluarga atau rekan sekerja untuk diajak bicara memberikan suatu saluran keluar bila tingkat stres menjadi berlebihan. Oleh karena itu memperluas jaringan dukungan sosial bisa merupakan suatu cara untuk pengurangan ketegangan. Dukungan sosial melunakkan hubungan antara stres dan hilangnya semangat. Artinya dukungan yang tinggi mengurangi kemungkinan bahwa stres kerja yang berat akan mengakibatkan hilangnya semangat kerja.
Pendekatan Organisasional. Beberapa faktor yang menyebabkan stres – terutama tuntutan tugas dan peran, dan struktur organisasi – dikendalikan oleh manajemen. Dengan demikian faktor-faktor ini dapat dimodifikasi atau diubah. Strategi yang mungkin diinginkan oleh manajemen untuk dipertimbangkan antara lain : perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penggunaan penempatan tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi, dan pelaksanaan program kesejahteraan perusahaan.

Respons individu terhadap situasi stres berbeda-beda. Individu dengan sedikit pengalaman atau ruang kendali eksternal cenderung lebih rawan stres. Keputusan seleksi dan penempatan hendaknya mempertimbangkan fakta ini.
Individu-individu berkinerja dengan lebih baik bila mereka mempunyai tujuan yang spesifik dan menantang dan menerima umpan balik mengenai kemajuan mereka yang tepat ke arah tujuan ini. Penggunaan tujuan dapat mengurangi stres maupun memberi motivasi.
Merancang ulang pekerjaan untuk memberi kepada karyawan lebih banyak tanggung jawab, lebih banyak kerja yang bermakna, lebih banyak otonomi dan umpan balik yang meningkat dapat mengurangi stres karena faktor-faktor ini memberikan kepada karyawan itu kendali yang lebih besar terhadap kegiatan kerja dan mengurangi ketergantungan pada orang lain. Desain pekerjaan yang tepat untuk karyawan dengan kebutuhan pertumbuhan yang rendah mungkin berupa pengurangan tanggung jawab dan peningkatan spesialisasi. Jika individu lebih menyukai struktur dan rutin, maka mengurangi keragaman keterampilan seharusnya juga mengurangi ketidakpastian dan tingkat stress.

Stres peran kebanyakan bersifat merusak karena karyawan merasa tidak pasti mengenai tujuan, harapan, bagaimana mereka akan dinilai. Dengan memberikan kepada karyawan suatu suara dalam keputusan-keputusan yang secara langsung mempengaruhi kinerja mereka, manajemen dapat meningkatkan kendali karyawan dan mengurangi stres peran ini. Maka para manager hendaknya mempertimbangkan peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan.

Meningkatkan komunikasi organisasional yang formal dengan para karyawan mengurangi ketidakpastian karena mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran. Oleh karena pentingnya peran persepsi dalam memperlunak hubungan stres – respons itu, manajemen juga dapat menggunakan komunikasi yang efektif sebagai cara untuk membentuk persepsi karyawan.
Program kesejahteraan memusatkan perhatian pada keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan. Misalnya, program-program ini secara khusus mengadakan lokakarya untuk membantu orang berhenti merokok, mengendalikan penggunaan alkohol, mengurangi bobot tubuh, makan dengan lebih baik dan mengembangkan suatu program latihan yang teratur. Pengandaian yang mendasari kebanyakan program kesejahteraan adalah bahwa para karyawan perlu memikul tanggung jawab pribadi untuk kesehatan fisik dan mental mereka. Organisasi sekedar merupakan wahana untuk memudahkan tujuan akhir ini.

PENUTUP
Eksistensi stres kerja tidak dengan sendirinya menyiratkan kinerja yang lebih rendah. Bukti menunjukkan bahwa stres dapat berpengaruh positif atau negatif pada kinerja karyawan. Bagi banyak orang kuantitas stres yang rendah sampai sedang, memungkinkan mereka melakukan pekerjaannya dengan lebih baik, dengan meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan dan kemampuan bereaksi. Tetapi tingkat stres yang tinggi atau bahkan tingkat rendah yang berkepanjangan, akhirnya akan meminta korban dan kinerja akan merosot. Dampak stres pada kepuasan jauh lebih langsung. Ketegangan yang dikaitkan dengan pekerjaan cenderung mengurangi kepuasan kerja umum. Meskipun stres tingkat rendah sampai sedang mungkin memperbaiki kinerja, para karyawan merasakan bahwa stres membuat tidak puas.

DAFTAR PUSTAKA
Abdoolcarim, Z. Agustus 1995. "Executive Stress a Company Killer". Asian Business. Tahun 1995. p. 22-26
Cooper, C.L. and Marshall, J. 1976. "Occupational Sources of Stress : A Review of The Literature Relating to Coronary Heart Disease and Mental III Health". Journal of Occupational Psychology Vol. 49 No. 1 Tahun 1976. p. 11-28.
Fox, M.L; Dwyer, DJ; and DC Ganster. April 1993. "Effects of Stressful Job Demands and Control of Physilogical and Attitudinal Outcomes in a Hospital Setting". Academy of Manageemnt Journal Tahun 1993, p. 289-318.
Hackman, J.R. and Oldham, G.R. April 1975. "Development of The Job Diagnostic Survey". Journal of Applied Psychology Tahun 1975. p. 159-170.
Kahn, R.L. and Byosiere, P. 1992. Stress in Organizations. Palo Alto, CA : Consulting Psychologists Press.
Motowidlo, S.J.; Packard JS; and MR Manning. November 1987. "Occupational Stress : Its Causes and Consequences for Job Performance". Journal of Applied Psychology Tahun 1987, p. 619-620.
Schellhardt, T.D. Februari 1996. "The Pressure’s On", Wall Street Journal. Tahun 1996. p. R4
Schuler, R.S. April 1980. "Definition and Conceptualization of Stress in Organizations". Organizational Behavior and Human Performance Tahun 1980. p. 189.
Sullivan, S.E. and Bhagat R.S. Juni 1992. "Organizational Stress, Job Satisfaction and Job Performance : Where Do We Go From Here ?". Journal of Management Tahun 1992. p. 361-364.
Xie, J.L. and Johns, G. Desember 1990. "Job Scope and Stress : Can Job Scope be Too High ?". Academy of Management Journal. Tahun 1990. p. 859-869

BIOETIKA KELAHIRAN NON BARAT

by nunu nugrahaIlmu Kesehatan Masyarakat BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan adanya peranan ahli antropologi sebagai rekan dari para petugas kesehatan lainnya dan cara-cara dimana pengetahuan dari ahli antropologi dapat digunakan untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan, dan dengan banyaknya penelitian kontemporer yang telah dilakukan baik pada masyarakat barat maupun non barat memberikan perbandingan yang baik, maka dengan adanya penelitian-penelitian tersebut adanya daya tarik tambahan penelitian tentang kelahiran yang sifatnya universal dari kita pernah mengalami atau akan mengalami.
Dan berdasarkan praktek-praktek kedokteran masa kini, dengan bantuan teknologi yang canggih dalam menangani masalah-masalah kelahiran, maka hal ini rumah makin lama merupakan tempat yang semakin kurang cocok bagi kelahiran dan praktek-praktek kelahiran masa kini telah menyebabkan kehilangan pandangan atas nilai-nilai dasar dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bagian dari penciptaan kehidupan baru.
Sejalan dengan kondisi tersebut, perlu adanya pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah kelahiran. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian dalam bentuk wacana ilmiah yang diharapkan mampu memberikan gambaran yang berjudul “Bioetika Kelahiran Non Barat”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud kelahiran ?
2. Bagaimana pandangan kelahiran non barat ?
3. Bagaimana perkembangan praktek-praktek kelahiran ?
4. Bagaimana respon masyarakat non barat terhadap pelembagaan praktek-praktek kelahiran ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian kelahiran
2. Untuk mengetahui pandangan kelahiran non barat
3. Untuk mengetahui perkembangan praktek-praktek kelahiran
4. Untuk mengetahui respon masyarakat non barat terhadap pelembagaan praktek-praktek kelahiran

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kelahiran
Kasdu (2001 : 114) menyatakan, “Kelahiran merupakan tiga tahap yang harus dilalui, diawali dengan dari mulainya pembukaan jalan lahir, keluarnya kepala janin, sampai keluarnya plasenta atau ari-ari.” Sejalan dengan pendapat tadi, Bagian Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung (1998 : 221) menyatakan bahwa kelahiran adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Tidak berbeda dengan Mochtar (1998 : 91) yang memandang bahwa kelahiran adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + ari) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.
Pendapat lain yang sedikit berbeda yang dikemukakan oleh Foster (2006 : 335) menyatakan bahwa kelahiran merupakan waktu-waktu sakit dan penderitaan, pendarahan, dan keluarnya cairan tubuh dengan ancaman kematian yang senantiasa ada.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa kelahiran merupakan rangkaian dari tiga tahap, dimulai dengan pembukaan jalan lahir, keluarnya janin, dan pengeluaran plasenta dengan ancaman kematian.

B. Pandangan Kelahiran Masyarakat Non Barat
Pada sebagian besar masyarakat non barat, kelahiran menimbulkan suatu pergumulan dengan roh-roh yang tertarik oleh unsur-unsur yang keluar dari tubuh si wanita dan peristiwa persalinan, janin, yang belum sepenuhnya berbentuk manusia, dapat dengan mudahnya dipancing ke alam supranatural, dimana seringkali ia dianggap belum dibebaskan.
Kelahiran melengkapi keluarga inti, memberikan “staf” yang dapat membuat keluarga besar dapat hidup dan menjaga kontinuitas manusia itu sendiri. Dalam berbagai masyarakat tradisional, anak menjamin bahwa adat lama akan dilanjutkan, tanah-tanah dikerjakan, dan bagi orang tua ada yang mengurus mereka bila mereka sudah tidak dapat lagi mengurus dirinya sendiri. Pada waktu yang bersamaan, sebagaimana yang seringkali ditegaskan, kelahiran bukannya secara normal dianggap sebagai pengalaman biasa yang tidak membahayakan. Tentu saja ada masyarakat dimana kelahiran berlangsung dengan sedikit kerewelan.
Dan dalam berbagai masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan tentang kondisi bebas hama, dan pengetahuan yang amat sedikit mengenai berfungsinya seluruh sistem tubuh manusia, termasuk mengandung, maka masa kehamilan dan kelahiran dapat dipahami merupakan hal yang diliputi oleh ketakutan. Angka-angka yang tinggi dari kematian ibu dan anak pada berbagai masyarakat non barat membenarkan logika dari ketakutan yang demikian itu dan tindakan-tindakan magis yang tidak efisien terhadap bahaya-bahaya yang nyata.

C. Pelembagaan Praktek-praktek Kelahiran
Bila tidak melihat praktek-praktek kelahiran dan aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan kematian pada berbagai masyarakat non barat dan membandingkannya dengan yang terdapat di Amerika Serikat masa kini, nampak adanya kontras yang besar. Di Amerika Serikat, krisis-krisis kehidupan tersebut telah sepenuhnya atau istilahnya yang tepat terlalu dilembagakan dalam masyarakat non industrial, hal-hal tersebut adalah bagian yang akrab dari pengalaman keluarga.
Dalam masyarakat tradisional, kelahiran biasanya berlangsung di rumah atau dekat rumah dengan bantuan seorang bidan atau dukun bayi, yang sering merupakan teman atau tetangga.
Hingga memasuki abad ke-20, pola tersebut merupakan kebiasaan di non barat. Namun, dengan perubahan teknologi jiwa manusia dan memperpanjangnya. Dan, dengan semakin meningkatnya mobilitas, migrasi ke kota, dan mencari kerja dimana ada penawaran, maka stabilitas dan akar kehidupan keluarga mulai melemah. Secara singkat kelahiran semakin tidak berpangkal di rumah, semuanya telah dilembagakan karena kelahiran berlangsung di tempat-tempat yang asing, tertutup dan steril, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk belajar menerimanya sebagai sesuatu yang wajar, tak terelakkan, dan merupakan dimensi wajar dari kehidupan manusia. Apabila kehamilan dianggap sebagai kondisi-kondisi patologi yang memerlukan perawatan rumah sakit, maka dengan mudahnya akan timbul kekhawatiran dan pengingkaran terhadap hakikat dasar hidup.
Birokrasi kedokteran merupakan arbitrer yang paling berwenang (akhir) dalam kehidupan, dalam kelahiran dan kematian. Resep dari persalinan “normal” hanya sedikit saja bervariasi dalam polanya, mulai dari menandatangani formulir masuk rumah sakit (ketika proses ketuban pecah) hingga kepada aktivits-aktivitas yang sinkron dari tim obsetri. Di kalangan banyak orang timbul keyakinan bahwa lingkaran kehidupan pada dasarnya adalah gejala sosial bukan gejala medis, dan dimana pengobatan memiliki pengawasan yang dominan, maka masyarakat harus membyarnya dengan mahal, baik dalam kesejahteraan psikologis maupun kadang-kadang psikis.
Sebagian dari masalahnya adalah, dengan modernisasi dan urbanisasi, kedokteran telah mengambil alih fungsi-fungsi yang tidak hanya mengenai perawatan keluar, melainkan juga otoritas keluarga dan “hati nurani” rumah sakit khususnya, telah mengisolir masyarakat terhadap penanganan krisis-krisis yang mulanya merupakan hal yang biasa dalam keluarga.

D. Respon Masyarakat Non Barat terhadap Pelembagaan Praktek-praktek Kelahiran
Sehubungan dengan praktek kelahiran, nyatanya tidak menggunakan model dari masyarakat rumpun atau masyarakat petani sebagai model ideal. Pendekatan-pendekatan yang tidak sukar dan aman yang telah ditinggalkannatas risiko kita sendiri dan secara mendesak, perlu ditempatkan kembali sebagai prosedur-prosedur kelahiran standar. Oleh karena itu, bagaimana membangun pola-pola persalinan yang lebih memungkinkan, yang memanfaatkan keahlian ginekologi yang lebih maju sampai titik dimana mereka dibuktikan (namun tidak melebihi) tanpa membuat depersonalisasi pengalaman persalinan.
Dan adanya penolahan oleh banyak orang terhadap bentuk-bentuk kedokteran dari persalinan di rumah sakit merupakan bagian dari semakin hilangnya pesona terhadap apa yang dianggap sebagai pengobatan yang impersonal dan mekanis dari kebutuhan dasar manusia oleh sistem-sistem medis.
Berdasarkan orang-orang yang tidak merasa puas dengan adanya bentuk-bentuk umum dari persalinan di rumah sakit, maka upaya mencari bentuk-bentuk alternatif didasarkan atas tiga keyakinan, diantaranya yaitu :
1. Kedokteran non barat telah membuat kompleks dan mekanis proses persalinan yang normal
Karena hal ini tidak memudahkan dokter, apabila dokter dapat membujuk pada pasiennya yang hamil untuk pergi ke rumah sakit, ia dapat mengunjungi mereka tanpa sangat terganggu aktivitas-aktivitas profesionalnya yang lain.
Bukankah persalinan di rumah sakit itu lebih aman bagi ibu dan bayi, dan secara realistis bukankah waktu sang dokter yang sibuk juga diperhitungkan, kata pendukung sistem kontemporer. Seluk beluk rumah sakit yang kaku, orientasi mengenai sakit yang diciptakan oleh lembaga-lembaga tersebut, khususnya bagi yang sakit dan yang sedang sekarat, kamar-kamar bersalin dengan deretan lampu dan peralatan-peralatan yang menakjubkan yang menimbulkan kekhawatiran, keterlibatan yang kabur dari suami atau keluarga (apabila mereka diizinkan). Faktor-faktor ini dipandang oleh banyak orang sebagai turut berperan dalam menimbulkan rasa ketidaksamaan psikologis, tidak saja bagi sang ibu, melainkan juga pada kerutinan yang membahayakan secara nyata dalam suatu peristiwa yang seharusnya dibiarkan berlangsung.
2. Persalinan harus dikembalikan ke rumah dari rumah sakit
Walaupun terdapat keyakinan kedokteran yang kuat bahwa semakin ilmiah dan maju tingkatan perawatan ibu dan anak, akan semakin efektif pula pencegahan mortalitas, cedera, dan cacat kelahiran. Seorang ahli sosiologi kesehatan terkemuka dalam suatu ulasan kepustakaan menemukan bahwa “tidak terdapat bukti yang jelas bahwa khususnya demikian.”
Dalam beberapa hal, persalinan rumah dianggap lebih aman daripada persalinan di rumah sakit. Pendukung persalinan di rumah menyatakan sikap mereka, bukan dari segi jumlah kuantitas melainkan dari segi kualitas yang lebih memberikan kekayaan arti dan imbalannya bila melahirkan di rumah, tidak di rumah sakit. Penulis yakin bahwa kelahiran merupakan peristiwa keluarga dimana semua orang sangat terpengaruh oleh hasilnya. Sikap tersebut sangat mengingatkan kita kembali pada yang diucapkan oleh Wylie mengenai penduduk dea Peyrane di Perancis, yang mengetahui adanya “rumah sakit bersalin yang bagus-bagus” namun merasa bahwa perawatan rumah sakit itu “jauh di bawah perawatan di rumah”. Karena kita tidak dapat mengharapkan “orang asing” mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada kita sebagaimana yang diberikan oleh anggota keluarga sendiri. Kelahiran bayi adalah peristiwa yang paling penting yang terjadi dalam keluarga, baik ibu maupun sang bayi berhak mendapatkan perawatan terbaik yang dapat diberikan oleh keluarganya.
Ada keyakinan yang kuat pula bahwa perawatan di rumah memberi kesempatan perasaan keberhasilan melahirkan yang terpusat pada sang ibu dan bukan pada aktivitas-aktivitas ahli kandungan. Kelahiran di rumah juga memberi kesempatan pada sang suami untuk memainkan peranan penyembuh pada waktu proses melahirkan berlangsung. Dalam beberapa kesempatan ia bahkan berpartisipasi dalam persalinan tersebut. Akhirnya rasa sakit yang dibayangkan oleh banyak orang diperkirakan bisa menjadi lebih berkurang, dan persalinan dilakukan dalam lingkungan keakraban, dalam kondisi seperti yang terdapat pada masyarakat tradisional umumnya, memberikan kesempatan bagi para wanita untuk melakukan aktivitas fisik yang normal hingga persalinan, dan sering bahkan di antara proses kontraksi persalinan.
3. Bidan bukan dokter, merupakan orang yang tepat untuk membantu persalinan
Idealnya bidan berfungsi di rumah, dalam kamar tidur yang turut dipersiapkannya bersama keluarga untuk peristiwa tersebut. Beberapa orang bidan bekerjasama dengan ahli-ahli kandungan yang penuh pengertian, yang menyediakan dirinya bagi keadaan darurat, seperti operasi Caesar atau pada kelahiran yang sulit. Pada beberapa keadaan yang langka, para bidan telah diintegrasikan sebagai staf rumah sakit dan bekerjasama dalam bentuk peralinan alternatif dalam struktur rumah sakit tersebut yang lebih mendorong persalinan di rumah. Namun, tidak seperti umumnya di Eropa, Amerika Serikat masih harus memberikan kesempatan kepada bidan untuk menjadi bagian integral kedokteran atau bagian dari struktur sosial masyarakat.
Para pembela bidan dan persalinan rumah memandang alternatif terhadap perawatan rumah sakit yang konvensional itu sebagai hal yang menguntungkan secara psikologis, sosial, dan kesehatan. Para lawan memandangnya sebagai fadistik, penganut Rousseau, tak realistis dan secara esensial pekerjaan yang membahayakan. Kelompok yang pertama melihat kebidanan sebagai peningkatan kualitas dari perawatan kesehatan, sedangkan kelompok yang berikut memandang sebagai pencemaran. Para pasien dan jumlah yang semakin besar dari dokter serta ahli-ahli ilmu sosial merasa keberadaan mereka d antara dua kubu tersebut, mencari perbaikan dari ekses-ekses kedokteran, namun berhati-hati dalam hal mengganti pengamanan yang
konvensional.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Kelahiran merupakan rangkaian dari tiga tahap, dimulai dengan pembukaan jalan lahir, keluarnya janin, dan dengan pengeluaran plasenta dengan ancaman kematian yang senantiasa ada. Pada masyarakat non barat, kelahiran melengkapi keluarga inti, anak menjamin bahwa adat lama akan dilanjutkan, tanah-tanah dikerjakan, dan dapat mengurus orang tua apabila mereka sudah tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Berdasarkan abad ke-20, dengan semakin pesatnya perubahan teknologi maka hampir sepenuhnya krisis-krisis terhadap hal ini, secara singkat proses kelahiran semakin tidak berpangkal di rumah.

B. Saran
Persalinan di rumah sakit dengan bantuan alat-alat yang canggih mempunyai sisi baik dan buruknya bagi kehidupan seorang ibu dan keluarga, baik dari segi kesehatan maupun psikologinya. Oleh karena itu, apabila rumah merpakan tempat yang sangat nyaman untuk proses persalinan, maka perawatan kesehatan dan pelayanan harus disediakan.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obsetri dan Ginekologi Kedokteran Universitas Padjadjaran. (1983). Obsetri Fisiologi. Bandung : Percetakan/Penerbitan Eleman.

Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.

Kasdu, D., et.al. (2001). Info Lengkap Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : 3G Publisher.

Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obsetri : Obsetri Fisiologi dan Obsetri Patologi. Jakarta : EGC.

Logo LENSA Komunika